Rindu yang Memanggil Pulang
Oleh Ikhwanul Halim
5/5
()
Tentang eBuku ini
Mengapa menulis puisi?
Karena harus.
Saat lintas peristiwa, gejolak emosi jiwa, kecamuk pemikiran, endapan perenungan mendesak untuk dituangkan dalam baris kata dan jari-jari menekan tombol-tombol papan ketik menyusun larik-larik diksi, mengalir begitu saja.
Sejalan dengan laku yang menjadi kebiasaan, rasa ingin tahu menuntun pada pencarian: tentang teknik dan pemahaman. Membaca karya-karya pujangga yang terkenal dan tersembunyi. Kembali mengenal dasar-dasar: bunyi suara, pola tuang, rima, ritme, makna, makna di balik kata, dan seterusnya. Terus berlatih dan terus belajar dan semakin dahaga.
Puisi-puisi kontemporer dalam buku ini merupakan hasil kontemplasi penulis tanpa tendensi untuk menjadi ujar bijaksana, karena penulis sepenuhnya sadar: setiap tulisan adalah hak pembacanya untuk diinterpretasikan secara personal, yang mungkin berbeda dengan pengartian penulis.
Jika ternyata ada puisi yang Anda rasakan sebagai kata-kata Anda, maka memang puisi itu ditulis sebab Anda dan untuk Anda. Jika tidak, maka tak jadi soal juga.
Karena E.E. Cummings pernah berkata: "Puisi hadir untuk Anda dan untuk saya, bukan untuk semua orang."
Maka saya akan terus berpuisi sampai kehabisan kata.
Bandung, 29 Agustus 2016
Baca buku lainnya dari Ikhwanul Halim
Bobo Pengantar Dongeng Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianMenembus Batas Takut Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianMinuet (Antologi Puisi) Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaian
Terkait dengan Rindu yang Memanggil Pulang
E-book terkait
Antologi Puisi Dan Haiku: Bulan, Bintang dan Cintaku Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Sajak Sang Pencari Inspirasi Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Ini Tentang Hidupku Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianAku Anak yang Menyimpan Tanya Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianSurat Untuk Adinda Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Hati Yang Purnama Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Terlalu Luka Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5L Factor Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianDiary Puisi: #2 Padma Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Twisi Diary: Puisi-puisi twitter Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Baris Puitis & Haiku Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Scent of a Dream Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Tuhan Mencintaimu Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Garuda Hitam Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Kearifan Global Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Malam Ketika Dia Menembak Dirinya (Kumpulan Cerpen) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Penasihat Rahasia Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianSetelah Usai Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5A Street Dream: The Evergreen Architecture Penilaian: 4 dari 5 bintang4/540 “Jurus Mabuk” Menulis: Panduan Menulis untuk Pemula Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Bintang Kejora Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianTrilogi Pelelangan: Sebuah “Jane Eyre” Zaman Modern (Bahasa Indonesia) Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Cinta 3 Sisi [Not English] Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Alona Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Bangsal Covid 19 Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Tapol Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Kearifan Jawa Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Cinta Jatuh di Bavaria Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Tumbal Janin Penilaian: 1 dari 5 bintang1/5Sang Pembuat Jam (Bahasa Indonesia - Indonesian Language Edition) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5
Puisi untuk Anda
Tuhan Yang Mengagumkan Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianPahlawan Wanita Muslimah Dari Kerajaan Aceh Yang Melegenda Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Baris Puitis & Haiku Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Diary Puisi: #2 Padma Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Twisi Diary: Puisi-puisi twitter Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Mimpi (Kumpulan Puisi) Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianDiary Puisi: #3 Magnolia Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Rindu Itu Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianAlona Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Retak (Kumpulan Puisi) Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaian
Ulasan untuk Rindu yang Memanggil Pulang
2 rating0 ulasan
Pratinjau buku
Rindu yang Memanggil Pulang - Ikhwanul Halim
Kata Pengantar
Mengapa menulis puisi?
Karena harus.
Saat lintas peristiwa, gejolak emosi jiwa, kecamuk pemikiran, endapan perenungan mendesak untuk dituangkan dalam baris kata dan jari-jari menekan tombol-tombol papan ketik menyusun larik-larik diksi, mengalir begitu saja.
Sejalan dengan laku yang menjadi kebiasaan, rasa ingin tahu menuntun pada pencarian: tentang teknik dan pemahaman. Membaca karya-karya pujangga yang terkenal dan tersembunyi. Kembali mengenal dasar-dasar: bunyi suara, pola tuang, rima, ritme, makna, makna di balik kata, dan seterusnya. Terus berlatih dan terus belajar dan semakin dahaga.
Puisi-puisi kontemporer dalam buku ini merupakan hasil kontemplasi penulis tanpa tendensi untuk menjadi ujar bijaksana, karena penulis sepenuhnya sadar: setiap tulisan adalah hak pembacanya untuk diinterpretasikan secara personal, yang mungkin berbeda dengan pengartian penulis.
Jika ternyata ada puisi yang Anda rasakan sebagai kata-kata Anda, maka memang puisi itu ditulis sebab Anda dan untuk Anda. Jika tidak, maka tak jadi soal juga.
Karena E.E. Cummings pernah berkata: Puisi hadir untuk Anda dan untuk saya, bukan untuk semua orang.
Maka saya akan terus berpuisi sampai kehabisan kata.
Bandung, 29 Agustus 2016
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
1 Malam 3 Puisi
Sarung yang Tepinya Berumbai
Suatu Sore, Seperti Biasa
Sudah Dekat Kiamat
Kepada Orang Beriman
Wahai (Penguasa) Masa
Bacalah
Puisi Kuburan
Lingkaran Ketidakpastian
Kepada Malam
Jadilah Manusia
Pusat Olah Data Dusta Anak Magang
Hujan Ungu
Luar Batang, Pasar Ikan
Tarian Cinta di Tengah Sawah
Jika Waktu
Enam Hari dan Masih Menulis Puisi
Tergigit Buah Terlarang
Rindu yang Memanggil Pulang
Opera Kucing
Pengakuan Seorang Supir Taksi
Sang Penyair Telah Mangkat, Hidup Penyair!
Pada Hari Puisi Bumi, Mengenang yang Telah Pergi
Stambul Kehidupan
Ensiklopedia Galaktika
Tanpa Bentuk, Tanpa Nama
Merah, Hijau, Biru, Ka!
Sang Pencerah
Aku Menulis Karena
Dengan Puisi
Cemara Jatuh
Bukan Pilihan
Lelaki Berpayung Amarah
Sumber Inspirasi
Sepotong Bulan Sabit di Lut Tawar
Atas Nama Teror
15 Ayat-Ayat Gombal
Menguar Benci
Kelak Bahagia
Berani Suci
Rancak Si Boim
Tentang Penulis
1 Malam 3 Puisi
Bulan Hampir Pergi
bocah anak tetangga dua tahun,
berdiri di pintu pagar jalan masuk
menunjuk ke langit
mengarah bulan yang tipis
saat membuka laman linimasa,
seorang manusia dipuja
melebihi iman pada Tuhan
tak boleh dikritik, jangan
hati ikal pada kaum sendiri
mungkin bukan dasar karakter
tapi kimiawi, cinta mati
pada tetes hujan pertama
kawat duri dan daun gemetar,
mengangkat suram kutukan
menampar kesadaran
kepada yang mengaku beriman
menjual ayat memuja pendusta
kandungan ilmu jadi dosa
sesiapa yang tak percaya Tuhan
urat kaku membela idola
kau menuhankan berhala
Buku Terakhir
hanya bintang-bintang jauh, pucat
sekecil telur ngengat.
di negeri ini, kau menjadi orang
yang tidak pernah ingin menjadi
patung di sepanjang jalan,
seorang pria bersenjata gelar
bersembunyi di pendar neon
berbisik di telapak tangan
di antara surat berisi undangan
pernikahan dan pelantikan
seperti biasa,