Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Skandal di Puncak Gunung
Skandal di Puncak Gunung
Skandal di Puncak Gunung
eBook109 halaman58 menit

Skandal di Puncak Gunung

Penilaian: 3.5 dari 5 bintang

3.5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Pasangan suami istri Bimo Prakoso-Ratih Anggraeni, Hamdan Arifin-Amelia Kusumo dan Kosasih Atmadja-Alya Syahfie serta
Rangga Saputra memutuskan untuk merayakan peringatan Proklamasi Kemerdekaan di puncak gunung. namun di tengah malam mereka
diserang hawa dingin yang menusuk tulang. Para perempuan yang tak berpengalaman mendaki gunung, terancam hipotermia.

 

Para suami terpaksa melakukan berbagai upaya supaya para istri tidak terserang hipotermia, antara lain dengan bermain
cinta. Namun setelah bermain cinta selama tiga ronde, para suami tak mampu lagi, sementara kondisi para istri semakin
mengkhawatirkan.

 

Para suami terpaksa meminta bantuan Rangga, teman mereka yang selama ini dikenal sebagai pecinta perempuan, untuk membantu
mengusir hipotermia dengan cara bermain cinta dengana istri mereka.

 

Apa yang terjadi selanjutnya? Ikuti kisah yang mendebarkan ini...

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis24 Mei 2021
ISBN9798201989828
Skandal di Puncak Gunung

Baca buku lainnya dari Enny Arrow

Terkait dengan Skandal di Puncak Gunung

E-book terkait

Romansa Kontemporer untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Skandal di Puncak Gunung

Penilaian: 3.602272727272727 dari 5 bintang
3.5/5

88 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Skandal di Puncak Gunung - Enny Arrow

    Edisi Baru

    DITERBITKAN OLEH

    ENNYARROWDIGITALS

    HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

    1

    TENGAH malam. Puncak gunung diliputi kabut tebal. Cuaca dingin. Cuaca sangat dingin.

    Acara naik gunung yang tujuannya memperingati Kemerdekaan RI tidak berjalan sesuai rencana. Yang ada adalah kesengsaraan. Setidaknya itu yang dirasakan Ratih Anggraeni, Amelia Kusumo dan Alya Syahfie. Mereka sangat menderita. Rasa dingin benar-benar menusuk kulit.

    Ratih, Amelia dan Alya menggigil. Sweater dan jaket yang membungkus tubuh seperti tidak memberi dampak sedikitpun. Rasa dingin tetap menusuk tulang.

    Mereka menggigil. Mereka gemetar. Gigi mereka bahkan terdengar bergemeletuk.

    Bimo Prakoso, suami Ratih memeluk istrinya erat-erat. Begitu juga dengan Hamdan Arifin, suami Amelia dan Kosasih Atmadja, suami Alya.

    Hanya Rangga Saputra, yang tidak membawa pasangan karena belum menikah, yang tidak berbuat apa-apa. Sejak tadi dia sudah mencoba membuat api unggun. Namun kabut tebal yang basah membuat usahanya sia-sia. 

    Lagipula, mereka tak punya cukup bahan untuk dibakar. Koran Kompas yang dibawa Hamdan sudah dibakar sejak tadi.

    Ketiga pasangan itu berada di sebuah tenda besar yang dibuat tak lama setelah mereka tiba di puncak. Ketiga pasangan itu saling dekap, berpelukan erat, mencoba mengusir rasa dingin yang memang luar biasa.

    Sial, kita datang di waktu yang salah, ujar Bimo sambil mendekap Ratih istrinya.

    Iya nih, dingin pake banget. Kasihan mereka, kata Kosasih sambil mengelus rambut Alya istrinya.

    Bagi para lelaki, mendaki gunung merupakan hal yang biasa. Kegiatan itu sudah mereka lakukan semenjak mahasiswa. Mereka merupakan anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) yang sangat aktif.

    Meski sudah menikah dan tinggal di lokasi berbeda di Jakarta, Bimo, Hamdan, Kosasih serta Rangga masih menyempatkan diri untuk mendaki.

    Ide untuk memperingati Kemerdekaan di puncak gunung sudah mengemuka sejak empat atau lima tahun lalu, namun tak pernah terealisasi. Baru di tahun ini akhirnya rencana itu bisa terlaksana. Yang menggembirakan adalah para istri, yang sejak awal tidak tertarik dengan kegiatan mendaki gunung, juga menyatakan siap mendampingi. Hanya Rangga yang belum menikah yang tidak membawa pasangan.

    Ajak pacar kamu aja Rangga, kata Kosasih ketika mereka sudah bersiap-siap.

    Pacar yang mana? Rangga menjawab sambil cengengesan.

    Bener juga ya. Pacar kamu kan banyak... kata Kosasih.

    Ajak semua aja, supaya rame... Hamdan menjawab.

    Rame? Iya pasti rame karena mereka akan cakar-cakaran atau jambak-jambakan, hahaha... Bimo berkata sambil menepuk pundak Rangga.

    Karena berteman cukup lama, baik Kosasih, Hamdan maupun Bimo sudah tahu persis bagaimana perilaku teman mereka itu. Rangga adalah tipe laki-laki petualang yang tak pernah betah berpacaran dengan satu perempuan. Dia punya banyak kekasih. Ada yang CEO sebuah perusahaan busana yang dijual online, ada yang pengacara, polisi, dokter hingga guru SD, karyawan perusahaan provider telekomunikasi dan perawat. 

    Sebagian besar kekasihnya adalah gadis, Sebagian kecil janda. Rangga bahkan beberapa kali berpacaran dengan istri orang.

    Kosasih, Hamdan dan Bimo tahu persis perilaku Rangga karena rekan mereka ini sering menggunakan rumah mereka untuk berkencan. Rangga memang tidak terlalu suka berkencan di hotel. Dia memilih lokasi yang dianggapnya lebih aman, yakni di rumah teman-temannya.

    Tentu saja aksi kencan itu dilakukan ketika para istri teman-temannya tidak berada di rumah. 

    Ratih, Amelia dan Alya tidak suka rumah mereka dijadikan lokasi pacaran. Apalagi gaya berpacaran Rangga itu bukan hanya berbicara dan pegang tangan. Bagi Rangga, pacaran itu artinya bergelut di atas ranjang.

    Karena perilakunya ini, Ratih, Amelia dan Alya beberapa kali secara terbuka menyatakan ketidaksenangan mereka pada Rangga. Mereka menilai perilaku Rangga itu melecehkan perempuan. Mereka juga kuatir jangan sampai perilaku Rangga itu akan menular ke suami mereka. Karena itu, ketiga perempuan ini tak sungkan memasang wajah masam,  cemberut dan tak senang ketika berada di dekat Rangga.

    ***

    Ketika semua sudah siap, mereka kemudian berangkat. Dari Jakarta mereka menyewa kendaraan menuju lokasi. Petang hari mereka tiba di kaki gunung. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki hingga ke puncak.

    Sekitar pukul sepuluh malam mereka tiba di puncak gunung. Para lelaki segera mendirikan tenda besar.

    Kemudian datang kabut.

    Kabut yang awalnya tipis semakin lama semakin tebal. Kabut tebal menghadirkan hawa dingin yang benar-benar menusuk kulit. Hawa dingin yang mereka rasakan memang benar-benar luar biasa. Bahkan Bimo cs yang sudah biasa mendaki juga merasakan rasa dingin yang benar-benar membuat mereka menggigil.

    Sekarang aku tahu seperti apa rasanya jika salju turun,kata Hamdan sambil mendekap Amelia.

    Kalau terus begini, mereka bisa terkena hipotermia, kata Bimo sambil mempererat pelukannya.

    Hipotermia adalah kondisi ketika suhu tubuh seseorang menjadi sangat rendah. Kondisi ini bisa berbahaya, bahkan dapat merenggut nyawa bila tidak ditangani secara tepat dan cepat.

    Bimo kemudian menoleh ke Rangga yang berada di luar tenda. Gimana api unggunnya, bisa bro?

    Gak bisa sob. Apinya gak mau nyala, lagian kita gak punya kayu bakar. Kertas juga udah abis... Rangga menjawab.

    Jika terus berlanjut, kelihatannya kita harus melakukan anti-hipo tahap lima itu... kata Kosasih.

    Bimo dan Hamdan terdiam. Anti-hipo tahap lima adalah istilah yang hanya diketahui maknanya oleh segelintir pendaki gunung. Anti-hipo tahap lima adalah upaya terakhir untuk mengusir rasa dingin dan mencegah terjadinya hipotermia dengan cara bermain cinta dengan perempuan yang mengalami gejala hipotermia.

    Salah satu gejala hipotermia, selain tubuh yang terasa dingin dan menggigil adalah melambatnya detak jantung. Detak jantung yang melambat bisa berbahaya bahkan mengancam nyawa.

    Bermain cinta secara alamiah akan mempercepat detak jantung. Tubuh juga akan menghangat. Namun mengusir

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1