Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

O Sole Mio
O Sole Mio
O Sole Mio
eBook110 halaman1 jam

O Sole Mio

Oleh Tik PM

Penilaian: 4.5 dari 5 bintang

4.5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Karwur. Seorang mantan tentara KNIL atau sering disebut “Andjing NICA” yang berdarah Ambon, memilih bergabung dengan TNI setelah berdiri NKRI. Ia tak peduli meski di kalangan kawan KNIL dianggap bodoh karena melepas gaji besar di Kerajaan Belanda, sementara di TNI pun embel-embel Anjing NICA masih terus menghantui namanya. Ia lebih tak peduli lagi pada omongan orang tentang dirinya yang sebatang kara di Balikpapan setelah ia bertemu “matahari”nya. Dialah Maria, seorang perawat di BPM Hoospital yang melengkapi hidupnya.
Ia meraih kebahagiaan tak terkira meski di sela-sela kisah cintanya ia harus mengadu nyawa, menunaikan tugas negara untuk menumpas pemberontakan kelompok Andi Aziz di Makasar.
O Sole Mio, lagu yang ia dengarkan dari piringan hitam di rumah perawat mungil yang manis senyum itu, menjadi awal cintanya, sekaligus menjadi penyangga hidupnya ketika ia kembali sebatang kara dan perang tak kunjung mengantarnya menyusul Maria.
Berlatar belakang kota Balikpapan di tahun 50-an dan masa pemberontakan Andi Aziz, novel ini akan mengobati kerinduan pecinta fiksi sejarah Indonesia. Dipaparkan dengan kalimat-kalimat “kaku” khas jaman itu, O Sole Mio benar-benar terasa sebagai sebuah kisah sejarah.

BahasaBahasa indonesia
PenerbitGarudhawaca
Tanggal rilis8 Jul 2012
ISBN9781476471358
O Sole Mio

Terkait dengan O Sole Mio

E-book terkait

Romansa Sejarah untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk O Sole Mio

Penilaian: 4.25 dari 5 bintang
4.5/5

4 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    O Sole Mio - Tik PM

    1

    NISAN itu panorama Karwur tiap pagi. Ketika embun-embun belum pecah. Ketika laut masih kabur dan matahari masih merangkak jauh di timur sana. Bunga segar, yang dipetik di halaman rumahnya, adalah sesaji suci di atas makam itu. Setiap pagi, selama bertahun-tahun. Karwur tak pernah bosan. Selama bertahun-tahun, Karwur adalah satu-satunya peziarah makam itu.

    Maria Fredricka, nama di nisan itu, sebenarnya bersemayam di hati Karwur. Dan, Karwur tidak ingin menjauh dari makam itu. Makam itu telah menahan ia di Balikpapan selamanya. Kota kecil yang damai. Karwur pun ingin mati di tempat itu, suatu hari.

    ***

    BERMULA dari kebut-kebutan Jeep. Tiga serdadu yang sedang teler melaju dari arah Manggar menuju kota. Hingga jeep mereka masuk paret dan seorang kopral terlempar keluar jeep. Mereka terluka meski tidak parah. Beruntung ada jeep lain di belakang mereka yang lang-sung bawa mereka ke BPM Hoospital.[¹]

    Karwur, satu dari tiga serdadu itu, adalah yang memiliki luka paling parah. Dia agak lama di rumah sakit. Sementara itu dua kawannya sudah boleh kembali ke barak. Karwur harus menginap beberapa malam. Bermalam di rumah sakit bukan hal menyenangkan baginya. Tanpa kawan dan tanpa bir adalah mimpi buruk baginya. Beberapa kawan dan komandan, yang semuanya Belanda totok, menje-nguknya siang hari. Karwur hanya tidur seharian agar tidak tersiksa oleh lukanya. Hingga satu siang beberapa kawan dan seorang sersan membesuknya.

    Apa dia menemuimu Kopral? tanya seorang Sersan pada Karwur. Karwur bingung. Maksud Anda?, dia siapa?, tanyanya.

    Sersan itu lalu tersenyum dan menjelaskan, Begini, ada seorang Suster Indo di rumahsakit ini. Dia bukan lagi manusia. Dia sudah jadi hantu. Dia begitu ramah pada semua pasien. Dan setiap malam selalu berjaga di rumah sakit ini.

    Sersan, jangan menakutiku. Kau tahu, aku juga Anjing NICA sepertimu.  Aku tidak takut! kata Karwur.

    Sersan itu pun menanggapi ucapan Karwur dengan penuh semangat. Kau tidak perlu takut Kopral. Dia tidak akan menakutimu. Hanya saja, setiap orang yang melihat kehadirannya, orang itu dinyatakan meninggal esok harinya.

    Segera tawa serdadu-serdadu lain pun meledak hingga Suster Kepala berwajah bengis pun mendamprat. Diam kalian semua. Kawan-kawan serdaduku yang biasanya ganas itu pun terdiam. Karwur pun membayangkan Suster yang dibicarakan Sersan tadi. Sersan itu nampak iseng pada Karwur. Tapi Karwur pun paham Sersan itu tidak jahat padanya.

    Kopral, harusnya kau merasa ber-untung jika suster itu ada. Setidaknya, kau tidak kesepian, kata seorang kawan. Serdadu lalu lalu bilang, Ya, barangkali dia cantik. Karwur pun cuma diam seolah tidak perduli.

    Baiklah Kopral, kami harus pergi. Jangan sampai Kapten Sjoerd Lapre mengomel karena kami telat lagi. Sampai jumpa. Sersan itu lalu pergi dan serdadu lain mengikuti dengan berucap salam dan doa. Namun tiba-tiba sersan Belanda totok itu muncul lagi dengan bahasa melayu dia bilang, Aku lupa beritahu nama suster itu. Namanya Maria. Sampai jumpa, cepat sembuh kawan. Kamar pun sepi lagi.

    Sersan Belanda asisten dari perwira Intelejen itu terlalu banyak dengar cerita-cerita penduduk setempat. Sersan itu terlihat pintar. Dia pernah jadi mahasiswa sebentar dan terkena wajib militer dan dimasukan ke KNIL.[2] Dia tahu banyak hal. Banyak serdadu selalu bertanya padanya. Mulai dari soal kota Balikpapan, soal Negeri Belanda, soal percintaan dan kecuali soal isu politik.

    ***

    Lonceng sore gereja sedari tadi berlalu. Malam pun melingkupi kota kecil Balikpapan. Karwur tidak melakukan apa-apa. Dia tidak banyak bergerak. Namun pikirannya terus tersiksa di pembaringan. Lukanya yang berubah menjadi jahitan-jahitan di tangan lama sembuh. Dia juga tidak bisa berlari karena kakinya terkilir. Beruntung, peperangan sudah mereda. Dia tidak perlu lagi menegangkan urat syaraf seperti biasanya dari 1946 hingga 1949. Sekarang, mabuk lebih menyenang-kan daripada menembak. Sayang, rumah sakit tidak menyediakan bir bagi Karwur. Rumah sakit hanya sediakan makan yang tidak jauh beda dengan di tangsi.

    Karwur pun mulai memikirkan lagi sosok Maria. Hantu penjaga rumah sakit itu. Pertanda buruk bagi yang mene-muinya. Maria, si suster hantu itu seperti malaikat maut saja. Malam terus berjalan. Isi kepala Karwur hanya Maria suster penentu ajal itu. Semakin diacuhkan, semakin terpikirkan.

    Waktu menujukan pukul sembilan. Semua pasien di BPM Hoospital sudah waktunya tidur. Lampu-lampu di ruangan pasien mulai dipadamkan. Para suster memeriksa semua kamar.

    Seorang suster Indo memasuki kamar Karwur. Suster berwajah manis itu mengagetkan Karwur. Karwur yang gemetar lalu bertanya, siapa namamu?. Suster yang menekan saklar lampu itu lalu bilang, Maria. Karwur yang gemetar dan mengompol karena ketakutan itu segera pingsan ketika lampu padam dan suster yang mengaku bernama Maria itu menghilang.

    Rumah sakit membuat kopral beringas seperti Karwur menjadi lain. Dia tidak lagi seperti Anjing NICA dalam pertempuran dulu. Karwur tidak jauh beda dengan orang sipil penakut. Anjing NICA memang batalyon terganas milik KNIL. Karwur yang turunan KNIL segera bergabung ketika masa bersiap. Karwur yang masih enam belas tahun itu memilih bergabung daripada hidup dalam keta-kutan karena kebencian pribumi pada turuanan KNIL sepertinya. Karwur  memi-lih menembaki pribumi yang akan meng-gorok lehernya itu terlebih dahulu. Namun tidak satu pun pribumi yang dulu dia sebut Inlander itu berhasil menggorok lehernya. Karwur adalah penembak bren tangguh. Puluhan TNI adalah korban bren-nya.

    ***

    Pagi sudah datang. Seorang suster membangunkan Karwur. Mata Karwur perlahan terbuka dan dia kaget kembali. Suster yang membangunkannya, adalah suster yang semalam dia lihat sebelum pingsan.

    Bangunlah sudah pagi sekarang, kata suster. Karwur mulai gemetar lagi. Dia merasa di dunia yang lain. Hingga suster itu membuka jendela. Anda mengompol semalam. Kami harus meng-ganti seprai Anda sekarang. kata Suster itu. Cahaya matahari melenyapkan ketakutan Karwur. Dia sadar hari sudah pagi dan bukan malam. Suster Maria hantu penjaga rumah sakit tidak pernah muncul.

    Karwur pun menurut. Dan tidak sedikitpun malu atas seprai yang dia kencingi karena ketakutan semalam. Dia hanya memandangi suster itu. Suster itu hanya tersenyum dan tidak peduli dengan tatapan mata karwur yang membingung-kan. Suster itu hanya sedikit membantu petugas kebersihan membenahi veldbed Karwur.

    Anda harus ganti pakaian Anda, kata suster itu sebelum keluar dan menutup pintu. Karwur segera meng-ambil pakaian ganti. Karwur pun menu-rut, seolah suster itu adalah komandan-nya. Setelah berganti, Karwur duduk di kursi. Suster itu masuk lagi dengan sarapan pagi untuk Karwur.

    Anda tidak apa-apa? tanya suster. Entahlah, saya pikir suster adalah hantu Suster Maria semalam.

    Suster itu tersenyum lagi. Aku memang Suster Maria, tapi bukan hantu. Karwur pun mulai tersenyum dengan hal konyol yang dilaluinya itu.

    Suster, tolong jangan cerita-cerita pada kawan saya soal malam tadi, pinta Karwur.

    Hahaha, ada ratusan KNIL seperti Anda di kota kecil ini. Saya tidak tahu yang mana saja kawan Anda, jawab suster manis itu dengan senyumnya yang mulai mempesona Karwur.

    "Dulu pernah ada orang yang bernama seperti saya. Maria juga.

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1