Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Pendekar Pemuas Nafsu: Rintih Kenikmatan di Cin-ling-san: Seri Pendekar Pemuas Nafsu, #1
Pendekar Pemuas Nafsu: Rintih Kenikmatan di Cin-ling-san: Seri Pendekar Pemuas Nafsu, #1
Pendekar Pemuas Nafsu: Rintih Kenikmatan di Cin-ling-san: Seri Pendekar Pemuas Nafsu, #1
eBook54 halaman30 menit

Pendekar Pemuas Nafsu: Rintih Kenikmatan di Cin-ling-san: Seri Pendekar Pemuas Nafsu, #1

Penilaian: 3.5 dari 5 bintang

3.5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Bu Seng Kin yang terkena racun mematikan mendatangi kediaman sepasang pendekar sakti yang juga pewaris Yok-Sian (Dewa Obat,
yakni Cia Kun Houw dan Yap Kim Hong di puncak Cin-ling-san.

Bu Seng Kin kemudian mendapati rahasia besar pada suami istri sakti itu. Rahasia yang membuat Seng Kin mengambil resiko, dengan merayu Kim Hong.

Apa selanjutnya yang terjadi? Apakah pendekar perempuan sakti itu akan terhanyut dengan rayuan Seng Kin?
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis14 Sep 2017
ISBN9781540103697
Pendekar Pemuas Nafsu: Rintih Kenikmatan di Cin-ling-san: Seri Pendekar Pemuas Nafsu, #1

Baca buku lainnya dari Tang Bun An

Terkait dengan Pendekar Pemuas Nafsu

Judul dalam Seri Ini (3)

Lihat Selengkapnya

E-book terkait

Komedi Romantis untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Pendekar Pemuas Nafsu

Penilaian: 3.6923076923076925 dari 5 bintang
3.5/5

13 rating1 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    Sangat menghibur, berharap lebih banyak lagi buku cerita sejenis ini. Hadiah 2 jempol !!

    1 orang merasa ini bermanfaat.

Pratinjau buku

Pendekar Pemuas Nafsu - Tang Bun An

Cerita Silat Seri Pendekar Pemuas Nafsu

Diterbitkan oleh

Sungai Telaga Corporation

––––––––

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1

PEGUNUNGAN Cin-ling-san menjulang angkuh layaknya cakar dewa yang menantang. Mega tipis berarak menjadi penghias puncak-puncak gunung yang berjejer tak beraturan.

Pegunungan Cin-ling-san jarang dimasuki manusia karena selain letaknya yang tinggi, juga dipenuhi jurang yang curam dan berbahaya. Para petani yang mencari kayu bakar dan pemburu jarang ada yang berani memertaruhkan nyawa dengan mendaki salah satu dari gunung itu.

Sore itu tak ada yang luar biasa di Cin-ling-san. Burung beterbangan dan saling berkejaran riang. Binatang hutan bersahut-sahutan. Tak ada manusia. Nyaris tak ada karena tiba-tiba binatang hutan dikejutkan oleh berkelebatnya bayangan berwarna putih.

Yang berkelebat itu seorang lelaki yang mengenakan jubah panjang berwarna putih. Dia berambut panjang yang digelung. Wajahnya tampan bersinar dengan mata yang membayangkan kenakalan.

Begitu tiba di kaki salah satu gunung di Cin-ling-san, lelaki itu berhenti. Matanya yang tajam menatap ke lereng gunung yang tersaput mega. Dia menarik nafas panjang dan sambil meringis dia memegang dadanya.

Setelah menarik nafas panjang dia kembali berkelebat. Tubuhnya yang melesat ringan merupakan pertanda kalau lelaki itu memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi.

Tubuhnya meloncat ringan di antara bebatuan, pucuk pohon dan jurang yang menganga. Begitu tiba di pucuk pohon cemara, dia berhenti. Nafasnya terengah. Wajahnya memucat. Dia kembali memegang dada kirinya yang terasa nyeri.

Uh, racun sialan, dia memaki. Racun yang mengeram di tubuhnya membuat dia tak bisa mengerahkan ginkang seperti biasa. Dadanya terasa sakit, seperti ditusuk ribuan pisau berkarat.

Dia menggigit bibirnya. Tidak. Dia harus kuat. Dia harus terus berlari. Para pengejar tak akan berhenti.

Jika dia bisa tiba di lereng gunung, mungkin nyawanya akan terselamatkan. Setidaknya racun yang mengeram bisa dikeluarkan. Semoga.

Dia kembali menarik nafas panjang, mengempos semangat dan berkelebat. Lereng gunung sudah terlihat.

Di lereng gunung itu dia melihat sebuah rumah kayu yang sederhana, namun kokoh kuat. Rumah yang terlihat cantik dan bersih.

Dan dia mendengar suara bentakan. Bentakan nyaring.

Lelaki itu berhenti. Dengan lengan baju dia melap keringat yang membanjiri wajahnya. Nafasnya terengah.

Dia berjalan perlahan ke sebelah timur, asal suara bentakan nyaring itu.

Dan dia tertegun. Bentakan itu ternyata berasal dari mulut seorang perempuan yang sangat cantik. Wajahnya bulat telur dengan hidung yang mancung. Bibirnya memperlihatkan keteguhan dan kekerasan hati.

Perempuan itu bergerak berputar sambil mengayunkan pedang di tangan kanan. Energi dingin dan mengiris terasa dari sambaran pedang itu.

Setiap gerakan pedang membuat tanah seperti dikoyak oleh kekuatan yang tidak nampak.

Pemuda itu berhenti pada jarak yang aman dari hawa pedang dan mengamati dengan penuh kagum. Yang dimainkan perempuan itu bukan ilmu pedang sembarangan, melainkan ilmu pedang nomor satu di Tionggoan. Perempuan jelita itu sedang memainkan Thian-kiam-coat-to (Golok Sakti Pedang Langit), ilmu aneh yang bisa dimainkan dengan pedang atau golok.

Perempuan berusia

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1