Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Skandal Zarina, Istri Pemalu
Skandal Zarina, Istri Pemalu
Skandal Zarina, Istri Pemalu
eBook82 halaman40 menit

Skandal Zarina, Istri Pemalu

Penilaian: 4 dari 5 bintang

4/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Gara-gara terserang flu, aku tak bisa mengerjakan laporan bersama Randy temanku, yang kuundang ke rumahku.Aku kemudian
meminta bantuan Zarina istriku menggantikan aku.

 

Ketika aku pura-pura tidur, Zarina muncul dan mengganti pakaiannya dengan kemeja dan rok yang tipis tembus pandang, tanpa
mengenakan pakaian dalam.

 

Kenapa istriku yang selama ini kukenal sebagai sosok yang alim dan sopan mengganti pakaiannya menjadi tembus pandang?
Bagaimana reaksi Randy?

 

Aku yang diam-diam mengintip melalui lubang ventilasi kemudian melihat sesuatu yang sama sekali tidak disangka.

 

Apa itu?

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis2 Jun 2021
ISBN9798201121174
Skandal Zarina, Istri Pemalu

Baca buku lainnya dari Enny Arrow

Terkait dengan Skandal Zarina, Istri Pemalu

E-book terkait

Romansa Kontemporer untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Skandal Zarina, Istri Pemalu

Penilaian: 4.1891891891891895 dari 5 bintang
4/5

74 rating2 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    asik asik asik asik asik asik asik asik asik asik
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    Luar biasa ternyata istri pemalu kalo ada kesempatan juga bisa menyebabkan kefatalan bagi keluarga https://mountbromotravel.com/mount-bromo-tour-package/

    1 orang merasa ini bermanfaat.

Pratinjau buku

Skandal Zarina, Istri Pemalu - Enny Arrow

BERDASARKAN KISAH NYATA

SEBAGAIMANA DICERITAKAN ISKANDAR ZULKARNAIN

DITERBITKAN OLEH

ENNYARROW DIGITALS

HAK CIPTA DIINDUNGI UNDANG-UNDANG

1

AKU udah ngantuk, aku lanjutkan besok saja ya? Aku berujar sambil menguap.

Temanku, Randy Jatmiko mengangguk.

Iya, kau istirahat aja dulu bro. Kamu kan lagi gak sehat, katanya.

Aku memang mengundang Randy—bukan nama sebenarnya, ke rumahku untuk menyelesaikan laporan tentang pemberian bantuan untuk terdampak Covid-19 yang dilakukan oleh kantorku. Kebetulan aku dan Randy merupakan bagian dari Tim Kerja yang ditugaskan untuk mengatur pembagian bantuan.

Setelah bantuan diberikan, sebagaimana halnya yang berlaku pada perusahaan, semua harus dilaporkan secara tertulis dengan detail.

Sebagai ketua Tim Kerja, aku lalu mengundang Randy untuk sama-sama menyelesaikan laporan. Aku menganggap perlu bagi aku dan Randy untuk bekerja bersama secara offline, guna mempermudah komunikasi. Menyelesaikan laporan secara tatap muka itu lebih mudah dibanding masing-masing dari kami menyelesaikannya sendiri.

Tapi kemudian muncul masalah. Aku terkena flu berat. Aku terkena flu setelah berusaha membetulkan genteng yang bocor. Karena aku nekat membetulkan genteng ketika hujan lebat, maka sekitar dua jam kemudian aku mulai bersin-bersin. Hidungku tersumbat dan suaraku mulai serak.

Aku tadinya berniat mengabarkan agar Randy tak perlu datang karena aku kurang enak badan. Namun karena mengingat laporan harus diserahkan segera kepada pimpinan, maka aku tidak mengatakan apa-apa keada Randy.

Ketika tiba, Randy menatapku bingung setelah dia menyadari kalau aku lagi flu berat.

Kamu baik-baik aja? Yakin ini hanya flu biasa? Randy berujar sambil menjaga jarak.

Aku tersenyum melihat sikapnya. Dalam kondisi ketika Covid masih menjadi ancaman, bisa dimaklumi jika Randy curiga. Tak seorang pun yang ingin terkena Covid.

Tenang bro, ini hanya flu biasa. Aku tadi kehujanan ketika membetulkan genteng.

Yakin bro?

Iya yakin. Aku kan udah divaksin. Kamu juga. Jadi seharusnya kita aman dari Covid. Ini hanya flu biasa meski memang agak menyebalkan juga, kataku.

Tapi kamu udah minum obat kan? Randy kembali bertanya.

Udah. Aku udah minum obat flu, kataku sambil menyebut merek obat flu terkenal.

Randy mengangguk. Kami pun mulai bekerja meski kami melakukannya sambil duduk agak berjauhan. Untuk alasan keamanan, supaya Randy tidak terjangkit flu, aku mengenakan masker. Randy juga.

Kami pun mulai mengerjakan laporan. Ada lima tim yang menyalurkan bantuan. Lima tim ini berasal dari divisi yang berbeda, yakni Divisi Keuangan, Divisi Marketing, Divisi HRD dan sebagainya.

Masing-masing tim telah membuat laporan dan tugasku bersama Randy adalah membuat rekapitulasi laporan lima tim itu menjadi satu laporan yang utuh dan komprehensif.

Aku dan Randy memang tergolong akrab karena kami sama-sama di Divisi Keuangan. Berbeda dengan aku yang sudah menikah, Randy masih bujang.

Randy itu berwajah tampan, dengan rambut yang agak gondrong. Dia kini mengikat rambut gondrongnya yang sebatas bahu dengan semacam gelang karet berwarna hitam. Dengan rambut gondrong yang diikat, dia nampak macho.

Bahwa Randy itu berwajah tampan, itu juga diakui teman-teman sekantor, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagai lelaki ganteng, Randy tergolong playboy. Hampir semua gadis di kantor pernah menjadi kekasihnya. Juga semua cewek yang magang atau melakukan Praktek Kerja Lapangan utusan fakultas atau sekolah kejuruan, juga dia pacari.

Bahkan ada bisik-bisik yang menyebut kalau Randy pernah menjalin hubungan mesra dengan beberapa teman kami yang sudah menikah, termasuk dengan bos kami yang menjadi Manajer Keuangan.

Aku sendiri pernah bertanya tentang kebenaran desas-desus itu, terutama tentang gossip yang menyebut kalau dia ada main dengan ibu Dewi, manajer kami. Ibu Dewi itu perempuan yang sangat cantik, namun terkenal galak dan disiplin.

Randy sendiri tidak menjawab dengan tegas pertanyaanku itu. Dia hanya menatapku dengan senyum nakal sambil mengedipkan matanya.

Sekitar setengah jam setelah aku dan Randy mulai bekerja, mataku

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1