Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Pendekar Pedang Naga Menangis: Malaekat Putih: Seri Pendekar Pedang Naga Menangis, #1
Pendekar Pedang Naga Menangis: Malaekat Putih: Seri Pendekar Pedang Naga Menangis, #1
Pendekar Pedang Naga Menangis: Malaekat Putih: Seri Pendekar Pedang Naga Menangis, #1
eBook94 halaman1 jam

Pendekar Pedang Naga Menangis: Malaekat Putih: Seri Pendekar Pedang Naga Menangis, #1

Penilaian: 5 dari 5 bintang

5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Diadaptasi dari film full action produk Hollywood yang dibintangi aktor Keanu Reeves yang diolah menjadi cerita silat.

 

Tentang Han Liong, pendekar yang pernah menjadi pembunuh bayaran, yang terpaksa berurusan dengan Perkumpulan Kembang Merah
setelah kuda kesayangannya dicuri dan dibunuh.

 

Cerita silat ini diberi bumbu asmara yang melibatkan sosok cantik jelita yang dijuluki Malaekat Putih.

 

Bagaimana kisah selengkapnya? Dan siapa sebenarnya Malaekat Putih itu? 
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis7 Feb 2021
ISBN9781393380702
Pendekar Pedang Naga Menangis: Malaekat Putih: Seri Pendekar Pedang Naga Menangis, #1

Baca buku lainnya dari Fary Sj Oroh

Penulis terkait

Terkait dengan Pendekar Pedang Naga Menangis

Judul dalam Seri Ini (1)

Lihat Selengkapnya

E-book terkait

Fiksi Aksi & Petualangan untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Pendekar Pedang Naga Menangis

Penilaian: 5 dari 5 bintang
5/5

3 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Pendekar Pedang Naga Menangis - FARY SJ OROH

    Dendam itu nyata

    Asmara itu nyata

    Hasrat dan impian,

    Mungkinkah menjadi nyata?

    Kisah ini terinspirasi dari sebuah film aksi Hollywood yang dibintangi Keanu Reeves

    Dengan sentuhan cerita silat

    Dan bumbu asmara yang menggetarkan

    DITERBITKAN OLEH

    DAUNILALANG PUBLISHING

    Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh cerita ini tanpa ijin tertulis dari penerbit

    Pertanyaan dan saran:

    faryoroh@gmail.com

    www.faryoroh.com

    1

    Sapu Tangan Berwarna Hijau

    ––––––––

    KUDA bagus...

    Bun Han Liong yang sedang mengikat kudanya di depan kedai, menoleh sedikit, dan mengangguk. Ini bukan yang pertama kali dia mendengar orang memuji kudanya. Kuda miliknya ini memang bagus. Kuat, besar dan gagah. Kuda miliknya juga sangat menarik perhatian karena bulu-bulunya yang putih. Sangat putih. Jauh lebih putih dari salju yang kini menutupi permukaan tanah.

    Berapa harganya? Orang itu kembali bertanya.

    Han Liong melirik sekilas. Orang ini bukan yang pertama yang menanyakan harga kudanya. Barang yang bagus memang selalu menarik minat orang untuk membeli.

    Kuda ini tidak dijual, kata Han Liong singkat.

    Begitukah? Tak ada barang di dunia ini yang tidak dijual, termasuk kuda. Semua ada harganya. Bahkan manusia juga ada harganya dan bias dibeli...

    Hmmm

    Han Liong yang awalnya tak tertarik menanggapi, terpaksa melirik. Yang berbicara sejak tadi adalah lelaki muda. Berusia dua puluhan tahun. Dia mengenakan pakaian berwarna kuning, dengan wajah kuning. Ketika tersenyum, terlihat kalau giginya juga berwarna kuning. Dia mengenakan ikat kepala berwarna merah dengan simbol kembang. Ikat pinggangnya juga berwarna merah dengan simbol yang sama, kembang.

    Ada hal tertentu di dunia ini yang tidak dijual, Han Liong berkata dingin, termasuk kudaku ini. Pek Ma bukan sekedar tunggangan. Dia temanku.

    Dia kemudian menoleh ke kudanya dan dengan lembut menepuk kepala kuda putihnya itu. Banyak hal telah kami lalui, dan masih banyak hal yang akan kami lewati. Kudaku ini tidak dijual dan tak akan pernah dijual.

    Kuda putih itu meringkik, seakan setuju dengan yang dikatakan tuannya.

    Kau pasti orang baru di sini... Pemuda itu kembali berbicara.

    Aku memang orang baru di sini, jawab Han Liong.

    Karena kau orang baru, kau tidak tahu bahwa tak ada orang yang menolak permintaan Ang-lian-pang (Perkumpulan Kembang Merah).

    Han Liong tersenyum kecut. Ternyata Pekumpulan Kembang Merah. Dia pernah mendengar tentang perkumpulan ini. Kabarnya mereka memiliki banyak anggota berilmu tinggi. Nama besar perkumpulan ini bahkan bergema hingga ke Kotaraja.

    Kabarnya Perkumpulan Kembang Merah menguasai perdagangan garam dan jual beli kain sutra di seputaran Sungai Kuning. Sama halnya dengan perkumpulan lainnya, bisa diduga kalau mereka juga menguasai perjudian dan pelacuran di sejumlah kota, termasuk kota ini.

    Nama besar perkumpulan ini rupanya membuat anggotanya besar kepala. Seperti halnya pemuda kuning ini. Kebesaran dan kehebatan memang terkadang berbareng dengan meningkatnya kesombongan.

    Di kota ini, mungkin penduduknya takut pada Perkumpulan Kembang Merah. Namun aku tidak takut pada siapa-siapa...

    Hal Liong menatap pemuda itu, dan kemudian memasuki kedai yang riuh rendah.

    Mata pemuda itu menyipit. Wajahnya mengeras. Dia menatap Han Liong yang kini duduk dengan nyaman di dalam kedai.

    Pemuda itu menjentikkan jarinya. Tiga lelaki dengan sigap mendekatinya. Ketiga lelaki itu juga mengenakan pakaian serba kuning, dengan ikat kepala dan ikat pinggang berwarna merah.

    Aku tetap menginginkan kuda ini. Lanjutkan dengan Rencana Gagak Hitam. Kuda ini harus menjadi milikku. Si pemuda itu berbisik lirih.

    Ketiga lelaki itu mengangguk.

    Segera dilaksanakan, Tuan Muda Ketiga...

    ***

    Sangat menyenangkan ketika perut kosong diisi dengan bebek panggang.

    Sangat menyenangkan ketika perut kosong diisi bebek panggang bersama arak.

    Sangat menyenangkan ketika perut kosong diisi bebek panggang bersama arak dan ditemani dua gadis cantik.

    Dua gadis itu segera duduk di dekat Han Liong, tak lama setelah makanan disajikan. Mereka berwajah cantik, dengan wajah yang putih bersih. Mata mereka bercahaya. Bibir mereka terlihat ranum ketika tertawa.

    Kedua gadis ini masing-masing mengenakan pakaian biru dan hijau.

    Ini bukan yang pertama kali Han Liong didekati gadis cantik ketika sedang makan. Biasanya gadis-gadis itu segera menjauh ketika tahu kalau Han Liong bukan pemuda berada.

    Namun kedua gadis ini berbeda.

    Mereka terlihat sangat ramah.

    Mereka juga memesan arak sambil mengeluarkan kepingan perak.

    Kongcu terlihat lelah. Biar kami menemani kongcu... Gadis berbaju biru tertawa sambil mengisi cawan Han Liong dengan arak.

    Han Liong pura-pura tidak mendengar.

    Dia meneruskan makan, dan sesekali minum. Dia tidak menanyakan nama kedua gadis ini. Mereka juga tidak menanyakan namanya.

    Dia tidak tahu kenapa kedua gadis ini mendekatinya. Memang, Han Liong menyadari kalau wajahnya lumayan tampan. Namun dia juga tahu bahwa ketampanan wajahnya belum cukup untuk membuat dua gadis asing mendekatinya dan bahkan mentraktirnya arak.

    Yang pasti, kedua gadis ini rupanya hendak membuat dia mabuk. Dalam hati Han Liong tertawa. Untuk membuat dia mabuk, kedua gadis ini setidaknya harus menyajikan 50 guci arak. Jika hanya lima guci, itu bukan apa-apa

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1