Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda
Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda
Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda
eBook131 halaman1 jam

Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda

Penilaian: 5 dari 5 bintang

5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Karena sering bertemu di bus, Zuraya pun menjalin hubungan mesra dengan Bachtiar. Padahal baik Zuraya maupun Bachtiar keduanya sudah menikah. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Bisakah Zuraya menjaga rahasia hubungan gelapnya itu pada Faisal suamainya?

Ikuti kisah yang mendebarkan ini...
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis28 Feb 2023
ISBN9798215000311
Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda

Baca buku lainnya dari Enny Arrow

Terkait dengan Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda

E-book terkait

Romansa untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda

Penilaian: 5 dari 5 bintang
5/5

1 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Cinta Terlarang Zuraya, Istri yang Tergoda - Enny Arrow

    Versi Baru

    Diterbitkan oleh

    EnnyArrow Digitals

    Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

    Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis penerbit.

    Dibuat berdasarkan kisah yang pernah terjadi

    1

    ZURAYA Meliasari menarik nafas panjang. Dia bisa merasakan debar di dada yang bertalu-talu. Tenggorokannya terasa kering.

    Dia menatap ke hotel melati yang berada di depannya. Hotel yang sepi. Hotel dengan gedung agak kumuh, dengan cat yang sebagian sudah terkelupas.

    Dia sudah berdebar sejak tadi, ketika menerima pesan singkat dari Bachtiar. Zuraya masih berada di kantor ketika menerima pesan singkat itu. Pesan singkat yang seketika membuat Zuraya seolah kehilangan kekuatan.

    Pesan singkat dari Bachtiar berbunyi, Aku udah cek in di hotel yang aku bicarakan kemarin. Aku tunggu kamu sesudah jam kantor...

    Seperti biasa, Zuraya langsung menghapus pesan singkat itu. Semua pesan singkat yang dia terima dari lelaki itu memang langsung dihapusnya, untuk jaga-jaga.

    Meski pesan singkat itu sudah dihapus, namun Zuraya masih mengingat apa yang tertulis. Baris kata dan kalimat dari Bachtiar seakan tercetak di benaknya.

    Bachtiar sudah memesan kamar hotel.

    Bachtiar sudah cek in, dan menunggu kehadiran Zuraya!

    Zuraya kembali menarik nafas panjang. Dia bersandar ke tiang listrik di tepi jalan. Untuk menuju ke hotel itu, dia harus menyeberangi jalan.

    Di sore seperti ini, jalanan lumayan ramai, namun tetap bisa diseberangi.

    Namun Zuraya ragu.

    Apakah dia harus menyeberang?

    Apakah dia harus mendatangi dan memasuki hotel itu?

    Di hotel itu ada laki-laki yang menunggunya. Laki-laki yang bukan suaminya. Laki-laki yang selang beberapa bulan terakhir menjadi kekasih gelapnya.

    Zuraya bisa merasakan hadirnya keraguan di dalam batinnya. Ada sebagian dari dirinya yang menyarankan agar dia segera balik kanan dan beranjak ke halte bus yang akan membawanya ke Bekasi. Namun bagian lain dari dirinya ingin agar dia menyeberang.

    Menyeberang jalan untuk menemui Bachtiar yang telah menunggunya.

    Pembicaraan tentang hotel telah menjadi inti percakapan antara Zuraya dan Bachtiar selang beberapa hari terakhir. Ide itu, tentu saja datang dari Bachtiar.

    Gimana jika kapan-kapan kita ketemuan di hotel? Begitu kata Bachtiar ketika mereka duduk berdampingan di bus.

    Kamu pasti udah gila... Itu reaksi Zuraya.

    Zuraya tidak bercanda, atau berbasa-basi. Dia memang menganggap ide kalau mereka bertemu di hotel itu sebagai ide gila.

    Namun Bachtiar ternyata serius dengan ide gila itu.

    Aku pingin banget memeluk kamu, mencium kamu... Bachtiar berujar perlahan. Suaranya cukup pelan sehingga tak bisa didengar penumpang lain. Namun bagi Zuraya, suara itu seperti petir yang menggelegar di telinganya.

    Bachtiar ingin memeluknya.

    Bachtiar ingin menciumnya.

    Zuraya ingat, saat itu dia merasa wajahnya seperti terbakar. Ada rasa malu yang aneh yang melanda dirinya.

    Rasa malu yang membuat dia berdebar.

    Rasa malu yang membuat dia bimbang. Terutama karena Zuraya menyadari, jauh di lubuk hatinya, dia juga punya keinginan yang sama dengan Bachtiar.

    Dia juga ingin memeluk lelaki itu.

    Dia juga ingin mencium laki-laki itu.

    2

    DENGAN perlahan, dengan sangat hati-hati, Bachtiar memegang tangan Zuraya. Seperti biasa, dia melakukan itu setelah mengamati sekitar dan merasa kalau situasinya aman. Seperti yang lalu-lalu, Bachtiar segera menutupi kedua tangan mereka dengan tas hitam miliknya.

    Aku ingin kita bisa bicara dengan leluasa, dan itu hanya bisa kita lakukan di hotel, Bachtiar berujar perlahan.

    Lho di sini kita juga bisa bicara akan? Zuraya berujar dengan suara perlahan, sambil melirik ke sekeliling.

    Bus yang mereka tumpangi penuh, namun semua penumpang kelihatannya sibuk dengan urusan masing-masing. Sebagian penumpang asyik dengan ponsel di tangan. Sebagian lagi memilih memejamkan mata, beristirahat sejenak setelah seharian bekerja di hiruk pikuknya Ibukota.

    Iya sih, tapi aku pingin banget memeluk kamu. Aku pingin banget mencium kamu. Mencium kamu sepuas mungkin. Gak seperti yang kita lakukan di sini... Bachtiar berujar perlahan sambil mendekatkan bibirnya ke pipi kiri Zuraya.

    Ihhh... Zuraya berujar perlahan sambil kembali menatap sekeliling. Di saat itu dia merasakan kecupan di pipinya.

    Kecupan ringan.

    Kecupan sekilas.

    Kecupan yang dilakukan dengan mencuri-curi.

    Suasana di bus itu kini agak temaram. Sopir bus rupanya merasa belum saatnya menyalakan lampu.

    Suasana temaram di bus itu menguntungkan mereka. Ditambah perilaku tidak peduli dari penumpang lain, aksi kecupan curi-curi itu bisa berlangsung dengan aman dan damai.

    Ini bukan yang pertama Bachtiar mengecup pipi Zuraya. Dia sudah melakukannya ketika hubungan mereka berlangsung sekitar tiga minggu. Bachtiar melakukannya ketika suasana di bus sudah agak gelap.

    Zuraya masih ingat bagaimana gugupnya dia ketika merasakan kecupan bibir Bachtiar di pipinya.

    Hanya ciuman pipi yang dilakukan sekilas, mungkin hanya satu detik. Namun dampaknya sangat besar.

    Itu yang pertama kali Zuraya dicium laki-laki yang bukan suaminya.

    Setelah itu, aksi ciuman curi-curi itu terus berulang, dan biasanya dilakukan di sore hari, menjelang senja, ketika suasana di bus sudah temaram.

    Ada beberapa kali ketika mereka berciuman di bibir.

    3

    CIUMAN di bibir itu juga terjadi ketika Zuraya tidak menyangka dan menduga.

    Saat itu mereka berbincang. Seperti biasa, mereka berbincang ringan namun penuh kemesraan. Mereka berbincang sambil berpegangan tangan yang disembunyikan di bawah tas.

    Saat itu, Zuraya menoleh ke arah Bachtiar.

    Tanpa diduga. Bachtiar memajukan wajahnya.

    Lelaki itu kemudian mengecup bibir Zuraya.

    Hanya kecupan singkat.

    Hanya kecupan sambil lalu.

    Namun karena kecupan itu dilakukan di bibir, dampaknya sangat luar biasa bagi Zuraya.

    Zuraya merasa sekujur tubuhnya bergetar.

    Dia merasa debar di dada bertalu-talu dengan sangat nyaring.

    Entah kenapa, Zura seolah merasa seluruh kekuatannya lenyap.

    Zuraya tak pernah menduga kalau sebuah kecupan ringan di bibir akan menimbulkan dampak seperti itu, namun itu yang dirasakannya.

    Zuraya merasakan hadirnya perasaan asing yang aneh. Perasaan yang selama ini tak pernah dirasakannya ketika dicium oleh Faizal suaminya.

    Saat itu, Zuraya membeku. Dia tak berkata

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1