Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Menggoda Perawan Alena
Menggoda Perawan Alena
Menggoda Perawan Alena
eBook125 halaman1 jam

Menggoda Perawan Alena

Penilaian: 3.5 dari 5 bintang

3.5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Karena sudah terlanjur berjanji untuk nonton film Spider-Man bersama kekasihnya, Adikara berupaya meminta ijin pada atasannya yang cantik, Alena. Tapi karena mereka sedang berusaha menyelesaikan laporan akhir tahun dan kekurangan tenaga, Alena tak mengijinkan Adikara pergi. Alena bahkan mengunci pintu ruangan.
Supaya Alena mengijinkan dia pergi, Adikara memutuskan untuk bertindak nekat.
Apa yang dilakukan Adikara?
Apa reaksi Alena, gadis cantik yang masih perawan itu?
Ikuti kisahnya yang mendebarkan ini...
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis26 Des 2021
ISBN9798201492137
Menggoda Perawan Alena

Baca buku lainnya dari Enny Arrow

Terkait dengan Menggoda Perawan Alena

E-book terkait

Romansa Kontemporer untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Menggoda Perawan Alena

Penilaian: 3.257142857142857 dari 5 bintang
3.5/5

35 rating1 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    the story is very hot and very enthusiastic and high spirits

Pratinjau buku

Menggoda Perawan Alena - Enny Arrow

Versi baru

Diterbitkan oleh

EnnyArrow Digitals

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Berdasarkan peristiwa yang benar-benar terjadi

1

ADIKARA Pramana melirik ke penunjuk jam di ponselnya. Waktu menunjuk pukul 13.47. Dia menarik nafas panjang. Dia gelisah.

Dia punya janji untuk menonton film dengan kekasihnya. Sang kekasih sudah booking tiket untuk menonton pukul 15.00. Meski jam untuk menonton masih lama, namun seharusnya saat ini dia sudah meninggalkan kantor.

Namun dia ragu apakah bisa meninggalkan kantor, atau ruangan ini.

Dia melirik ke sebelah kanan. Seorang perempuan nampak asyik mengetik di laptop. Sesekali perempuan itu melirik ke catatan di sebelah kirinya.

Perempuan itu memiliki wajah yang bening dengan sepasang mata yang menyorot tajam. Hidungnya mancung dengan bibir merekah yang dihiasi lipstik berwarna lembut. Dia berusia sekitar 25 tahun. Dia mengenakan penutup kepala berwarna kecoklatan dengan pakaian berwarna gelap.

Meski masih tergolong muda namun perempuan cantik jelita bernama Alena Arnita ini merupakan atasannya.

Sebagaimana biasa di semua kantor, menjelang akhir tahun harus ada laporan terkait apa saja yang terjadi selang setahun. Alena yang merupakan Manajer Keuangan, ditugaskan atasan untuk membuat laporan. Alena kemudian membuat tim kecil beranggota Adikara dan Raisa Aminuddin. Mereka bertiga, termasuk Alena, kemudian berupaya menyelesaikan laporan yang dijadwalkan selesai menjelang libur Tahun Baru.

Membuat laporan keuangan itu gampang-gampang susah. Gampang karena tinggal mencocokkan dengan data yang sudah ada. Susah, karena harus dilakukan dengan kecermatan tinggi. Kesalahan atau kekeliruan satu angka saja akan berdampak sangat besar.

Meski sudah bekerja sejak awal Desember, namun kemajuan laporan sangat lambat karena banyak hal yang harus dicocokkan dan dikonfirmasi berulang kali. Terutama karena ada beberapa kegiatan terkait penanganan Covid-19 yang tidak sepenuhnya terdata.

Situasi menjadi lebih runyam karena sejak kemarin, Raisa meminta izin untuk merawat ibunya yang terkonfirmasi positif Covid. Raisa memutuskan untuk merawat ibunya di rumah dan bukannya di rumah sakit. Untuk itu Raisa meminta izin untuk tidak masuk kantor setidaknya menjelang libur Natal.

Karena Raisa sudah meminta izin, maka penyelesaian laporan kini berada di pundak Adikara dan Alena. Itu sebabnya Adikara merasa gelisah. Dia ingin meminta izin untuk pergi pulang cepat guna menonton film. Namun dia tak yakin kalau Alena akan memberi izin.

Meski masih terbilang muda namun Alena merupakan sosok yang sangat disiplin. Dia juga sangat tegas. Selama beberapa hari terakhir dia sangat fokus pada penyelesaian laporan.

Adikara menarik nafas panjang. Dia kembali melirik ke penunjuk waktu di ponsel. Waktu terus berjalan. Mau tak mau, dia harus meminta izin ke Alena.

Maaf mbak, mengganggu sebentar... Adikara berujar perlahan. Sebagai atasan Alena memang lebih suka disapa degan ‘mbak’ dan bukannya ‘ibu’.

Ya kenapa? Alena menyahut tanpa mengalihkan tatapan pada layar laptop.

Aku... aku mau minta izin...

Izin ke mana? Ke kamar kecil? Kamu kan bukan anak kecil yang harus minta izin jika ingin ke kamar kecil... Alena menyahut. Nada suaranya terdengar agak ketus.

Bukan ke kamar kecil mbak, Adikara menjawab. Sambil menarik nafas panjang dia melanjutkan, Aku mau... minta izin... untuk pulang lebih cepat...

Ucapan Adikara membuat Alena menghentikan kegiatannya. Dia menatap Adikara dengan tajam.

Mau pulang cepat kenapa? Ada urusan apa?

Adikara menatap Alena dan cepat-cepat menundukkan kepala. Tatapan Alena sangat tajam. Sepasang matanya yang indah seperti menembus isi kepala Adikara.

Mmm... gini...Sasya mengajakku nonton jam tiga nanti...

Sasya pacar kamu?

Iya mbak. Dia pingin nonton Spider-Man yang terbaru tapi gak suka nonton sendiri. Dia udah booking tiket untuk aku... Adikara berujar perlahan.

Wow. Hebat. Jadi kamu ingin bersenang-senang, bersantai dengan pacar kamu dan meninggalkan aku sendiri menyelesaikan laporan? Alena berujar tajam.

I... iya... eh maksud aku... Adikara tergagap. Jika dipikir-pikir, memang apa yang dimintanya sangat tidak pantas. Mereka sedang berupaya menyelesaikan laporan dan dia bermaksud meninggalkan atasannya sendiri karena dia punya janji nonton film dengan pacarnya.

Gak. Gak boleh. Jika Raisa ada kamu boleh pergi. Tapi dia sekarang gak ada. Jadi hanya ada kita berdua. Enak banget kamu bersenang-senang sementara aku kerja keras menyelesaikan laporan... Alena melirik sekilas ke Adikara dan kembali menatap laptopnya dan melanjutkan pekerjaan.

Adikara menarik nafas panjang. Melihat bagaimana reaksi Alena, kelihatannya dia tak bisa meninggalkan ruangan ini untuk nonton film dengan Sasya. Dia membayangkan wajah kekasihnya. Bagaimana kira-kira reaksi pacarnya jika dia tidak datang?

2

BUNYI nada dering telepon memecah keheningan. Adikara menahan nafas. Siapa yang menelponnya? Apakah Sasya?

Perlahan dia mengambil ponselnya. Ternyata benar. Yang menelponnya Sasya.

Ya Sya? Adikara berujar perlahan sambil melirik ke arah Alena yang sedang mengetik.

Adi, kamu udah di mana? Udah di jalan kan? Aku sekarang udah on the way... Terdengar suara perempuan yang bening.

Aku... aku masih di kantor ini... Masih ada kerjaan. Tapi dikit lagi aku ke sana... Adikara menjawab cepat.

Oke... oke... tapi jangan terlambat ya? Bagusnya sih sebelum setengah tiga kita udah di sana...

Iya Sya... nanti aku usahakan...

Oke Adi, kita ketemu di sana... Love youuu...

Love you tooo...

Pembicaraan berhenti.

Adikara menarik nafas panjang dan melirik ke arah Alena.

Ada satu pepatah penting yang mungkin perlu kau tau, Alena tiba-tiba berbicara.

Maaf?

Pepatah penting itu berbunyi, ‘jangan menjanjikan sesuatu yang tak bisa kau tepati’. Pepatah itu cocok sekali untuk kamu... Alena berujar perlahan sambil menatap Adikara.

Keduanya bertatapan.

Untuk sesaat mereka saling pandang dan Adikara cepat-cepat memalingkan wajah. Tatapan Alena yang cantik jelita ini sangat tajam. Tatapannya benar-benar membuat Adikara salah tingkah.

Adikara bukan jenis laki-laki yang mudah gugup ketika berhadapan dengan perempuan cantik. Tidak. Dia justru sangat berpengalaman ketika bertemu dan berbincang dengan perempuan. Biasanya, justru perempuan yang salah tingkah ketika bertatapan dengannya.

Namun dengan Alena semuanya berbeda. Jelas terlihat kalau gadis cantik ini sama sekali tidak terintimidasi oleh ketampanan

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1