Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)
Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)
Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)
eBook117 halaman2 jam

Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)

Penilaian: 3 dari 5 bintang

3/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Pulau Eslandelle dikutuk untuk mengalami musim dingin abadi dan tampaknya keadaan itu akan berlangsung selamanya. Tetapi Branthur si Penyihir Hebat Earandelle, penyihir yang telah mengutuk Eslandelle, sangatlah cerdik. Ia tahu akan tiba suatu hari saat Cahaya mengirimkan anaknya untuk membebaskan Eslandelle dari kutukan, dan juga dari Earandelle.

Ini adalah cerita mengenai Anak Cahaya
Ini adalah cerita mengenai Brigantia

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis18 Apr 2014
ISBN9781310460937
Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)
Penulis

Judith Kaethe Bern

Judith Kaethe Bern loves swimming, reading and travelling. She loves writing too and has penned several stories for her personal enjoyment. Her first published books, Brigantia (2014) and Eira and the Noble Phoenix (2018), are taken from her personal collection.Feel free to follow her on Facebook, Twitter or Instagramhttp://Instagram.com/judithkaethe

Penulis terkait

Terkait dengan Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)

E-book terkait

Fantasi untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia)

Penilaian: 3 dari 5 bintang
3/5

5 rating1 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    awasome122

    1 orang merasa ini bermanfaat.

Pratinjau buku

Brigantia (Edisi Bahasa Indonesia) - Judith Kaethe Bern

Brigantia

Judith Kaethe Bern

Copyright 2014 Judith Kaethe Bern

All rights reserved

First published in Indonesian on / Dipublikasikan untuk pertama kalinya dalam Bahasa Indonesia pada 18th April 2014

Editor / Editor: Lee Viesnik

Cover Design by / Disain Sampul oleh: Yvonne Less

Translated by / Penerjemah: Jenna Ashanti

Smashwords edition, License Notes

Buku ini berisikan material dengan copyright terdaftar. Buku ini, baik sebagian atau keseluruhan, tidak boleh dishare, digunakan, diproduksi ulang, disimpan dalam retrieval system atau ditransmisikan dalam bentuk apapun dengan cara apapun, baik untuk kegiatan komersial maupun non-komersial, tanpa ijin tertulis dari pemegang copyright.

Dedikasi

Untuk tante tercinta OMK

Berikut ini adalah karya fiktif. Kesamaan nama, tempat atau kejadian adalah kebetulan belaka

Daftar isi

Chapter 1 Awal mulanya

Chapter 2 Namanya Brigantia

Chapter 3 Dua Belas Tahun Pertama

Chapter 4 Ulangtahun ke tiga belas

Chapter 5 Permata yang berkilau dan para nenek

Chapter 6 Siluet di dalam permata

Chapter 7 Menuju ke laut

Chapter 8 Luka Bakar

Chapter 9 Apa yang disimpulkan oleh Archibald

Chapter 10 Perpisahan

Chapter 11 Brigantia di Efrandelle

Chapter 12 Burung yang lapar dan daging makan siang yang bercahaya

Chapter 13 Peternakan lebah di sudut The Forest of Foyn

Chapter 14 Cahaya Putih Terang

Chapter 15 Setahun kemudian

Connect with me

Chapter 1 Awal mulanya

Eslandelle, The Forest of Foyn, Bagian Barat

Saat itu adalah pertengahan musim terdingin dalam setahun. Pepohonan dan permukaan tanah di hutan masih terselimuti salju dan es yang belum menunjukkan tanda-tanda akan segera meleleh meskipun sudah saatnya hari mulai memanjang lagi. Sudah lewat tengah malam dan semua penduduk Eslandelle sedang terlelap, ketika seberkas cahaya keemasan dan terang benderang melesat dari langit menuju hutan kecil di bagian paling utara pulau dimana Everott, sumber api abadi berada.

Eslandelle, The Forest of Foyn, Tepi Timur.

Briallen terbangun kaget didalam kabin yang dingin dan gelap karena api sudah padam saat ia masih tertidur. Tetapi yang membangunkannya bukanlah hawa dingin yang menggigit melainkan mimpi itu. Mimpi yang paling aneh yang pernah ia alami. Sesuatu yang sangat terang melesat dari langit and mendarat diatas permukaan tanah yang bersalju diperkarangan The Honey Hut, tempat tinggal Briallen, dan bersinar. Dalam mimpinya, Briallen bergerak mendekati bungkusan kecil yang bersinar diatas tanah, memperhatikan bungkusan itu baik-baik meskipun dengan sedikit ragu pada mulanya dan langsung mengenali sesuatu yang berada dalam bungkusan itu apa adanya.

Tidak mungkin, pikir Briallen, mengenyahkan mimpinya bersamaan dengan munculnya sebuah ingatan. Bayangan seorang wanita yang terlihat menyenangkan muncul dikepalanya. Wanita itu memiliki rambut berwarna hitam legam dan mata berwarna biru terang.

Akan tiba saatnya ketika Cahaya mengirimkan anaknya padamu, kata wanita yang terlihat menyenangkan itu dengan serius. Semua itu sudah tertulis di bintang-bintang. Kau telah dipilih dan Cahaya memiliki alasannya sendiri untuk memilihmu.

Mum, kata itu keluar dari mulut Briallen tanpa ia sadari. Briallen menggelengkan kepalanya dan menarik selimut biru nya sampai ke dagu sambil menggigil dan gemetar. Rasa dingin itu sangat menggigit.

Aku perlu api, pikir Briallen, masih menggigil and gemetaran karena selimut biru yang tebal itu tidak bisa menghangatkannya. Briallen bangun dan memakai satu-satunya mantel yang ia miliki. Ia masih merasa kedinginan. Briallen sangat terbiasa dengan udara dingin tapi malam itu adalah malam terdingin yang pernah ia alami.

Aku tidak akan bertahan sampai pagi bila tidak ada api yang menghangatkanku, pikir Briallen sambil melilit tubuhnya yang sudah memakai mantel dengan selimut biru itu. Ia kemudian memakai sepatu boot nya dan dengan perlahan meraba-raba menuju pintu.

Earandelle, The Rock of Shadow

Hal itu sedang terjadi. Aku bisa merasakannya, pikir Edkai dengan gelisah. Ia bangun dari tempat tidurnya.

Edkai memakai mantel tidurnya, pergi ke ruang kerjanya dilantai atas menara dan mengintip langit menggunakan teleskop besar. Ia kemudian memandang ke jendela yang tak bertirai dari mana ia dapat melihat dengan mata telanjang: langit tak berbulan, bintang-bintang dan tidak ada hal-hal yang tidak biasa. Ia kemudian pergi ke jendela itu, membukanya dan menjulurkan kepalanya keluar. Edkai dapat merasakan angin dingin menampar wajahnya dengan keras dan ia menutup jendela dengan segera meskipun ia dapat mencium bau wangi yang semerbak.

Sebuah badai salju baru saja melewati Eslandelle, menuju selatan. Yah setidaknya angin dinginnya akan mempertahankan salju dan es yang sedang membenamkan Eslandelle untuk sekurang-kurangnya dua minggu lagi, pikir Edkai sambil berjalan menuju meja tulisnya.

Tapi itu tadi benar-benar wangi, entah wangi apa itu, pikir Edkai lagi, mengingat bau wangi yang dibawa angin dingin yang menampar wajahnya tadi.

Edkai mengacak-acak satu-satunya laci dimeja tulisnya dan beberapa detik kemudian menemukan yang ia cari: sebuah rantai dengan medalion kecil berbentuk segiempat. Ada bentuk mini pohon yew dengan empat daun yang terpahat pada medalion tersebut. Edkai mengalungkan medalion itu dilehernya dan menuruni tangga batu berbentuk lingkaran menuju ruang bawah tanah.

Earandelle, The Castle Chameleon

Prince Percival berbalik ditempat tidurnya and kemudian melanjutkan mengorok. Kumis tebalnya bergerak naik turun diatas bibirnya setiap kali suara yang tidak menyenangkan itu keluar dari mulutnya. Prince Percival tidur dengan nyenyak dan tidak terganggu sama sekali oleh mimpi, udara dingin, ataupun perasaan tidak nyaman yang datang dengan tiba-tiba.

The Strait of Girbadelle, The Falme Warrior

Pria tua itu sedang mengarahkan The Falme Warrior, kapal yang dengan bangga ia miliki, menuju bagian barat Eslandelle ketika seberkas cahaya terang turun dari langit menuju ke pulau itu.

Demi segala sesuatu yang ada di Weltedellen, apa sebenarnya itu? pikirnya dengan heran. Ia berusaha mengingat-ingat semua hal, baik hal-hal rahasia maupun hal-hal umum, yang pernah dikatakan oleh Obremann, gurunya yang sudah tiada. Tapi tidak ada satu informasi pun mengenai cahaya terang benderang dari langit.

Dari The Falme Warrior, pria tua itu melihat badai salju hampir saja mengenai pulau Eslandelle. Badai salju itu menuju selatan dan angin yang bertiup membawa udara dingin dan wewangian yang menutupi bau amis air laut.

Sesuatu sedang terjadi. Langit tak berbulan. Wangi semerbak … dan cahaya terang apa itu? Itu tadi jelas-jelas bukan Cahaya Brolea, pikir pria tua itu lagi sambil memandangi langit yang berbintang. Ia memiliki sepasang mata biru berkilau, kepala yang hampir botak dan tubuh kekar.

Sudah saatnya aku mengunjungi Frodry dan cucu lelaki baruku, pikirnya beberapa saat kemudian. Entah bagaimana, ia tiba-tiba merasa ingin bertemu keluarga. Ia kemudian mengubah arah kapal dan menyetir The Falme Warrior menuju Happa Harbour di pesisir timur pulau Eslandelle.

Eslandelle, The Forest of Foyn

The Honey Hut, tempat dimana Briallen tinggal seumur hidupnya, terletak di bagian timur Forest of Foyn. The Honey Hut sebenarnya adalah sebuah kabin kecil yang terbuat dari gelondongan kayu dengan ranting-ranting dan dedaunan yang sudah dianyam rapi sebagai atapnya. Diperkarangannya, Briallen memiliki sebuah kebun kecil tempat ia menanam sayuran, buah-buahan dan tanaman herbal yang cukup untuk ia konsumsi sendiri sepanjang tahun. Briallen juga memiliki peternakan lebah dari mana ia mendapatkan madu untuk dijual dikota terdekat. Ia membotolkan madu dan menyimpan botol-botol penuh madu di gudang madu yang terletak disebelah kabin. Briallen hanya pergi ke kota

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1