Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Malin Kundang: Si Arcaraga
Malin Kundang: Si Arcaraga
Malin Kundang: Si Arcaraga
eBook67 halaman43 menit

Malin Kundang: Si Arcaraga

Penilaian: 4 dari 5 bintang

4/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Namaku Malin Kundang. Kau mungkin pernah mendengar cerita dongeng tentangku. Tentang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu.

Percayalah, itu bukan dongeng. Selama berabad-abad aku menjadi batu, hingga karena sesuatu yang tak kumengerti, aku hidup lagi. Menjadi manusia di era yang sudah berubah.

Dengan anugerah yang diberikan Dewata, aku mencoba membuat perubahan. Aku mencoba menebus kesalahan di masa lalu. Dengan menjadi pembasmi kejahatan.

Ini kisahku...

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis12 Nov 2019
ISBN9781393861140
Malin Kundang: Si Arcaraga

Baca buku lainnya dari Fary Sj Oroh

Penulis terkait

Terkait dengan Malin Kundang

E-book terkait

Kategori terkait

Ulasan untuk Malin Kundang

Penilaian: 3.75 dari 5 bintang
4/5

4 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Malin Kundang - FARY SJ OROH

    DITERBITKAN OLEH

    DAUN ILALANG PUBLISHING

    HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

    Copyright © 2019 Daun Ilalang Publishing

    Namaku Malin. Kau mungkin pernah mendengar cerita dongeng tentangku. Tentang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu.

    Percayalah, itu bukan dongeng. Selama berabad-abad aku menjadi batu, hingga karena sesuatu yang tak kumengerti, aku hidup lagi. Menjadi manusia di era yang sudah berubah.

    Dengan anugerah yang diberikan Dewata, aku mencoba membuat perubahan. Aku mencoba menebus kesalahan di masa lalu. Dengan menjadi pembasmi kejahatan.

    Ini kisahku...

    1

    MALIN namaku. Kau mungkin pernah mendengar dongeng tentangku. Dongeng pengantar tidur tentang anak durhaka yang dikutuk Dewata menjadi batu.

    Kau mungkin akan terkejut jika aku bilang kalau yang kau dengar itu bukan dongeng. Percayalah, itu memang pernah terjadi.

    Aku dikutuk menjadi batu. Atau patung. Atau arca. Terserah kau menyebutnya apa. Namun itu memang benar-benar terjadi.

    Kau juga pasti tak tahu jika kubilang, ketika menjadi batu, aku sebenarnya masih tetap hidup. Aku tak bisa bergerak, tak bisa bernafas dan tak bisa merasakan apa pun. Namun aku tetap hidup. Aku tetap bisa mendengar. Bisa melihat. Nyawaku tetap ada di ragaku yang membeku.

    Dengan nyawa yang terkucil di tubuh yang membeku, aku nyaris menjadi abadi. Abadi dalam diam dan senyap yang panjang.

    Jangan tanya kenapa itu terjadi. Aku tak tahu. Itu kehendak Dewata Yang Agung, dengan rencanaNya yang tak sepenuhnya kupahami.

    Karena bisa mendengar dan melihat, aku menjadi saksi bisu tentang perubahan jaman. Perubahan peradaban. Aku melihat kota megah yang dihancurkan gelombang tinggi dari laut. Aku melihat beraneka kapal entah dari mana, yang menawarkan uang. Juga pedang. Dan darah.

    Aku menjadi saksi bergantinya kerajaan demi kerajaan, era demi era, jaman demi jaman.

    Aku tak pernah tidur, tak bisa tidur, dan tak perlu tidur. Aku melihat dunia yang menjadi lebih tua. Menjadi lebih aneh.

    Dan kemudian, sesuatu terjadi. Sesuatu yang mengubahku.

    Mengubah sejarahku.

    2

    AKU tak bisa mengingat dengan jelas apa persisnya yang terjadi. Yang aku tahu, malam itu hujan turun sangat lebat. Angin bertiup dengan deru yang menakutkan. Gelombang tinggi memukul pantai, dan menghempasku.

    Oh ya, aku dikutuk menjadi batu di sebuah dermaga. Atau setidaknya itu dermaga, ratusan tahun lalu.

    Bergulirnya waktu telah mengubah apa yang dulunya sebuah dermaga megah menjadi pantai sunyi dengan bakau yang tumbuh liar.

    Di pantai sunyi itu aku sendiri, sesekali ditemani camar laut yang bertengger di bahu atau kepalaku.

    Malam itu, seperti biasa, aku sendiri. Tak ada binatang hutan yang berani berkeliaran di tengah hujan lebat dengan topan menderu.

    Seakan belum cukup, dari angkasa kilat menyambar. Menggelegar.

    Dan kemudian terjadilah.

    Sesuatu menyambarku. Mungkin petir. Aku tak tahu pasti. Yang aku tahu, ada yang menyambarku. Semacam sinar yang menyelubungi tubuhku.

    Hanya sekilas. Tak sampai setarikan nafas, dan cahaya itu menghilang.

    Dan aku menyadari sesuatu telah terjadi ketika aku tiba-tiba merasa... dingin.

    Dingin yang aneh.

    Dingin yang basah.

    Dingin yang asing.

    Dingin yang tak pernah kurasakan selama berabad-abad.

    Tak hanya itu. Aku bisa merasakan hamparan hujan di wajahku. Dan sambaran ombak di kakiku.

    Terpaan hujan di wajah membuatku nyaris tersedak. Tanpa sadar aku menggerakkan tanganku, melap wajah.

    Dan saat itu aku sadar.

    DEWATA YANG AGUNG

    AKU BISA... BERGERAK.

    Aku nyaris tak bercaya. Apa ini nyata? Apa aku tidak bermimpi?

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1