Kearifan Jawa
Oleh Bambang Udoyono
3/5
()
Tentang eBuku ini
Kearifan Jawa tercermin dalam banyak peribahasa dan pepatah Jawa. Itu adalah saripati ilmu kehidupan yang berdasarkan pengalaman panjang orang Jawa mengarungi samudera kehidupan. Agar tidak hanya orang yang memahami bahasa Jawa saja yang bisa memetik manfaatnya maka saya tulis dalam bahasa Indonesia. Di dalamnya ada keindahan bahasa, ada kiat menghadapi naik turunnya gelombang kehidupan. Mereka ibarat mutiara yang sangat berharga. Apabila dipahami dengan baik dan diterapkan dengan baik maka insya Allah banyak manfaatnya.
Bambang Udoyono
Bambang Udoyono is a writer, a tourist guide and a tour leader. He conducts inbound tours to Indonesia and outbound tours abroad. He writes books on tourism, English, and culture. Based on his experience he writes this book.
Baca buku lainnya dari Bambang Udoyono
Dunia yang Menyesatkan Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Menata Hati Seluas Samudra Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Kumpulan Artikel Motivasi dan Spiritualitas Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Kearifan Global Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Ringkasan Kisah Wayang Jawa Mataraman Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Mumpung gedé rumbulané, mumpung jembar kalangané Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Kumpulan Artikel Pendidikan Keluarga Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Perburuan Wahyu Cakraningrat Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Panji Jayeng Sabrang Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5
Terkait dengan Kearifan Jawa
E-book terkait
Mumpung gedé rumbulané, mumpung jembar kalangané Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda: Tafsir-Tafsir Pantun Sunda Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Hermeneutika Sunda: Simbol-Simbol Babad Pakuan/Guru Gantangan Penilaian: 4 dari 5 bintang4/540 “Jurus Mabuk” Menulis: Panduan Menulis untuk Pemula Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Meneladani Sikap & Perilaku Nabi Muhammad SAW Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Ilusi Dari Kebahagiaan: Memilih Cinta Di Atas Ketakutan Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Mind Heart Connection Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Metaverse, Neuralink & Matinya Negara Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Painkiller: Obat Sakit Hati (Alternate Cover) Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Sajak Sang Pencari Inspirasi Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Tuhan Mencintaimu Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Islam Dan Akal Sehat: Versi Lengkap Penilaian: 3 dari 5 bintang3/59 Alasan Kenapa Penguasa Dinasti Han Bukan Leluhur Minahasa Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Pengantar psikologi emosi: Dari Darwin hingga ilmu saraf, apa itu emosi dan bagaimana cara kerjanya Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianL Factor Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianJiwa Bahagia Hidup Sejahtera Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Solo: Cara dan Trik Traveling Sendirian Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Hidup dan Masalah Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianPerburuan Wahyu Cakraningrat Penilaian: 2 dari 5 bintang2/5Setan-Setan dan Bagaimana Menangani Mereka Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Bagaimana cara memperbaiki dunia Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianKata-kata Harmoni dan Cerita Lainnya Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianApa Artinya Menjadi Cerdik Seperti Ular Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Hati Yang Purnama Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Keterikatan kuantum dan ketidaksadaran kolektif. Fisika dan metafisika alam semesta. Interpretasi baru Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Rindu yang Memanggil Pulang Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Seni Mengikuti Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Tapol Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Di Jalan Spiritualitas dan Cerita Lainnya Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaian
Filsafat untuk Anda
The Cryptosociety Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Transhumanisme untuk Pemula Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Semua warna belitan kuantum. Dari mitos gua Plato, sinkronisitas Carl Jung, hingga alam semesta holografik David Bohm Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Keterlibatan kuantum dan semua warnanya. Dari mitos gua Plato, ke sinkronisasi Carl Jung, ke alam semesta holografik David Bohm. Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianKuasa Pengurbanan Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Politik Sayap Atas: Sebuah Supremasi Tubuh Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Adakah ini berlaku kepada anda juga? Kebetulan aneh, firasat, telepati, mimpi kenabian. Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianTerjemahan Dan Makna Surat 108 Al-Kautsar (Nikmat Yang Berlimpah) The River of Paradise Versi Bilingual Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Keindahan Manajemen Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Keterikatan kuantum dan ketidaksadaran kolektif. Fisika dan metafisika alam semesta. Interpretasi baru Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Kitab Hadist Sunan An-Nasa'i Ultimate Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5Keterikatan kuantum dan sinkronisitas peristiwa Penilaian: 0 dari 5 bintang0 penilaianFizik kuantum dan sub-sedar kolektif. Fizik dan metafizik alam semesta. Tafsiran baru Penilaian: 3 dari 5 bintang3/5Panduan Wudhu Tayamum Untuk Melaksanakan Ibadah Shalat Sesuai Syariah Islam Penilaian: 4 dari 5 bintang4/5Teori bipolar dunia:Jalan ke komunisme ditemukan dalam struktur evolusi sejarah dunia Penilaian: 5 dari 5 bintang5/5
Ulasan untuk Kearifan Jawa
4 rating0 ulasan
Pratinjau buku
Kearifan Jawa - Bambang Udoyono
1.Tepo seliro.
KALI INI KITA AKAN membahas lagi kearifan lokal dari Jawa yang menjadi bukti bahwa kebudayaan nènèk moyang kita sudah sangat tinggi. Tingginya kebudayaan tidak hanya diukur dari capaian keuangan saja, tidak dari capaian pembangunan fisik saja (meskipun kita punya juga Borobudur dll yang merupakan capaian tinggi), tapi juga adat istiadat, seni, dan tidak kalah penting adalah tata krama. Nènèk moyang kita adalah orang yang sangat beradab. Buktinya mereka mewariskan ajaran tata krama yang berdampak sangat baik kepada masyarakat kalau kita mampu menerapkan dengan baik. Mereka mampu menciptakan frasa yang hanya dua kata, tapi sangat dalam maknanya yaitu ‘tepo seliro’ Artinya dalam bahasa Indonesia kira kira tenggang rasa.
Almarhum ayah saya dulu sering menasehati saya dengan frasa ini. Menurut beliau orang yang beradab adalah orang yang mampu melihat dari sisi orang lain atau merasakan perasaan orang lain. Masih menurut beliau, caranya menurut orang Jawa adalah dengan menerapkan pada diri sendiri perkataan atau perbuatan. Kata seliro atau sariro artinya adalah diri sendiri. Jadi kata ayah saya, kalau mau berbicara atau berbuat pikirkan dulu jika diterapkan pada diri sendiri bagaimana perasaan kita. Kalau mau omong kasar ke orang lain, bayangkan maukah kita dikasari orang? Kalau tidak mau ya jangan berkata kasar ke orang lain. Kalau mau menyakiti hati atau fisik orang lain coba terapkan ke diri sendiri. Maukah anda disakiti hati atau fisik anda? Kalau tidak mau ya jangan.
Saya kira inilah salah satu aspek budaya Jawa yang sangat unggul. Saya bisa mengatakan unggul karena tidak hanya berhenti pada norma, tapi sudah sampai pada cara, atau teknis mengatasi egoisme. Kita mestinya sudah sering mendengar anjuran agar tidak egois, tidak hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok sendiri. Tapi anjuran itu tidak memberi cara bagaimana mengatasi egoisme. Sedangkan nènèk moyang kita sudah lebih maju. Mereka punya cara yang bisa dijalankan, seperti di atas tadi. Terapkan pada diri sendiri. Kalau anda keberatan maka orang lain juga pasti keberatan.
Kita tengok kasus Prancis terkini ketika ada seorang guru sekolah di Prancis dibunuh. Pembunuhan memang kejahatan. Itu perbuatan melanggar hukum. Meskipun demikian perbuatan itu tidak berdiri sendiri. Ada pemicunya yaitu pelecehan sang guru kepada nabi Muhammad saw. Itulah contoh orang yang tidak memiliki tepo seliro . Dia memaksakan kehendaknya. Dia maunya bebas berbicara, berekspresi, tanpa peduli perasaan orang, tanpa peduli prinsip orang. Tanpa mau menghargai prinsip orang. Nabi Muhammad saw adalah sosok yang sangat dihormati dan dicintai oleh Muslim seluruh dunia lalu dia melecehkan dan berharap Muslim senang hati dan menghormatinya. Apakah itu beradab? Sila dinilai sendiri.
Di Indonesia semoga tidak terjadi kejadian seperti itu. Semoga tidak ada orang yang maunya dihargai tapi tidak mau menghargai prinsip, perasaan, dan marwah orang lain. Meskipun demikian tidak sedikit orang yang akhir akhir ini rajin memakai kata kata kasar di medsos. Sedangkan nènèk moyang kita mengajarkan tata krama. Perilaku mereka beradab atau tidak sila dinilai sendiri.
Mari kita kembali ke ajaran tata krama nènèk moyang yaitu tepo seliro. Terapkan pada diri anda sendiri kata kata dan perbuatan yang akan atau sudah anda terapkan pada orang lain. Jadikan ini sebagai pertimbangan untuk berkata kata dan bertindak. Kalau anda melakukannya dengan baik maka anda akan menjadi orang yang sopan santun, orang yang beradab. Jangan kecewakan orang tua kita yang sudah mendidik kita agar menjadi orang beradab.
Jika semua orang, semua pihak mampu menerapkan tepo seliro maka insya Allah pergaulan akan enak, hubungan antar manusia, antar komunitas akan harmonis. Konflik akan tercegah. Kerjasama antar unsur akan manis sehingga semua bisa bekerja sengan tenang, tidak perlu diganggu oleh keributan yang tidak perlu.
Monggo berkontribusi positif kepada masyarakat dengan menerapkan tepo seliro.
Foto 1. Novel baru saya. Kisah konflik seru dengan latar belakang sejarah Jawa.
2. Adigang, adigung, adiguna
KALI INI KITA AKAN membahas lagi kearifan lokal dari Jawa yang tertulis dalam Serat Wulangreh karya Sunan Paku Buwono IV. Ketiga kata tersebut kira kira artinya sombong, arogan, takabur. Untuk memahaminya mari kita baca dalam bahasa Jawa.
Ketiganya diibaratkan sebagai sifat binatang kijang, gajah dan ular. Berikut ini syairnya.
Si kidang ambegipun, angandelaken kebat lumpatipun, pan si gajah angandelken gung ainggil, ula ngandelaken iku, mandine kalamun nyakot.
(Si kijang sifatnya, mengandalkan lompatannya, sedangkan si gajah mengandalkan tinggi besarnya, ular mengandalkan gigitannya)
Iku upamanipun, aja ngandelaken sira iku, suteng nata iya sapa kumawani, iku ambeke wong digang, ing wasana dadi asor.
(Itulah perumpamaannya, jangan mengandalkan kamu itu anak raja tidak ada yang berani, itulah sifat orang adigang, akhirnya bisa jatuh)
Adiguna puniku, ngandelaken kapinteranipun, samubarang kabisan dipundheweki, sapa bisa kaya ingsun, togging prana nora enjoh.
(Adiguna itu mengandalkan kepintarannya, bisa melakukan banyak hal, siapa yang bisa seperti saya)
Ambek adigung iku, angungasaken ing kasuranipun, para tantang candhala anyenyampahi, tinemenan nora pecus, satemah dadi geguyon.
(Adigung itu menyombongkan kekuatannya, tapi sejatinya tidak mampu, akhirnya menjadi bahan pelecehan)
Ing wong urip puniku, aja nganggo ambek kang tetelu, anganggowa rereh ririh ngati-ati, den kawangwang barang laku, kang waskitha solahing wong.
(Orang hidup itu jangan memiliki tiga sifat tersebut, pakailah sifat hati hati, pikirkan semua tindakan, waspada dengan tingkah orang)
Sunan PB II adalah seorang raja yang arif bijaksana. Beliau tidak