Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Scent of a Dream
Scent of a Dream
Scent of a Dream
eBook181 halaman3 jam

Scent of a Dream

Penilaian: 4 dari 5 bintang

4/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Novel ini bercerita tentang seorang gadis yang memiliki impian menjadi seorang penyanyi. Ia memiliki seorang kakak yang sangat berbakat dalam musik klasik. Namun kedua orang tuanya tak mengijinkan anak bungsunya itu menjadi seorang penyanyi. Terinspirasi oleh Park Bom (2ne1)

BahasaBahasa indonesia
PenerbitSenja Nila
Tanggal rilis18 Nov 2013
ISBN9781311991638
Scent of a Dream

Terkait dengan Scent of a Dream

E-book terkait

Fiksi Umum untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Scent of a Dream

Penilaian: 3.962962962962963 dari 5 bintang
4/5

27 rating8 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 4 dari 5 bintang
    4/5
    sangat keren, semangat yg luarbiasa, ini bisa jadi motivasi .

    1 orang merasa ini bermanfaat.

  • Penilaian: 4 dari 5 bintang
    4/5
    amazing
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    sangat keeeerrrreeenn
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    bagus ceritanya menarik
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    bagus
  • Penilaian: 1 dari 5 bintang
    1/5
    keren
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    i like, memperjuangkan mimpi sebenarnya tidak perlu persetujuan,,,,,
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    i like this @AinunnisaShofia

Pratinjau buku

Scent of a Dream - Senja Nila

PROLOG

Jenny sesekali melihat profilnya yang tertera di ensiklopedia online.

Profil Jenny Park

Nama: Jenny Park/Park Jenny

Lahir: Seoul, Korea Selatan, 24 Maret 1984

Genre: R&B, dance, pop

Pekerjaan: Penyanyi

Instrumen: Vokal, piano, flute, harpa

Label: GYM Entertainment

Jenny Park adalah penyanyi idola Korea Selatan. Lahir di Seoul, Korea Selatan, namun akhirnya pindah ke Amerika Serikat tempat ia mengikuti pertukaran pelajar. Saat ini ia merupakan penyanyi dibawah label GYM Entertainment.

....................

CHAPTER 1 : Memulai Mimpi

Seoul, Musim Semi 2013

Jenny Park? Ingat saat dia berkolaborasi dengan Psy dan lupa lirik. Konser Psy jadi berantakan! Harusnya dia belajar caranya menjadi profesional!! –Anonymous 1.

Wajah Jenny Park benar-benar mengerikan!! Tadi lihat dia di Kpopstar, seperti orang yang wajahnya habis ditonjok. Bengkak!! –Anonymous 2.

Touchscreen itu disentuh perlahan dari bawah ke atas. Jari-jari lentiknya bergerak-gerak sambil bergetar. Sepertinya bukan waktu yang tepat untuk mencari namanya sendiri di mesin pencarian Daum. Hatinya sesak, dimasuki bisikan-bisikan tak berperasaan yang jumlahnya ratusan.

Dua bola mata yang bulat-bulat seperti tombol berhadap-hadapan dengan mata Jenny.

Choco.. Jenny mengelus-elus perut dan punggung Choco.

Ada corak coklat di punggung Choco. Corak itu berbentuk hati. Setidaknya itu yang terlihat di mata Jenny. Choco berguling-guling di lantai papan kayu itu. Hihihi.. Jenny tersenyum dan terkikik melihat Choco yang terlihat manja didepannya. Ia pun ikut berguling-guling dan mendekati Choco yang terbaring seakan tak berdaya, pura-pura tak berdaya.

Choco adalah seekor anjing Shih tzu perempuan yang dipelihara ibunya. Anjing itu kecil, sama seperti anjing ibunya yang lain yang berjenis Poodle. Jenny sendiri memiliki seekor anjing Pekingese yang ia beri nama Summer. Summer sering dititipkan di rumah ibunya karena Jenny sendiri sibuk, tak bisa menjaga setiap hari. Hanya sesekali ia bawa ke apartemen kalau betul-betul sedang tak ada pekerjaan.

Bermain dengan anjingnya dapat membuatnya lupa dengan rasa sesak di dadanya. Menjadikannya sosok Jenny yang kembali polos dengan sifat kekanak-kanakan.

Jenny..jangan bermain di lantai! suara sang ibu terdengar. Suaranya seperti seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya yang masih SD. Padahal berapa umurnya sekarang?

Nyonya Kim adalah ibu rumah tangga biasa. Perawakannya pendek dan sedikit gemuk. Teman-temannya sempat tak percaya bahwa dia adalah ibu dari Jenny, Jenny Park. Mungkin kulit putih susu yang mereka miliki yang menjadi salah satu kesamaan dari ibu dan anak ini. Bentuk kepalanya lebih mirip ayahnya daripada ibunya. Sedang kakaknya lebih mirip ibunya.

Jenny tak memperdulikan perkataan ibunya. Dia malah tidur terlentang di lantai menatap langit-langit rumahnya. Sejak kecil ia sadar betapa dia selalu ingin membantah pada keinginan orang tuanya.

Langit-langit rumahnya putih, putih bersih. Langit-langit itu seketika menjadi langit sungguhan. Warna putihnya lenyap dan berganti dengan warna lain di mata Jenny. Ada awan-awan oranye berarak. Lukisan langit yang sempat ia potret belasan tahun lalu. Kenangan hidup yang tak akan ia lupakan.

Mapo-gu, Seoul, Musim Dingin 1994

Tolong-tolong… suara serak anak kecil terdengar melemah. Digedor-gedornya pintu kamar mandi dengan tangan kecilnya. Sudah lelah sebenarnya, ini sudah hampir satu jam dia terkurung di kamar mandi. Jieun dan geng-nya sengaja menguncinya di kamar mandi. Bullying, itu yang sedang dia alami.

Anak kecil itu mulai kehilangan tenaga. Badannya jatuh duduk di lantai dan bersandar di dinding yang dingin seperti es batu. Bibirnya memutih kedinginan. Mata sendunya mengatup, gelap. Gelap dan dingin.

Sementara itu diluar senja sudah mulai kehilangan kuasanya. Warna oranye memudar dan berganti awan-awan mendung. Salju belum turun tapi hawa dingin sudah menyebar ke seluruh kota. Tuan Park berlari masuk ke sekolah Jenny. Dia sudah keliling ke beberapa teman anaknya itu, tapi nihil tak ada sosok anaknya yang ia cari. Ia lalu memutuskan ke sekolah, mungkin anaknya itu masih di sekolah.

Jenny!...Jenny! Tuan Park berteriak sambil menyusuri tiap sudut ruangan di sekolah yang sudah sepi itu.

Jenny mulai menggigil saat tapak-tapak kaki dari sol sepatu ayahnya terdengar berbenturan dengan lantai, mencari-cari dirinya. Jenny mendengar tapak kaki itu. Dengan sisa tenaga dia mencoba bersuara lagi.

To..loong, anak kecil bernama Jenny itu berkata setengah menangis. Bulir-bulir air mata mulai turun di pipinya.

Jenny!? suara yang ia kenal muncul.

Dihapusnya air mata hangat dipipinya. Mencoba kuat lagi.

Aku disini ayah!! Jenny berteriak dan menggedor-gedor pintu.

Dibopongnya badan Jenny yang dingin itu. Selimut merah tua bermotif kotak-kotak hitam membaluti tubuh putri mungilnya itu. Seorang penjaga sekolah datang dengan muka pucat, ia sendiri bingung bagaimana dia tak tahu ada anak yang terkunci di sana. Sore itu ia memang hanya duduk-duduk saja di dekat gudang.

Besok kita laporkan ke polisi saja! Dasar anak-anak kurang ajar! Tuan Park marah besar malam itu.

Ibu Jenny mencoba tenang. Menuangkan saenggang-cha ke gelas keramik suaminya. Hangat air teh itu seakan-akan dapat meluluhkan hati suaminya. Uapnya terlihat bergelayut-gelayut di udara.

Biar kita laporkan ke gurunya dulu.. sebentar lagi anak kita juga keluar dari sekolah itu.. Nyonya Kim menatap ke mata suaminya. Matanya yang sipit sulit terlihat dengan jelas.

Tuan Park beranjak dari kursi duduknya. Melangkah ke kamar tidurnya. Ada sebuah foto keluarga kecil di dinding kamarnya. Ada Go Eun di foto keluarga itu. Kakak Jenny. Betapa rindunya dia pada putri sulung kebanggaannya itu. Sudah lebih dari enam tahun dia pergi ke luar negeri. Go Eun masih berumur 10 saat dia mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Austria.

Sejak kecil Go Eun sangat berbakat dalam hal musik. Dia mulai belajar bermain violoncello sejak umur 7 tahun. Dua tahun berikutnya Go Eun sudah tampil di pertunjukan untuk menampilkan cello secara solo. Beberapa perlombaan ia ikuti dan prestasi demi prestasi dia raih. Sampai suatu hari Go Eun kecil berkata ia ingin sekali belajar cello di tempat yang benar. Di Austria.

Tuan Park bangga namun juga rindu teramat dalam. Apalagi sebentar lagi anaknya yang bungsu juga akan pergi dari rumah kecil mereka. Sedangkan Go Eun, tahun ini tidak bisa pulang. Gadis kecilnya itu kini sudah remaja, dia bekerja part time sebagai pengajar di tempat kursus musik selama liburan.

Di lain kamar. Seorang anak kecil menatapi foto kakaknya. Diambilnya foto itu. Lalu berbicara sendiri.

"Onnie…aku akan pergi ke luar negeri juga sebentar lagi… tapi kenapa tetap jauh darimu?" Jenny mulai terisak dan kemudian menangis. Hawa dingin menembus ke dinding-dinding rumah. Air mata Jenny rasanya hampir membeku karena dinginnya malam itu.

Sekolah itu rasanya ingin menerkamnya hidup-hidup. Jenny yang kecil menjadi bertambah kecil membawa tas merah yang berat dipunggungnya itu. Berjalan pelan-pelan ke kelasnya yang ada jauh di lantai tiga. Berharap dia tak diganggu lagi oleh Jieun dan gengnya.

Duduk di bangku paling depan. Tersenyum sebentar ke teman-teman yang melihatnya lalu secepatnya mengalihkan pandang ke buku yang ia pegang. Membaca dan terus membaca sampai bel masuk berbunyi. Kenapa mereka sering menggodanya? Jenny penakut dan mudah sekali menangis.

Saat guru menerangkan, ia memperhatikan dengan seksama. Ia tahu dia bukan murid yang cerdas. Ia harus memperhatikan dan mencatat dengan sebaik-baiknya agar bisa belajar lagi di rumah. Beasiswa yang ia dapat itu karena kesungguhannya, bukan kecerdasannya.

Ia tak ingin orang tuanya selalu menganggapnya lebih buruk dari kakaknya. Ia juga ingin sekolah di luar negeri! Ya, sebentar lagi ia benar-benar akan ke luar negeri seperti kakaknya. Jenny ingin orang tuanya juga bangga padanya.

Buku catatannya terlihat tak rapi. Sedikit berminyak di sampulnya dan seperti baru dibuat bantal untuk tidur. Tulisannya besar-besar dan terlihat terburu-buru, beberapa huruf melebihi garis atau melayang diatas garis.

Seorang pria berkacamata memandang gadis kecil didepannya.

Kau sudah siap ke Amerika?

Gadis itu mengangguk. Dengan tatapan yang tak pasti, bingung.

Pria itu tersenyum. Memegang pundak gadis didepannya.

Kau adik Go Eun, kau pasti bisa!

Kau adik Go Eun..kau adik Go Eun.. kata-kata itu terus berputar di kepala Jenny. Menyedihkan, aku bisa karena aku adik Go Eun?! Aku Jenny, aku Jenny, namaku bukan adik Go Eun!

Austria, di waktu yang sama.

Go Eun mengangkat contrabass ke ruang latihan. Hufft.. berat. Seorang anak bermata biru ada di depannya. Hah… anak ini mau belajar contrabass?

Kau umur berapa?

Dia menjawab dengan mengangkat jemarinya, 7 jari.. berarti 7 tahun. Go Eun menelan ludah. Mengingat pada masa kecilnya jauh di Korea.

Go eun mulai mengajarkan contra bass pada anak itu. Ya, selain cello, ada beberapa alat musik yang Go Eun bisa mainkan, salah satunya contrabass.

Badan Go Eun merasa lelah. Sejam berkomunikasi dengan anak kecil memang sedikit menyusahkan. Dia keluar gedung, menghirup udara disana…hmmm.. banyak pohon-pohon cemara yang diturunkan dari mobil bak terbuka. Bulan Desember hampir habis, pasti di Seoul dingin sekali. Go Eun mengingat kota kelahirannya.

Apakah Jenny baik-baik saja?

Go Eun melangkah ke sebuah coffee shop. Kafé Hawelka saat itu sedang ramai. Dia memilih duduk di dekat jendela, biar leluasa menatap keluar dan melamun sesukanya. Tiba-tiba dia teringat lagi pada adiknya. Terakhir ia bertemu dengan adiknya itu setahun yang lalu. Ibunya memaksa Go Eun untuk menguji Jenny. Apa sesungguhnya bakat Jenny? Alat musik apa yang cocok untuk Jenny?

Ibu terlalu memaksa Jenny belajar alat musik. Dia suka musik. Tapi bukan itu, bukan alat musik. Uap kopi Melange didepannya melayang-layang di pelupuk matanya. Rasa hangat kopi itu tak bisa meredam rasa dingin dan rasa bersalah pada Jenny.

Seandainya aku masih disana dan bermain bersamamu.

"Onnie…!" Jenny berteriak. Jenny melihat kesekeliling. Ada dinding-dinding putih-putih. Fotonya, tempelan kertas warna-warni berbentuk bintang, lukisan ibunya, ya itu kamarnya. Dia bermimpi kakaknya lagi.

Ditatapinya cermin di depannya. Mata sipitnya menjadi super sipit saat dia mulai tersenyum. Baju terusan warna putih yang dia pakai terlihat bagus sekali. Ada pita dan renda-renda cantik yang menjadi hiasan di bajunya itu. Jenny berputar-putar kekanan dan ke kiri.

Jenny turun.. ayah sudah menunggu di mobil! suara ibunya menjalar dari lantai satu. Malam itu mereka akan pergi ke sebuah tempat. Tempat yang disukai anak bungsunya, noraebang.

Lampu-lampu warna-warni dan pohon-pohon natal mulai menghiasi toko-toko. Lampu-lampu kecil terpasang di bagian atas pintu. Tuan Park menggandeng Jenny yang kegirangan. Menyanyi, mereka akan bernyanyi bersama. Jenny senang sekali bernyanyi. Senyumnya terus menggembang sedari tadi.

Ahh suara anakku bagus sekali, punya ciri khas, pikir Nyonya Kim saat mendengar Jenny bernyanyi. Tapi jangan sampai dia jadi penyanyi, jangan sampai.

Satu dua lagu mereka nyanyikan bersama-sama.

Aku mau bernyanyi sendiri.. Jenny melompat-lompat sambil memegang mic.

Tuan Park mengangguk. Dia pilihkan lagu kesukaan Jenny, lagu dari seorang penyanyi barat. Berbahasa inggris tentunya.

Suara Jenny memenuhi ruangan. Mengalun dengan indah. Tak pernah sekalipun ia belajar menyanyi dengan guru musik, tapi nyanyiannya lebih bagus dari permainan pianonya yang hampir tiap dua hari sekali ia latih di tempat kursus musik.

Sejak Go Eun pergi ke luar negeri, orang tuanya seperti ingin membuat Jenny menjadi Go Eun. Kebetulan Jenny juga suka dengan musik. Ibunya mengantarkannya ke tempat kursus musik terbagus di Seoul.

Ibu ingin kau menjadi musisi klasik! Lihat kakakmu, dia bisa diterima di Austria, tempat musisi-musisi klasik lahir!

Bulan pertama harpa. Alat musik besar itu Jenny pelajari dengan seorang guru perempuan yang galaknya minta ampun. Hari kedua Jenny berlatih, ia kabur dan menangis pulang. Jari-jemarinya sampai hampir berdarah karena alat musik itu. Alat musik yang menyakitkan! Sang guru datang ke rumah Tuan Park dan mengatakan Jenny selalu berbuat ulah dan

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1