Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Pendekar Pemikat Kembang: Go-bi Sin-kiam
Pendekar Pemikat Kembang: Go-bi Sin-kiam
Pendekar Pemikat Kembang: Go-bi Sin-kiam
eBook87 halaman45 menit

Pendekar Pemikat Kembang: Go-bi Sin-kiam

Penilaian: 4 dari 5 bintang

4/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Ong Cun Hong dan Ouw Sian Bi yang baru saja mencurahkan kasih mesra di tepi telaga, dihadang kelompok Pek-lian-kauw yang dipimpin dua jagoan hebat.

Apa yang terjadi selanjutnya akan mengubah hidup Sian Bi dan terutama Cun Hong selamanya...

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis7 Nov 2019
ISBN9781393061311
Pendekar Pemikat Kembang: Go-bi Sin-kiam

Baca buku lainnya dari Tang Bun An

Terkait dengan Pendekar Pemikat Kembang

E-book terkait

Romansa Sejarah untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Pendekar Pemikat Kembang

Penilaian: 4 dari 5 bintang
4/5

5 rating1 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    Ini terlalu bagus ceritanya. Di tunggu lanjutannya. semoga secepatnya di posting ya..

Pratinjau buku

Pendekar Pemikat Kembang - Tang Bun An

Diterbitkan oleh:

Sungai Telaga Corporation

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Copyright © Sungai Telaga Corporation 2019

1

ANGIN bertiup semilir. Cahaya matahari pagi bersinar malu-malu di balik mega putih yang berarak pelan.

Di tepi telaga See Ouw, suasana sepi. Karena masih pagi, belum banyak pengunjung yang mendatangi salah satu tempat wisata di Kota Hangciu itu. Bahkan, saat itu baru dua pengunjung yang datang.

Kedua pengunjung itu berada di balik rerumputan.

Kedua pengunjung itu adalah sepasang muda-mudi.

Yang perempuan, terbaring di rerumputan, dengan mata setengah terpejam. Dia berwajah cantik dengan mata yang bersinar tajam dan bibir yang merah merekah. Dia baru berusia sekitar 17 tahun bernama Ouw Sian Bi.

Sian Bi bukan gadis sembarangan. Dia putri tunggal dari pasangan Ouw Beng Sek yang berjuluk Kang-lam-te-it (Nomor Satu di Kanglam) dan Bwee Hun Im yang di dunia persilatan dikenal sebagai Bu-ing-sin-to (Golok Sakti Tanpa Bayangan).

Selang beberapa tahun terakhir, Ouw Beng Sek menjadi ciangbunjin (ketua) Kang-lam-pay. Tangan dingin Beng-sek yang dibantu sang istri membuat Kang-lam-pay kini menjadi salah satu perguruan silat yang disegani di seputaran Kanglam.

Di dekat Siang Bi, duduk seorang lelaki muda berusia sekitar dua puluh tahun. Dia bernama Ong Cun Hong, yang merupakan sute (adik seperguruan) Sian Bi.

Sian Bi dan Cun Hong tadinya hendak membeli persediaan obat-obatan ke Toko Obat Kho Shianse. Namun karena masih pagi, Siang Bi mengajak sutenya untuk bersantai sejenak ke telaga See Ouw.

Dalam perjalanan, mereka berjumpa dengan beberapa anggota Pek-lian-kauw yang sudah mabuk. Anggota Pek-lian-kauw yang mabuk ini bermaksud berbuat tidak senonoh pada Siang Bi, yang berujung pada pertarungan.

Para anggota Pek-lian-kauw berhasil dilukai dan diusir. Namun Siang Bi terluka. Dia meringis menahan sakit. Tubuhnya sedikit membungkuk.

Kenapa suci? Apa kau terluka?

Perutku... Tadi terkena pukulan. Uhhhh sakit sekali... Siang Bi kembali meringis.

Kau mungkin terluka, suci. Bagaimana jika kita mencari tempat yang sepi untuk memeriksa lukamu? Cun Hong berujar sambil menatap sekeliling. Mereka kini sudah berada di kompleks telaga See Ouw. Sekalipun untuk ke telaga ada jalan utama, namun telaga yang indah itu bisa didatangi dari mana saja, sepanjang mereka sudah berada di sekitar lokasi.

Kita ke sana saja, Cun Hong berujar sambil menunjuk ke pepohonan rindang. Dari balik pepohonan, samar mereka bisa melihat gemerlap permukaan telaga.

Siang Bi mengangguk dan dengan perlahan berjalan ke arah yang tadi ditunjuk Cun Hong. Mereka kemudian duduk di rerumputan, persis di bawah pohon yang sangat rindang. Di depan mereka ada semak setinggi sekitar tiga kaki. Semak itu cukup lebat namun mereka masih bisa melihat keindahan telaga di baliknya.

Siang Bi menyingkap pakaian di perut sebelah kiri. Memar kebiruan terlihat jelas.

Hong sute, maukah kau, eh, memeriksa punggungku kalau ada memar di sana? Siang Bi berujar lirih dengan wajah memerah.

Jika di dekatnya ini lelaki lain, sampai mati sekalipun Siang Bi tak akan sudi memperlihatkan punggungnya. Namun kepada Cun Hong, entah kenapa, dia sama sekali tidak merasa keberatan, meski ada rasa jengah yang tiba-tiba muncul.

Cun Hong segera berpindah ke belakang Siang Bi. Perlahan dia menyingkap pakaian gadis itu. Di balik pakaian dia melihat pakaian dalam tipis halus berwarna kuning. Cun Hong juga mengangkat pakaian dalam itu.

Di balik pakaian dalam nampak punggung yang putih. Punggung yang bening. Dan persis di bagian tengah, ada memar berwarna kebiruan.

Di punggungmu juga ada memar, suci...

Siang Bi mengangguk dan merogoh sakunya. Dia mengeluarkan wadah kecil berbentuk setengah bulat dan membuka tutupnya. Nampak sesuatu yang berwarna putih lembut.

Tolong oleskan obat ini ke punggung, sute. Aku tak bisa mengoleskannya karena tak tahu di mana persisnya...

Cun Hong mengangguk dan mengambil secuil dengan ujung jari dan mengoleskan ke permukaan tangannya, dan dengan hati-hati telapak tangannya mengelus bagian punggung yang memar kebiruan itu.

Ramuan obat itu terasa dingin dan beraroma harum. Seingat Cun Hong, di perguruan ada dua macam obat yang biasa dipakai guna menyembuhkan memar. Yakni yang berwarna putih dan dingin seperti yang sekarang digunakan, dan satunya lagi berwarna ungu dan terasa panas.

Telapak tangan Cun Hong mengelus-elus bagian yang memar itu. Dia kemudian menambah larutan, dan kembali mengoleskan.

Uhhhh....

Siang Bi menggeliat perlahan.

Kenapa suci, sakit?

Siang Bi menggeleng. Tidak sakit, sute, hanya.... geliii...

Begeitu jemari Cun Hong menyentuh punggungnya, Siang Bi memang dilanda perasaan aneh. Ada rasa geli yang aneh yang tiba-tiba terasa. Rasa geli yang aneh yang sama seperti yang dirasakan ketika diam-diam dia mengintip adegan bercinta antara ibunya dan Cun Hong semalam.

Ya, diam-diam, tanpa sengaja dia mengintip

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1