Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Refleksi Internal TNI AD 1945-2021
Refleksi Internal TNI AD 1945-2021
Refleksi Internal TNI AD 1945-2021
eBook180 halaman2 jam

Refleksi Internal TNI AD 1945-2021

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Dalam menilik berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi satu tulang pungung perkembangan Negara. Hal ini terbukti dalam pemaparan dan pengambaran dalam buku ini. Dimana dalam hal ini adanya sebuah irisan antara kembang mundurnya Negara Indonesia dengan TNI-AD.

Dalam sejarah berdirinya TNI yang dimulai dari regruping para laskar pejuang, rakyat dan ex-tentara KNIL dan PETA, hingga terjadinya perubahan-perubahan pola organisasi (Internal) yang lebih kontemporer.

Konflik dan Integrasi internal organisasi TN-AD ini ternyata mempunyai garis lurus dengan tumbuh kembang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dalam hal ini penulis membawa pendekatan sejarah dalam pengambarannya dari awal berdirinya TNI hingga saat ini

BahasaBahasa indonesia
PenerbitKivlan Zen
Tanggal rilis13 Des 2021
ISBN9786239620745
Refleksi Internal TNI AD 1945-2021
Penulis

Kivlan Zen

Major General (Ret) Kivlan Zen M.SI. was a high-ranking TNI officer who had held the position of Kaskostrad TNI-AD in 1998 and after retirement he remained active in various seminars and workshops

Terkait dengan Refleksi Internal TNI AD 1945-2021

E-book terkait

Ulasan untuk Refleksi Internal TNI AD 1945-2021

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Refleksi Internal TNI AD 1945-2021 - Kivlan Zen

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

    Sebagai purna prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, tentunya saya mencermati dan mengerti tentang perkembangan organisasi tersebut, bukan hanya sebatas pengamat diluar lingkaran, akan tetapi saya berada didalam lingkaran tersebut bahkan dapat disebut dengan pelaku dan saksi sejarah.

    Buku ini pada dasarnya bagian dari hasil pengembangan tesis saya pada saat mengambil gelar S2 Magister Social Development di Pasca Sarjana Universitas Indonesia tahun 2002 dengan judul Hubungan Integrasi Internal TNI-AD dan Integrasi Bangsa Indonesia, saya kembangkan kembali dalam perkembangan kontemporer saat ini. Sehingga buku ini adalah merupakan satu sumber referensi ilmiah yang dapat diperdebatkan lagi, sebagai satu bentuk budaya akademis dan intelektual.

    Dalam penulisan buku ini tentunya akan banyak kekurangan, baik akibat tidak banyaknya sumber referensi, metode penulisan, dan beberapa nama-nama beberapa tokoh, para purna prajurit, yang tercantum dalam buku ini, maka saya dengan hormat memohon maaf apabila hal ini membuat ketidak sukaan, dan ketidak nyamanan. Karena tujuan dari penulisan buku ini, hanyalah sebatas memberikan sumber refensi bagi kasanah pustaka khususnya di Indonesia, dan tidak lain daripada itu.

    Wasalam

    Jakarta, 3 Desember 2021

    Tertanda

    Mayjen (Purn) Kivlan Zen, SIP.,MSi.

    KATA PENGANTAR

    KONFIK DAN INTEGRASI NASIONAL

    1.1. Pertumbuhan Bangsa Indonesia

    1.2. Konflik dan Integrasi

    KONFLIK INTERNAL TNI-AD 1945 SAMPAI 1950

    2.1. Pembentukan Organisasi Tentara

    2.2. Konflik Divisi III dan Laskar Pesindo

    2.3. Rasionalisasi dan Pemberontakan PKI 1948

    2.4. Perundingan KMB dan Dampaknya

    KONFLIK INTERNAL TNI AD 1951 – 1965

    3.1. Peristiwa 17 Oktober 1952

    3.2. Konflik Pimpinan TNI-AD Pasca 17 Oktober 1952

    3.3. Dari DI-TII hingga PRRI-Permesta

    3.4. Pemberontakan G30S-PKI

    KONFLIK INTERNAL TNI-AD 1966 – 1995

    4.1. Peristiwa 15 Januari 1974

    4.2. Konflik Jenderal M. Yusuf dengan Letjen Benny Moerdani

    4.3. Konflik Jenderal Benny Moerdani dengan Mayor Prabowo Subianto

    4.4. Sidang Umum MPR 1988

    4.5.Konflik ABRI-Hijau dengan ABRI-Merah-Putih

    KONFLIK INTERNAL TNI-AD 1996 – 2000

    KONFLIK INTERNAL ANGKATAN LAIN

    6.1 Konflik Internal TNI-AL

    6.2. Konflik Internal TNI-AU

    6.3. Konflik Internal POLRI

    INTEGRASI INTERNAL TNI-AD

    7.1. Integrasi Internal TNI-AD 1945-1950

    7.2. Integrasi Internal TNI-AD 1951-1965

    7.3 Integrasi Internal TNI-AD 1966-1995

    7.4. Integrasi Internal TNI-AD 1996-2000

    PERJALANAN INTEGRASI BANGSA

    8.1. Periode 1945-1950

    8.2. Periode 1951-1965

    8.3. Periode 1966-1995

    8.4. Periode 1996-2000

    INTEGRASI INTERNAL TNI-AD DAN BANGSA

    9.1. Hubungan Integrasi Internal TNI-AD dengan Integrasi Horisontal (Societal)

    9.2. Hubungan Integrasi Internal TNI-AD dengan Integrasi Vertikal (Nasional)

    9.3. Pengaruh Integrasi Internal TNI-AD terhadap Integrasi Bangsa Indonesia

    9.4. Epilog

    REFLEKSI KONFLIK DAN INTEGRASI TAHUN 2000 – 2021

    LAMPIRAN

    DAFTAR PUSTAKA

    Sebuah kenistayaan itu :

    "bahwa sebuah titik itu tidaklah ada,

    yang ada hanyalah garis,

    dan garis berada dalam sebuah bidang"

    (Prof. Dr. H.Damardjati Supadjar)

    BAB 1

    KONFIK DAN INTEGRASI NASIONAL

    Sejak 1945 hingga tahun 2000, Integrasi bangsa Indonesia, tidak pernah mencapai penuh, baik Integrasi antara masyarakat dan negara (Integrasi Nasional) maupun antara masyarakat dengan masyarakat (integrasi societal). Hal ini dapat diketahui dengan melihat kadar kekerasan ataupun konflik yang pernah terjadi pada kurun waktu tersebut.

    Disamping integrasi antara masyarakat dengan negara dan integrasi antar masyarakat, masih terdapat suatu bentuk integrasi internal negara, khususnya integrasi internal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) yang mendapat telaaah dari konflik dan persaingan antar kelompok di tubuh TNI-AD, perubahan organisasi dan lembaga pendidikan serta pembentukan kode etik Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.

    Kondisi integrasi bangsa Indonesia tersebut sangat berhubungan erat dengan integrasi TNI-AD berbanding lurus dengan turun naiknya integrasi bangsa Indonesia selama periode 1945-2000, ketika tentara masih terlibat dalam politik. Tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi bangsa diluar integrasi TNI-AD. Misalnya , masih diperlukann suatu kajian tentang konflik horisontal dan vertikal ditengah bangsa Indonesia , diera reformasi ketika TNI tak lagi terlibat aktif dalam aktifitas politik.

    Kuatnya integrasi suatu bangsa antara lain tergantung pada kuatnya kohesivitas institusi-institusi negara dan kurangnya konflik kepentingan antara aparat pemerintah atau aparat negara. Tak dapat dipungkiri, pada awalnya, kekuatan sistem yang terbentuk juga didukung oleh kuatnya force system yang terdiri dari Badan Intelejen, Kepolisian Rahasia, Pertahanan dan Partai. Dalam kasus integrasi Uni Soviet, cara yang digunakan adalah cara represif. Sedang dalam kasus Amerika Serikat, cara yang dipilih adalah jalan demokratis yang harus juga didukung oleh force system yang kuat sehingga dapat terus merus menjaka kadar kekuatan integrasinya (Garry Wasserman, 1994:8-10). Dengan kata lain, integrasi internal aparat pemerintah atau aparat negara yang solid akan mengurangi konflik horisontal ditengah masyarakat dan bangsa tersebut dapat bertahan dari kehancuran.

    Ketika revolusi pecah di Rusia tahun 1905, pemerintahan Tsar Nicholas II cukup kuat untuk mengatasi prostes massa dan todak ada perpecahan di kalangan tentara, sehingga ia dapat mempertahankan pemerintahan. Konflik vertikal yang terjadi saat itu tidak menghancurkan bangsa Rusia. Tetapi pada 24 Februari 1917, saat terjadi perpecahan antar tentara dan pemerintah atau antar aparat pemerintah sendiri, maka integrasi bangsa Rusiapun hancur berantakan dan sistem pemerintahan berubah dari Tsar Rusia menjadi Uni Soviet. Keadaan ini terjadi kerana Resimen Pavlovsky, Presbrazhensky, Volinisky dan 60.000 tentara membangkang dan mendukung revolusi putih. Pecahnya Revolusi Bolshevik diikuti perang saudara antara Tentara Merah dan Tentara Putih. Sementara perubahan sistem Tsar Rusia menjadi Uni Soviet dibawah kepemipmpinan Bolshevik yang komunisnis sejak Oktober 1917 tidak meruntuhkan bangsa eks bangsa Rusia menjadi Uni Soviet. Hal ini karena cepatnya pembentukan force dari tentara merah dan milisi buruh yang kuat oleh Uni Soviet dengan motor utamanya Tentara Merah, (Andrew Wheat Croft 1983 :89-93), bahkan luas wilayah Uni Soviet bertambah. Namun sejak 1982, Uni Soviet semakin lemah. Rezim Komunis yang berkuasa semakin tak dapat menahan integrasi Uni Soviet yang berakhir dengan disintegrasi pada tahun 1991 menjadi 15 republik. Hal ini tak bisa dipisahkan dari adanya konflik dikalangan elit penguasa setelah meninggalnya Breznev, Yuri Andrivof dan Chernenko serta naiknya Gorbachev bersama Boris Yeltsin. Selain juga akibat terjadinya demoralisasi Tentara Merah (Martin Mc Caulay, 1998: 70-72).

    Kejadian yang sama dapat dilihat pada kasus disintegrasi bangsa Yugoslavia setelah meninggalnya Josef Broz Tito pada 1987. Setelah kematian Tito, tokoh yang dianggap sebagai pelekat bangsa, terjadi konflik horizontal dengan pecahnya perang antar eknis. Tuntutan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat makin meningkat sejalan dengan tuntutan membentuk negara baru, seperti Kroasia, Slovenia, Bosnia, dan Macedonia. Konflik terjadi karena pecahnya elit kepemimpinan Pemerintah Federal (Vertikal) yang berakibat hancurnya sistem komunis (Peter Calvo Corressi, 2000 : 337-358).

    Pengalaman disintegrasi kedua negara tersebut dapa saja terjadi di Indonesia karena ada beberapa persamaan latar belakang antara lain kebhinekaan etnis, bahasa, dan budaya. Potensi perpecahan semakin kecil terjadi kalau Indonesia relatif homogen etniknya dan bahasa Indonesia dijadikan bagai bahasa persatuan.

    Integrasi bangsa Indonesia belum pernah tercapai sepenuhnya dibawah satu sistem pemerintahan yang baik secara politik, ekonomi, dan sosial budaya tertentu (liberal, terpimpin dan Pancasila), kecuali sistem pertahanan keamanan rakyat konsep AH. Nasution. Namun, konsep pertahanan keamanan rakyat semesta ini tidak dapat mencegah konflik horisontal dan vertikal tetapi hanya dapat mencegah hancurnya Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti kasus Uni Soviet dan Yugoslavia.

    Sejak kemerdekaan hingga tahun 2000, konflik horisontal antar suku sering terjadi. Konflik berlabel agama justru muncul pada akhir masa Orde Baru dan awal era Reformasi dengan kasus Maluku, dan Poso mulai tahun 1998 – 2000. Tetapi konflik berlatar belakang sosial ekonomi yang diwarnai kekerasan sering terjadi terhadap etnik Cina dan pertikaian antar suku. Sementara kekerasan yang berbau politik umumnya terjadi pada masa-masa menghadapi Pemilu.

    Konflik lain yang sering terjadi hingga tahun 2000 bahkan samapai sekarang adalah konflik vertikal masyarakat dan institusi negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, termasuk terhadap aparat pemerintah atau Kepolisian, dan TNI-AD. Konflik ini dapat berlatar belakang sosial, agama, atau ketidakpuasan terhadap pelayanan aparat pemerintah terhadap masyarakat.

    Konflik antara aparat pemerintah yang melibatkan institusi sering terjadi di tubuh internal TNI/ABRI dan Kepolisian, yang kadang-kadang melibatkan kekuatan bersenjata. Hal ini pernah terjadi baik pada saat revolusi tahun 1945 hingga 1950 dan tahun 1951 hingga 1965 (Ulf Sundhaussen 1986). Sedang antara 1966 hingga 1995, konflik antara aparat pemerintahan relatif tidak terjadi, kecuali persaingan tertutup yang muncul sejak 1996 dan setelah peristiwa Maluku dan Poso mencuat ke permukaan.

    Integrasi aparat pemerintahan ditandai juga dengan adanya integrasi institusi pendidikan seperti APDN (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri) menjadi IPP (Institut Ilmu Pemerintahan) dan DTPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri), AKABRi (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) , SESKOAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat) , SESKO ABRI (Sekolah Staf Komando ABRI), sehingga antar aparat dan institusi pemerintah menjadi homogen termasuk juga internal TNI-AD diperkuat dengan upaya penyatuan jiwa korsa dengan membentuk doktrik Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

    Pada 1945 hingga 1950 dan tahun 1951 hingga 1965, integrasi internal aparat pemerintah Indonesia relatif lemah, seperti adanya insubordinasi aparat pemerintah termasuk ABRI/TNI khususnya TNI-AD . Dalam kondisi tersebut, integrasi bangsa Indonesiapun turut melemah. Integrasi bangsa Indonesia menguat sejak 1966 hingga 1995, setelah integrasi internal aparat pemerintah termasuk ABRI/TNI, khususnya TNI-AD, semakin menguat . Keadaan ini ditandai dengan berkurangnya konflik dan pemberontakan atau gerakan sparatisme. Integrasi internal TNI-AD melemah kembali setelah komando atas militer dipegang oleh Jendral Wiranto mulai tahun 1998 hingga 2000, bahkan setelah itu tetap melemah hingga tahn 2002 (Muhammad Zulfan Tadjoeddi, 2002 :25). Integrasi bangsa Indonesia mulai melemah kembali sebagai akibat ditolaknya peran TNI/ABRI khususnya TNI-AD dibidang sosial politik dan territorial, dan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta tidak dapat dijalankan oleh bangsa Indonesia.

    Pertumbuhan Bangsa Indonesia

    Istilah dan nama bangsa Indonesia yang mendiami pulau-pulau bekas jajahan Belanda belum dikenal pada masa penjajah Belanda atau sebelumnya. Pada masa Belanda menjajah Indonesia mereka menyebut Hindia Belanda karena bangsa Eropa mengenal India sebagai tempat transit rempah-rempah yang berasal dari Nusantara dan barang dangangan lainnya untuk kepentingan mereka. Bahkan kerena Columbus ingin mencari letak India dan belayar ke arah barat dari Portugis, ketika bertemu dengan manusia pertama di benua Amerika mereka menyebut bangas Indian.

    Sedangkan bangsa Portugis yang pertama kali tiba di Goa (India) pada 1503 berkeinginan mencari rempah-rempah langsung ke Nusantara dan tiba di Malaka tahun 1509, Ambon tahun 1512 dan Ternate tahun 1522 juga tidak menamkan bangsa-bangsa yang berdiam di Nusantara dengan nama bangsa Indonesia tetapi Hindia Portugis (Mc. Ricklefs, 1991 :38).

    Selanjutnya bangsa Belanda dibawah bendera VOC (Perserikatan Maskapai Hindia Timur) yang tiba di Banten tahun 1596 dan sampai Ambon tahun 1600 untuk bergabung dengan penduduk setempat guna menghancurkan Portugis, menyebut daerah Nusantara sebagai Hindia

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1