Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Tumbal Janin
Tumbal Janin
Tumbal Janin
eBook121 halaman1 jam

Tumbal Janin

Penilaian: 1 dari 5 bintang

1/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Kisah seorang gadis remaja bernama Ani Darwanti yang rela menikah dan menjadi madu untuk istri pertama sahabat ayahnya, demi baktinya untuk melunasi hutang sang ayah. Hingga ia harus rela kehilangan janin yang belum sempat dilahirkannya, untuk dijadikan tumbal oleh suaminya.

BahasaBahasa indonesia
PenerbitPIMEDIA
Tanggal rilis5 Mei 2022
ISBN9786236488157
Tumbal Janin

Terkait dengan Tumbal Janin

E-book terkait

Fiksi Horor untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Tumbal Janin

Penilaian: 1 dari 5 bintang
1/5

1 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Tumbal Janin - Lely Rosyidah

    Tumbal Janin: Fenomena Final Girl, Ending yang Membuat Terpana dan Trik Cerdik Menulis Laris Berkelanjutan

    Lely Rosyidah yang juga memiliki nama pena lain sebagai Laili Rosee sukses menerbitkan ketertarikan lebih dalam terhadap teks Tumbal Janin-yang diduga kuat merupakan karya perdana yang pernah ia hasilkan dalam bentuk sebuah novel.

    Sebagai penikmat kutak-katik kata yang terjun lebih awal, saya menemukan ada cukup banyak fenomena ganjil dalam teks Tumbal Janin ini yang menghasut untuk menelusuri lebih mendalam guna menuntaskan serbuan penasaran tentang mengapa, karya yang secara sekilas digarap dengan teknik kepenulisan yang terkesan seadanya, secara tak terduga justru memperoleh apresiasi yang bagus dari pasar bahkan termasuk karya yang banyak dibajak di blantika kepenulisan digital berbasis komunitas fiksi.

    Bila ditilik dari teknik penggarapan yang dilakukan, semuanya terlihat biasa, umum, normal dan wajar. Dimulai dari opening stereotipe novel berbasis web yang memiliki ciri khas terlalu runut, cenderung membosankan serta tersirat seolah lebih menitikberatkan pada target jumlah kata tertentu.

    Apakah hal itu dapat disebut sebagai sebuah kesalahan?

    Bila parameter yang digunakan adalah era kepenulisan sebelumnya, nyaris semua sepakat bahwa jawabannya adalah ya. Bahkan, bukan sekadar kesalahan, melainkan benar-benar menjadi sebuah kesalahan fatal serta melanggar prinsip dasar yang setidaknya wajib dimiliki oleh sebuah karya untuk bisa menjadi sukses, laris serta diterima pasar. Para pegiat literasi di era yang lebih kuno betapapun kukuh untuk mempertahankan bahwa setidaknya untuk tiga bab pertama, bab tengah serta beberapa bab akhir wajib dibuat semenarik mungkin tanpa bisa ditawar-tawar lagi. Harga mati.

    Begitu pula dengan beberapa bagian dalam kisah yang tertuang pada teks Tumbal Janin ini, yang diduga kuat sebagai plot hole yang dirasa cukup mengganggu bagi penikmat karya yang lebih jeli serta beberapa dugaan lain mengenai kekurangan yang termaktub dalam teks Tumbal Janin secara keseluruhan.

    Namun di era literasi terkini, tak semua dapat disikapi dengan cara yang sesederhana itu. Bahkan hal yang sebelumnya telah disepakati sebagai harga mati tersebut pada akhirnya mau tak mau terdegradasi.

    Estetika dalam suatu karya fiksi yang mulanya dimaknai lebih berdasarkan bentuk yang umumnya mengacu pada diksi, ritme dan sejenisnya, terkoreksi menjadi lebih menggumuli hal-hal di luar alat kebahasaan itu sendiri. Salah satunya tentu saja adalah isi cerita dalam teks itu sendiri.

    Pengujian terhadap parameter estetika terbaru tersebut dibuktikan ketika sebuah karya mengalami alih bahasa, dapat dipastikan diksi akan menguap tertelan padanan kata dalam bahasa terjemahan, yang sialnya kerap tak mampu mewakili kata sebelumnya. Tak heran bila kemudian banyak pihak yang lebih menganjurkan untuk membaca karya dalam bahasa asli, dan bukan dalam bentuk terjemahan.

    Beruntungnya, isi cerita dalam sebuah teks tetap selamat—termasuk ide besar juga gagasan yang ingin dikomunikasikan dalam teks tersebut yang memang satu perangkat tak terpisahkan.

    Dalam konteks ini, Tumbal Janin sebagai sebuah karya terlihat berhasil melakukan negosiasi dengan pangsa pasar, melalui komunikasi membumi hingga mudah dicerna oleh pembaca. Maka menjadi sesuatu yang tak mengherankan bila kemudian Tumbal Janin akhirnya mampu memenuhi selera pasar.

    Hal tersebut tentu saja membutuhkan kecerdikan tersendiri, terutama bila mengingat mitos-mitos mengenai selera pasar yang umumnya dikategorikan sebagai sesuatu yang amat labil serta picisan.

    Pilihan cerdas lainnya terlihat pada tema besar yang digarap. Alih-alih mengekor kecenderungan umum yang intens bergelut di ranah sastra gothic yang penuh aura murung, suram, muram, penuh dendam serta kerap terlibat sadisme, Tumbal Janin justru lebih memilih untuk kembali ke akar dasar yang menjadi ciri manusia Indonesia, yaitu: percaya takhayul.

    Konsekuensi terpuji atas pilihan cerdas tersebut serta-merta menjadikan Tumbal Janin sebagai karya yang mampu terhindar dari gore serta gelombang komodifikasi libidinal yang mengguncang semua lini. Termasuk ranah kepenulisan, dengan fenomena terbaru adanya petisi terhadap salah satu platform kepenulisan online karena dianggap mengglorifikasi pornografi, yang memang secara aturan main dalam platform tersebut disebutkan bahwa unsur pornografi diperbolehkan selama tak lebih dari 10% dari keseluruhan cerita yang dibuat.

    Mengapa disebut sebagai pilihan cerdas? Karena euforia mengenai hal-hal tersebut memang telah kedaluwarsa. Di era yang pernah disebut-sebut sebagai Sastra Wangi, bisa jadi mengangkat tema-tema tabu mengenai seksualitas terlihat epik karena memang tak banyak penulis—terutama sekali penulis perempuan—yang berani untuk melakukannya. Tapi di era yang kini ketika tema mengenai seksualitas tersebut telah menjadi terlalu masif bahkan nyaris menyentuh titik nadir, bila masih memiliki kengototan untuk terus melakukannya justru harus dipertanyakan moral serta kejiwaan penulisnya.

    Tak main-main, tema yang dipilih untuk digarap dalam Tumbal Janin menghujam langsung ke jantung utama kebobrokan genre horor yang lazimnya menyudutkan perempuan sebagai tumbal budaya patriarki. Simbol-simbol pendiskreditan terhadap perempuan dalam genre horor terlihat kentara serta amat terang-benderang.

    Salah satu contoh yang paling sederhana adalah mengenai kemunculan hantu yang lazim terlihat di malam hari, dengan gender hantu tersebut yang biasanya adalah perempuan serta dengan tampilan yang buruk dan menjijikkan.

    Simbol yang coba untuk disiratkan begitu tegas, bahwa perempuan yang baik tidak akan keluar malam. Jikapun tetap keluar malam, hal itu menandakan bahwa perempuan tersebut buruk, menjijikkan juga menakutkan.

    Tumbal Janin mencoba memberikan perlawanan, melalui karakter seorang perempuan remaja bernama Ani Darwanti yang menolak untuk sekadar menjadi obyek dalam budaya patriarki.

    Yang menarik, dalam teks Tumbal Janin terlihat pula fenomena Final Girl, karena yang berhasil menjadi penyintas terakhir adalah perempuan.

    Kecenderungan tersebut sebenarnya telah mempola pada teks serta film bergenre horor sejak jauh waktu. Yang membuat istimewa, pada titik ini Lely Rosyidah kemudian memberi sentuhan khusus, hingga fenomena Final Girl yang terjadi berbeda dengan kecenderungan era 90-an, menjadikan sang tokoh utama yang awalnya gagal menolak sebagai hanya menjadi obyek, terus melakukan perlawanan hingga akhirnya berhasil terbebas.

    Keistimewaan lain terlihat pula pada keberanian penulisnya untuk melepaskan diri dari karakter hantu utama yang bersifat khas serta mudah ditebak. Pada titik ini pembaca kemudian tergiur untuk turut menebak mengenai pesugihan Tomo, yang tak cocok dengan hanya menginduk ke salah satu jenis, juga mengapa visualisasi sang hantu malah lebih terdefinisi sebagai sosok gabungan dari tiga atau lebih karakter hantu nusantara yang telah lebih dulu dikenal?

    Semua kelebihan dalam teks Tumbal Janin sebagai sebuah novel makin diberi sentuhan ciamik dengan memberi alternatif ending yang tak biasa.

    Menggantung.

    Bahkan mengundang.

    Ditambah dengan setidaknya tiga buah ketidak laziman kisah yang sebelumnya ditengarai sebagai plot hole malah memicu purbasangka bahwa teks Tumbal Janin lebih terasa bukan sebagai sebuah novel, melainkan baru menjadi sebentuk ‘novel prolog’, yang membutuhkan tak hanya sekuel guna menjadikannya sebuah jalinan kisah yang benar-benar utuh, melainkan pula spin-off bahkan crossover!

    Benar-benar trik super cerdik dalam upaya menulis laris berkelanjutan!

    Ok

    PIMEDIA

    Ahmad ‘Bay’ Maulana S

    Daftar Isi

    Tumbal Janin: Fenomena Final Girl, Ending yang Membuat Terpana dan Trik Cerdik Menulis Laris Berkelanjutan

    Daftar Isi

    1. Akad Nikah

    2. Malam Pertama

    3. Kamar Terlarang

    4. Hamil

    5. Berubah

    6. Awkward Moment

    7. Ritual

    8. Mengikhlaskan

    9. Terungkap

    10. Hamil Kembali

    11. Ragu

    12. Emosi

    13. Pulang

    14. Akhir Riwayat Dika

    15. Flashback

    16. Akhir Perjanjian

    17. Kelahiran Putriku

    Tentang Pengarang

    1. Akad Nikah

    Malam ini terasa begitu senyap. Meski di luar kamarku penuh orang yang riuh ramai menunggu hari bahagiaku, aku merasa sepi di sini. Seorang perias di depan tubuhku sibuk memoles wajah dan rambutku. Ia terus berbicara tentang segala hal indah malam pertama.

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1