Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua: Api: Kisah Para Waraney
Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua: Api: Kisah Para Waraney
Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua: Api: Kisah Para Waraney
eBook137 halaman1 jam

Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua: Api: Kisah Para Waraney

Penilaian: 3.5 dari 5 bintang

3.5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Dusun Taara di Walak Tombulu diserbu, seluruh penghuninya, termasuk perempuan dan anak-anak tewas. Walak Tombulu berencana membalas dendam dan menyerbu Walak Touwariri yang diyakini sebagai pelaku.

Sementara itu, Dusun Le'emo di Walak Touwariri juga diserang, dan pelakunya diyakini adalah Walak Tombulu. Kedua walak yang bertetangga ini terancam perang saudara mati-matian.

Makoro, lulusan papendangan Kalabat pun terpaksa turun tangan memecahkan misteri di balik penyerbuan ini, termasuk mencegah pertumpahan darah...
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis5 Feb 2019
ISBN9781386568957
Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua: Api: Kisah Para Waraney

Baca buku lainnya dari Fary Sj Oroh

Penulis terkait

Terkait dengan Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua

Judul dalam Seri Ini (2)

Lihat Selengkapnya

E-book terkait

Fiksi Umum untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua

Penilaian: 3.5 dari 5 bintang
3.5/5

2 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Pendekar Negeri Minahasa Buku Kedua - FARY SJ OROH

    DITERBITKAN OLEH

    DAUN ILALANG PUBLISHING

    Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

    KISAH INI ADALAH FIKSI DAN BERSIFAT KHAYALAN

    Persamaan nama orang, tempat atau kejadian dengan peristiwa sebenarnya itu hanya kebetulan semata

    KISAH SEBELUMNYA

    Lenas, lulusan papendangan Kalabat melakukan penyelidikan ke Walak Toubeke. Di sana, tanpa diduga dia menyakssikan Nara, putri Kepala Walak Toubeke yang sedang mandi.

    Ketika berusaha melarikan diri, dia terkepung musuh. Dalam keadaan terjepit, tanpa diduga muncul dua rekannya sesama lulusan papendangan Kalabat, yakni Kannu dan Osei. Lenas pun berhasil lolos, meski itu harus dibayar dengan tewasnya Osei.

    1

    Murka Pada Samudera, Meraung Pada Angkasa

    MELIHAT Kannu terduduk lesu, salah seorang dari Se Siouw Kaka’rot Pawunu diam-diam menyerang ke arah punggung. Namun dia terlalu meremehkan Kannu. Kendati bersedih, waranei dari Walak Touwasian ini selalu waspada. Ketika mendekati Osei, Kannu tidak pernah melepaskan kedua golok dari genggaman. Ketika menutup mata Osei yang meregang nyawa, dia melakukan dengan golok di tangan.

    Mendengar serangan, Kannu tiba-tiba melakukan gerakan tak terduga. Kannu yang tadinya duduk, tiba-tiba merendahkan tubuhnya ke belakang, seperti gerakan setengah ‘kayang’. Sambil merendah dia menusukkan golok yang dipegang tangan kanan ke si penyerang. Inilah jurus Sumeleng an Somoy Ma’sere Lalan Wereng (Menoleh ke Belakang Melihat Jalan Terang), jurus kesebelas dari rangkaian ilmu Pepatil Soma' Serap Kayobaan (Golok Sakti Rembulan Dunia).

    Si penyerang kaget ketika sebilah golok tiba-tiba berada di depan dada. Dia melompat ke belakang. Namun Kannu sudah menyiapkan serangan susulan. Sambil memutar tubuh Kannu merangsek. Golok di tangan kirinya menembus leher si penyerang.

    Kannu berdiri gagah. Rambutnya yang riap-riapan menerpa wajahnya. Matanya membayangkan kemarahan bercampur kesedihan. Air mata yang setengah mengering terlihat di pipi.

    Aku akan mengadu jiwa dengan kalian.... Sambil menjerit Kannu menyerang ganas, tanpa memikirkan pertahanan.

    Kedukaan yang memuncak memang bisa membuat seseorang kehilangan akal sehat. Seperti yang menimpa Kannu. Duka setelah menyaksikan saudara seperguruannya menghembuskan nafas terakhir tepat di depan mata, membuat Kannu nekat.

    Dia menyerang kalang kabut ke arah enam anggota Se Siouw Kaka’rot Pawunu (9 Cakar Maut) yang masih tersisa. Kedua tangannya mengayun silih berganti. Jurus Pepatil Soma’ Kimemu Siouw Alawa’ (Golok Sakti Menghancurkan 9 Langit), jurus kelima dari ilmu Pepatil Soma’ Serap Kayobaan  memaksa keenam cakar mundur.

    Namun Kannu terus merangsek. Dia melompat dan kembali menyerang membabi buta. Tiba-tiba dia berteriak, dan kedua goloknya disambitkan. Itulah jurus pamungkas dari Pepatil Soma’ Serap Kayobaan. Menyambitkan kedua golok merupakan bagian dari jurus Kumonta Patar Mange an Alawa’ si Yaku Oka (Melangkah Datar ke Langit Biar Aku yang Jalani).

    Golok yang dilemparkan dengan tangan kiri mengena telak di dada seorang anggota 9 Cakar Maut. Dia ternganga dan nyaris tidak percaya melihat dadanya ditembus golok. Dia lalu menoleh ke arah gurunya, Oko-Chak, dan kemudian jatuh terguling. Jarak dengan Kannu terlalu dekat sehingga sambitan golok tak bisa dihindari.

    Sambitan golok dengan tangan kanan mengarah ke Oko-Chak. Namun si Pengawal Matahari ini dengan sigap melompat menghindar. Golok terus meluncur, dan akhirnya menancap di dada kiri Chopras, Devas Nag, si Dewa Ular dari Bharat.

    Tak ada jeritan yang keluar dari mulut Chopras. Dengan dingin dia melihat sebilah golok yang tertancap hampir setengah di dadanya. Dengan perlahan dia mencabut golok itu. Tak ada darah yang menetes. Masih dengan raut wajah dingin Chopras mengamat-amati golok yang baru saja memanggang dadanya.

    Hmmm golok bagus. Ini, kukembalikan padamu... Chopras balas melemparkan golok ke pemiliknya.

    Kannu hanya melihat seberkas cahaya berkelebat ke arahnya. Tak mau mengambil resiko, dia segera melompat ke samping. Golok yang dilontarkan Chopras mengiris tipis bajunya, terus menghujam ke pagar bambu hingga tembus dan tak terlihat lagi!!!

    Chopras memperagakan ilmu kebal yang menjadi salah satu andalannya, Sau Isvara Chanda (Seribu Suara Nyanyian Sunyi). Dengan ilmu yang dipelajarinya dari pertapa Himalaya ini, Chopras bisa tidur di ‘kasur’ paku, dan membuat tubuhnya kebal terhadap berbagai senjata tajam.

    Begitu menghindar dari serangan balik Chopras, Kannu kembali menyerang. Setelah sambitan goloknya tidak berbuahkan hasil, dengan tangan kosong dia menyerang Oko-Chak. Kannu memang memiliki dendam sedalam lautan pada Oko-Chak, yang diyakininya sebagai penyebab tewasnya Osei.

    Sambil berteriak nyaring Kannu menyerang Oko-Chak menggunakan jurus Sanga Par Tumotongko Soma’ Medo Rano (Sepasang Ular Sakti Mengambil Air), jurus keempat dari ilmu dahsyat Mapulu wo Walu Sakalele ne Tumotongko Soma’ (18 Jurus Ular Sakti). Dia menyerang dengan seratus persen Keter Soma’ Tanu Siouw Endo (Tenaga Sakti Sembilan Matahari).

    Oko-Chak melihat deru angin kencang mendahului pukulan. Dia menghindar ke samping, namun Kannu sudah mengantisipasi. Kannu memiringkan tubuhnya menurut jurus Tumotongko Soma’ Mowe Nipus (Ular Sakti Menggoyang Ekor), masih dengan seratus persen kekuatan, dan tangan kanannya menghajar.

    Brukkk.... Punggung Oko-Chak terkena pukulan. Dia terlempar dan langsung memuntahkan darah segar.

    Melihat Oko-Chak terkapar, Kannu terus mengejar. Sambil mengerahkan jurus Tumotongko Soma’ Tumewel witu si Endo (Ular Sakti Terbang ke Matahari) dia melompat tinggi, dan kemudian menghujamkan tendangan ke arah Oko-Chak. Si Pengawal Matahari berusaha menghindar, namun pukulan Kannu datang bagaikan kilat. Sambil menjerit ngeri Oko-Chak meregang nyawa.

    Serangan yang dilakukan Kannu berlangsung sangat singkat, hanya setarikan nafas, hingga rekan-rekan Oko-Chak tak mampu bereaksi dan memberikan bantuan.

    Kannu berdiri tegak. Nafasnya terengah. Peluh mengalir deras. Dia kemudian menatap langit dan berbisik lirih, Osei.... Dendammu sudah terbalas. Beristirahatlah dengan tenang....

    Pemuda ini melihat sekelilingnya. Tak ada harapan untuk melarikan diri, dan dia memang tak punya keinginan untuk kabur. Dia pasti tewas, namun kalau pun itu terjadi, dia akan mengamuk sehingga arwahnya tidak akan pergi ke langit Kasendukan sendirian.

    Kannu melangkah perlahan, dan sekonyong-konyong dia melompat ke arah para prajurit. Tangannya berayun cepat. Jurus Amean ne Tumotongko Soma’ (Tangisan Ular Sakti) memperlihatkan keampuhannya. Seorang prajurit terlempar dengan dada remuk.

    Kannu terus mengamuk. Dia menyambar golok yang terlepas dari tangan prajurit yang baru diserangnya. Dengan golok di tangan Kannu makin beringas. Dia menggunakan jurus  Maupi’ si Tasik Ma’uwang si Alawa’ (Murka pada Samudera Meraung pada Angkasa), jurus kesepuluh dari Sakalele Soma’ Pepatil Marinca Lour (Silat Sakti Golok Pengacau Lautan), ilmu andalan Walak Touwasian, dan menerjang. Dua prajurit kembali roboh mandi darah.

    Tiba-tiba sesosok bayangan muncul dan langsung menyerang Kannu.

    Kannu menapaki serangan dengan jurus  Tumotongko Soma’ Mowe Nipus. Si Bayangan berkelit, tangannya bergerak cepat ke arah punggung.

    Tukkkk.... Kannu merasa punggungnya  ditusuk, dan dia kemudian roboh. Si Bayangan telah menotoknya tepat di jalan darah, membuat kekuatannya lumpuh. Si Bayangan ternyata seorang lelaki bertubuh tinggi, mengenakan pakaian biru panjang sederhana, dengan ikat pinggang kain putih. Wajahnya bengis dan berwibawa, serta memancarkan aura kematian yang menakutkan. Si Bayangan adalah Ukung Toroa’, Kepala Walak Toubeke.[]

    2

    Saling Pandang Tanpa Kata

    TOROA’ memandang Kannu yang tergeletak tak berdaya. Dia lalu mengedarkan pandangannya melihat belasan anak buahnya yang tergolek mandi darah. Pandangannya berhenti pada sosok Oko-Chak, yang dadanya hancur.

    Apa yang terjadi di sini...

    Si penyusup mencoba melarikan diri. Dia nyaris tertangkap, namun muncul dua rekannya. Mereka lulusan Papendangan Kalabat, jelas Panowanang.

    Toroa’ mengangguk-anggukkan kepala. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. Hmmm... Di mana sekarang penyusup itu...

    Dia berhasil kabur. Si penyusup dikejar sang puteri... jawab Panowanang.

    Wajah Toroa’ kontan berubah. Nara mengejar si penyusup? Panowanang, cepat kau susul sang puteri. Bantu dia...!!!

    Panowanang mengangguk dan segera berkelebat ke arah lenyapnya Lenas dan Nara.

    Toroa’ termenung menyaksikan Panowanang yang hanya dalam sekejap berubah menjadi titik hitam dan menghilang. Meski dikenal sebagai Ukung yang kejam dan bengis, namun Toroa’ sangat mencinta puteri semata wayangnya. Walau tahu kalau putrinya sudah menguasai ilmu bela diri yang tinggi, namun dia tetap merasa khawatir. Biar bagaimana pun putrinya masih sangat muda dan belum berpengalaman.

    Si penyusup tidak akan pergi jauh. Dia sudah terluka, kata Chopras.

    Toroa’ menganggukkan kepala dan kemudian memerintahkan prajuritnya untuk

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1