Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional
Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional
Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional
eBook386 halaman4 jam

Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Gereja tradisional di Indonesia pada umumnya hanya menekankan keutamaan program gereja dalam kehidupan gereja lokal. Hamba Tuhan, majelis dan jemaat disibukkan dengan berbagai kegiatan, namun program gereja tidak menyentuh kehidupan rohani dari murid Kristus. Sesungguhnya gereja demikian tidak lagi mengalami pertumbuhan rohani. Cara hidup gereja seperti demikian tidak lagi sesuai dengan natur gereja.
Buku ini berfokus pada pemuridan intensional sebagai nafas kehidupan gereja; ketika "nafas" ini hilang dalam gereja lokal, gereja juga tidak lagi bertumbuh semestinya.

Pemuridan intensional bukan hanya berfokus pada kelompok kecil, relasi antara pribadi, dan program pemuridan, melainkan pada perubahan radikal dalam kehidupan gereja, seperti struktur gereja, visi dan misi gereja, dan pemberdayaan pemimpin gereja demi mengembangkan kedewasaan iman dari setiap murid Kristus. Berdasarkan perspektif ini, pemuridan intensional tidak lagi dipandang sebagai program tambahan dalam gereja lokal, tapi inti kehidupan gereja. Segala bentuk pelayanan gereja yang tidak berhubungan dengan pemuridan harus dipangkas dan diganti dengan bentuk pelayanan yang baru, yaitu menjadikan murid Kristus, pelipatgandaan, persiapan pada pemimpin rohani, dan pengajaran dan pelatihan pada para calon pembuat murid.

Buku ini juga memaparkan refleksi yang kritis terhadap bentuk dan cara hidup gereja tradisional dimana hal itu tidak lagi sesuai dengan natur dan tujuan gereja. Tuntutan perubahan radikal adalah suatu keharusan untuk mengerti "jerat" program terhadap kehidupan gereja. Pemuridan intensional memiliki moto: "Dinamika dan cara kehidupan gereja selalu mendahului program gereja," bukan sebaliknya.

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis18 Apr 2024
ISBN9798223300694
Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional
Penulis

Jonathan W. Lo

Jonathan Wijaya Lo, S.Th., M.Th., D.Min., D. A. R., melayani sebagai dosen, hamba Tuhan dan pembicara di berbagai seminari, universitas Kristen, dan gereja, baik di Indonesia maupun Amerika sejak tahun 1990. Selama 10 tahun terakhir, beliau terpanggil untuk menulis buku dan renungan dalam topik pemuridan dan teologi.  Jonathan Wijaya Lo meraih gelar Doctor of Ministry dalam bidang pertumbuhan gereja dari Reformed Theological Seminary, Jackson, Mississippi, USA; gelar Doctor of Arts in Religion dalam bidang Christian Philosophy dari Whitefield Theological Seminary, Florida, USA; gelar Master of Theology dalam bidang Systematic Theology dari International Theological Seminary, Los Angeles, USA; dan gelar Sarjana Teologi dari Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, Indonesia.  Beliau melayani sebagai hamba Tuhan di Gereja Methodist Immanuel, Jakarta Barat (10 tahun);  New Life Baptist Church, Baldwin Park, Amerika (3 tahun),  Gereja Kristus Yesus, Puri Indah, Indonesia (1 tahun); Gereja Injili Indonesia, San Diego, Amerika (3 tahun). Beliau juga berkhotbah di berbagai gereja baik di Indonesia maupun Amerika selama 3 dekade terakhir. Beliau melayani sebagai dosen di Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung, Jakarta, Indonesia (14  tahun); Sekolah Tinggi Teologia Reformed Injili Indonesia (Dosen Paruh Waktu, 2 tahun); Universitas Pelita Harapan (Dosen Paruh Waktu, 4 tahun). Jonathan Wijaya Lo beserta istri, Gunawaty Tjioe, Ph.D, dan keluarga tinggal di California, Amerika.

Baca buku lainnya dari Jonathan W. Lo

Terkait dengan Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional

E-book terkait

Kristen untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Pemuridan Intensional Dalam Gereja Tradisional - Jonathan W. Lo

    Jonathan Wijaya Lo

    Pemuridan Intensional 

    dalam Gereja Tradisional

    Buku ini didedikasikan untuk Mama tercinta,

    Ibu Lo Bak Siam

    Daftar Isi

    Sambutan

    Pendahuluan

    1. Cara Hidup dan Struktur Gereja Tradisional

    Analisa Cara Hidup Gereja Tradisional

    Analisa Struktur Gereja

    Evaluasi Gereja Tradisional

    Perubahan Dalam Pelayanan Sistem Komisi

    2. Natur dan Tujuan Gereja

    Natur Gereja

    Tubuh Kristus

    Umat Allah

    Persekutuan Roh Kudus

    Tujuan Gereja

    Natur Gereja Dan Kehidupan Gereja

    Rangkuman

    3. Pemuridan bagi Kerajaan Allah

    Kerajaan Allah Dan Hidup Pemuridan

    Empat Model Pemuridan

    Pendekatan 1: Model Berbasis Program

    Pendekatan 2: Model Individual

    Pendekatan 3: Model Kelompok Kecil

    Pendekatan 4: Model Kerajaan Allah

    4. Visi, Misi, dan Implementasi

    Visi Tuhan

    Visi dan Pemimpin Pelayan

    Visi Tuhan Bersatu dengan Jiwa

    Visi Tuhan Bagi Nehemia

    Misi

    Implementasi

    5. Relasi Fungsi dan Bentuk Gereja

    Relasi Antara Fungsi Dan Bentuk Gereja

    Struktur Gereja Yang Sederhana

    6. Transformasi Pemimpin Rohani

    Roh Kudus Dan Perubahan Hidup

    Transformasi Hidup Gembala

    Kuasa Rohani

    Karakter yang Saleh

    Peranan yang Tepat

    Rangkuman

    7. Pemberdayaan Pemimpin Rohani

    Program Gereja Tidak Memadai Untuk Menumbuhkan Pemimpin Rohani

    Pemimpin atau Hamba Allah

    Pemimpin Pelayan

    Pengetahuan Teologi Tidak Memadai Untuk Menumbuhkan Pemimpin Rohani

    Memberdayakan Yang Holistik Bagi Pemimpin Rohani

    Memberdayakan Karunia Roh

    Memberdayakan Hidup bagi Misi Amanat Agung

    Memberdayakan Peranan yang Tepat dan Benar

    Memberdayakan Kepemimpinan Holistik: Wawasan Teologi, Karakter Yang Saleh, dan Aplikasi Firman

    Pelayanan Pendampingan Untuk Menumbuhkan Pemimpin Rohani

    Tiga Permasalahan dari Gereja Tradisional

    Rangkuman

    8. Kelompok Kecil Sebagai  Inti Struktur Gereja

    KOMUNITAS ILAHI

    Kelimpahan Hidup Dalam Komunitas Yang Baru

    Kelompok Kecil Sebagai Inti Struktur Gereja

    Rangkuman

    9. Prinsip-Prinsip Dasar  bagi Kehidupan Gereja

    Kedaulatan Allah

    Keutamaan Firman Allah

    Falsafah Pelayanan

    Keberanian Dan Kebijaksanaan Dalam Melakukan Perubahan

    Sumber Finansial

    Menyembah Dalam Roh Dan Kebenaran

    Misi Pemuridan

    PENUTUP

    DAFTAR PUSTAKA

    TENTANG PENULIS

    Sambutan

    Saya bersyukur menyambut buku Pemuridan Intensional dalam Gereja Tradisional karya Pdt. DR. Jonathan Wijaya Lo, Th.M., D.Min., D.A.R. Menurut saya, buku ini sangat penting dan tepat waktu, diterbitkan dalam konteks gereja tradisional masa kini yang sepertinya kurang memberi perhatian kepada pemuridan yang intensional, padahal Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya  secara khusus menekankan: Pergilah jadikanlah segala bangsa murid-Ku...,  agar  para murid Tuhan pergi ke seluruh dunia untuk memuridkan mereka yang percaya kepada Yesus Kristus. Sangat disayangkan, pemuridan nampaknya kurang menjadi perhatian gereja-gereja di Indonesia. Justru organisasi-organisasi pelayanan (parachurch) seperti Perkantas dan LPMI lebih memberi perhatian terhadap pemuridan bagi umat Tuhan. Dengan latar belakang konteks tersebut di atas, karena itu saya sangat bersyukur akan kehadiran buku ini. Walaupun ditulis dengan pendekatan akademis, namun buku ini menguraikan beberapa model pemuridan dan sangat baik untuk dipelajari, serta mudah dapat diterapkan dalam kehidupan bergereja.

    Saya sependapat dengan penulis bahwa untuk mengembangkan pemuridan, para pimpinan gereja harus kembali menyadari visi pelayanan dari Allah sendiri, dan mempersiapkan para pemimpin yang terpanggil untuk pemuridan. Itulah yang selama ini kami lakukan di Perkantas, di mana Tuhan izinkan saya sebagai salah satu pendiri. Kami sangat menyadari pentingnya pemuridan. Karena itu, kami mempersiapkan para pemimpin yang menjadi pelaksana pemuridan dalam berbagai kelompok kecil, yang dibangun atas dasar kebenaran firman Tuhan dan siap untuk diutus untuk memberitakan Injil, memuridkan, dan melipat gandakan dan mendukung pelayanan gereja.

    Saya doakan, kiranya buku ini tidak saja menjadi bacaan yang penting, tetapi kiranya menjadi inspirasi dan bahan ajaran pokok untuk pemimpin gereja dalam mengembangkan pemuridan yang intensional di gereja –gereja, khususnya di gereja tradisional.

    Semoga melalui buku ini Tuhan berkenan menghasilkan banyak pemimpin yang terpanggil untuk melakukan pemuridan yang intensional di berbagai gereja Tuhan di Indonesia.

    Jakarta, Januari 2018

    Dr. (Hons) Jonathan L. Parapak, M.Eng.

    Rektor Universitas Pelita Harapan

    Pendahuluan

    Sebagai seorang hamba Tuhan telah melayani Tuhan di berbagai seminari dan gereja di Indonesia selama 3 dasawarsa, penulis mengamati kondisi kehidupan gereja dan perkembangan gereja dewasa ini. Dari pengamatan tersebut, penulis menyadari bahwa Tuhan sedang bekerja di dalam gereja-Nya, menggerakkan hati para pemimpin rohani untuk menyadari dua hal penting.

    Pertama, kegiatan rohani gereja tradisional masa kini tidak lagi memenuhi dan menunjang pertumbuhan rohani jemaat. Gereja tradisional diwarnai dengan berbagai program kegiatan rohani sepanjang tahun. Namun tidak sedikit pemimpin rohani yang kurang mengalami pertumbuhan iman yang berakar di dalam Kristus dan karakter yang saleh dalam kehidupan sehari-hari.

    Selain persoalan tersebut di atas, banyak aktivis di gereja juga tidak mengalami pertumbuhan iman dan kasih kepada Tuhan dan sesama. Sebagaimana yang dikatakan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Korintus: Aku pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus... Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? (1Kor. 3:1-3). Saya khawatir, jangan-jangan gereja tradisional di Indonesia juga berada dalam kondisi yang sama seperti yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Korintus.

    Mengapa aktivitas kegiatan rohani tidak membuat jemaat Tuhan menjadi murid yang semakin serupa dengan Kristus? Mengapa pertumbuhan anggota jemaat gereja lokal maupun denominasi, baik secara kualitas dan kuantitas begitu lamban, bahkan hampir tidak ada pertumbuhan selama puluhan tahun ini? Apakah masalah gereja yang sebenarnya, sehingga tidak bertumbuh dengan sehat? Jika yang dikerjakan oleh gereja masa kini tidak lagi menunjang pertumbuhan rohani jemaat, itu berarti ada masalah yang serius dari pelayanan gereja sekarang. Apakah masalah itu dan bagaimanakah mengatasinya? Apakah gereja perlu berubah? Jikalau gereja perlu berubah, maka berbagai pertanyaan berikut akan muncul: Dari mana titik awal perubahan itu? Ke mana arah perubahannya? Bagaimanakah mengantisipasi perubahan itu?

    Kedua, pemuridan adalah mutiara yang hilang dalam gereja selama bertahun-tahun, karena memang gereja tradisional tidak melakukan pemuridan yang intensional kepada jemaatnya. Apa yang dikerjakan oleh gereja hanyalah berorientasi pada program gereja dan aktivitas kerohanian yang bersifat impersonal dan tidak menunjang pertumbuhan rohani. Oleh sebab itu, perlu sekali untuk menemukan dan menggali makna pemuridan berdasarkan pemahaman dari Alkitab. Dan tentu saja, pemuridan harus dilakukan oleh gereja. Dengan kesadaran yang baru ini, tidak heran jika kita melihat adanya kehausan dari para pemimpin rohani dari berbagai denominasi untuk mempelajari lebih mendalam tentang prinsip-prinsip dan cara pemuridan dalam gereja lokal. Umumnya, pergumulan yang serius yang dialami oleh para pemimpin rohani adalah bukan masalah teologia pemuridan, melainkan hal yang praktis dan metode yang tepat untuk menerapkan pemuridan dalam gereja lokal. Pencarian metode pemuridan menjadi hal yang utama dan dibutuhkan bagi gereja tradisional dibanding pemahaman teologia mengenai pemuridan yang dikehendaki oleh Tuhan.

    Secara umum, terdapat dua pendekatan untuk mengembangkan gereja yang memuridkan. Pertama, mendirikan gereja yang baru (menanamkan gereja) dengan visi dan misi pemuridan. Gereja yang baru tidak perlu bergumul untuk mengubah struktur gereja  dan kemungkinan konflik gereja, karena mereka memulai prinsip yang baru dan cara hidup yang baru dalam gereja lokal. Gereja yang baru lebih mudah menerapkan dan menghidupi pemuridan yang intensional. Dengan demikian, gereja bisa cepat sekali mengalami pertumbuhan rohani dan jumlah anggota yang cukup signifikan dalam waktu relatif singkat.

    Kedua, mengubah gereja tradisional menjadi gereja yang memuridkan (Gereja pemuridan). Mayoritas gereja-gereja di Indonesia adalah gereja tradisional yang sudah berdiri selama puluhan tahun. Dan menurut penulis, gereja yang demikian sangat perlu dibantu untuk ditransformasikan menjadi gereja pemuridan. Inilah yang menjadi latar belakang penulis dalam menuliskan buku ini. Karena itu, seluruh tulisan dalam buku ini bermuara pada pemuridan yang intensional dalam gereja tradisional.

    Selama kurang lebih tiga dasawarsa, penulis secara pribadi berinteraksi dengan gereja tradisional di mana penulis dibesarkan dan bertumbuh dalam gereja tersebut. Penulis sendiri terlibat aktif dalam pelayanan gereja tradisional untuk mengerti di mana letak permasalahan gereja. Dalam masa-masa itulah penulis mendapati adanya pergumulan besar antara eklesiologi dan praktik kehidupan gereja yang berorientasi pada program gereja. Dengan kata lain, terdapat jurang yang lebar antara apa yang dipercayai dan yang dihidupi oleh gereja.

    Untuk mengubah gereja tradisional menjadi gereja pemuridan, maka pertama-tama kita perlu menjelaskan di mana letak persoalan gereja dan menyakinkan kepada para pemimpin gereja mengenai pengajaran Kitab Suci tentang natur dan tujuan gereja. Penulis menyadari, pada umumnya manusia tidak menyukai perubahan. Karena perubahan berarti secara tidak langsung mengakui bahwa apa yang dikerjakan selama ini kurang tepat atau tidak benar. Perubahan membutuhkan kerendahan hati dari para pemimpin rohani untuk menerima apa yang keliru pada masa lalu dan membuka diri terhadap pimpinan Roh Kudus.

    Dalam perkembangannya, tidak sedikit gereja tradisional yang meluangkan waktu dan tenaga untuk belajar dari gereja yang baru dan berhasil menjalankan proses pemuridan. Memang benar, prinsip-prinsip pemuridan dapat dipelajari oleh siapapun juga, terlepas dari budaya dan sejarah gereja lokal. Kita perlu ingat bahwa gereja tradisional memiliki budaya rohani[1] yang keliru dan hal itu telah berakar dalam kehidupan gereja dan merambat dalam struktur gereja selama bertahun-tahun. Untuk mengubah hal tersebut, maka gereja membutuhkan visi dan misi yang jelas, yaitu pemuridan yang intensional. Gereja yang baru umumnya tidak terlalu mempunyai masalah budaya rohani’ dan struktur gereja yang berakar. Gereja yang baru biasanya sangat berhati-hati dalam menerapkan prinsip pemuridan, karena menyadari bahwa struktur gereja dan budaya rohani" yang keliru dapat menghalangi perkembangan gereja. 

    Dalam penulisan buku ini, saya mengajukan prinsip yang sederhana: Kunci pertumbuhan gereja adalah transformasi pemimpin rohani dan kunci transformasi pemimpin rohani adalah pemuridan yang intensional. Artinya, jika gereja ingin bertumbuh, maka semua pemimpin rohani harus melewati jalur pemuridan yang intensional. Melalui pemuridan yang intensional, pemimpin rohani mengalami perubahan hidup, sikap, karakter, dan perspektif. Untuk mencapai perubahan hidup, maka relasi antar anggota jemaat perlu didasarkan di dalam kebenaran Allah. Inilah kunci bagi Roh Kudus untuk menyatakan perbuatan Allah yang ajaib dan membagikan kekayaan kasih karunia dalam hidup bersama guna saling menguatkan iman.

    Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh gereja-gereja tradisional selama ini. Dalam rangka memberdayakan umat Tuhan menuju kedewasaan dalam Kristus, gereja tradisional dengan segala kegiatan rohaninya lebih bersifat impersonal dibandingkan pendekatan pribadi. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, menegaskan akan tujuan yang jelas dari pelayanan orang-orang percaya: Dialah yang kamu beritakan apabila tiap-tiap orang kamu nasihati dan tiap-tiap orang kamu ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan Kristus (Kol. 1:28). Tujuan tersebut tidak mungkin bisa dicapai oleh Paulus jika ia tidak secara intensional mengadakan pendekatan pribadi untuk mempersiapkan calon pemimpin rohani, seperti Timotius. Sebab itu, belajar dari apa yang dilakukan oleh Paulus, maka gereja melakukan pemuridan guna menjaring pemimpin rohani yang bertumbuh dan handal dalam pelayanan sesuai dengan karunia Roh. 

    Salah satu perhatian utama penulis dalam buku ini adalah untuk menjaga keseimbangan antara anggur yang baru dengan kantong yang baru. Tuhan Yesus berkata: ... anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya (Mat. 9:17). Prinsip kebenaran rohani dari perkataan Tuhan Yesus adalah angur yang baru disimpan dalam kantong yang baru dan anggur yang baru tidak cocok disimpan dalam kantong yang lama. Apakah artinya anggur yang baru itu? Dan apakah artinya kantong yang baru itu? Anggur yang baru adalah Injil Yesus Kristus, sedangkan kantong yang lama adalah sistem Yudaisme di mana sistem Yudaisme dibangun dan didasari oleh konteks budaya dan sejarah. Hal ini terus-menerus berubah. Injil Yesus Kristus tidak cocok diasimilasikan dengan sistem Yudaisme. Karena itu, gereja harus berubah struktur kehidupannya yang sesuai dengan jati diri yang baru. Struktur gereja bisa menghambat kemajuan gereja, karena tidak sesuai dengan natur gereja. 

    Apakah gereja-gereja di Indonesia masih membutuhkan buku mengenai pemuridan dalam konteks gereja tradisional? Bukankah telah tersedia berbagai jenis buku[2] tentang pemuridan yang ditulis oleh pengarang yang hebat dan berpengalaman dalam bidangnya? Memang benar telah beredar banyak buku tentang pemuridan, namun penulis berkeyakinan bahwa buku pemuridan yang intensional dalam konteks gereja tradisional di Indonesia masih sangat dibutuhkan oleh gereja yang ingin beralih menuju gereja yang memuridkan (Gereja pemuridan).

    Menurut pengamatan penulis, gereja tradisional yang mau mengadakan pemuridan seringkali melakukan dua kesalahan sebagai berikut: Pertama, gereja-gereja tradisional di Indonesia, dalam mempraktikkan pemuridan, lebih berfokus pada program, metode, dan teknis praktiknya daripada tujuan pemuridan. Tujuan pemuridan adalah terwujudnya kedaulatan Allah atas seluruh hidup murid Kristus. Berdasarkan pada keyakinan teologi John Calvin, penulis percaya bahwa kehidupan yang ideal dari pemuridan adalah hidup yang berpusatkan pada kedaulatan Tuhan atas segenap kehidupan dan segala sesuatu. Sedangkan metode pemuridan adalah alat untuk mencapai tujuan pemuridan, bukan tujuan itu sendiri. Sebab itu, wadah pemuridan, seperti kelompok kecil, tidak boleh dilihat sebagai tujuan pertemuan, melainkan melalui pertemuan itu, pemuridan yang intensional bisa terjadi untuk mencapai hidup pemuridan yang berpusatkan kedaulatan Allah atas seluruh bidang kehidupan.

    Berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh banyak gereja tradisional selama ini. Bagi gereja tradisional, pemuridan dianggap sebagai program tambahan, selain banyak program gereja. Pemuridan hanya menjadi pelayanan alternatif dan bersifat insidental, bukan menjadi inti dari kehidupan bergereja. Teologi misi, yaitu menjadikan bangsa murid Kristus, tidak menjadi fondasi pelayanan gereja di mana seluruh pelayanan gereja diarahkan pada misi pemuridan. Dalam buku ini, saya menekankan bahwa tujuan ideal dari pemuridan jauh lebih penting daripada metode pemuridan, dan proses pemuridan yang tepat lebih penting daripada wadah pemuridan. 

    Kedua, gereja-gereja tradisional tidak mengajukan pertanyaan mengapa perlu mengadakan pemuridan, melainkan lebih membicarakan bagaimana mengadakan pemuridan. Padahal, pertanyaan mengapa diperlukan untuk mencermati dasar teologis dan alkitabiah tentang natur dan tujuan gereja. Dengan kata lain, pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh gereja terhadap pemuridan haruslah pendekatan teologi-eklesiologis, bukan pendekatan pragmatis.

    Pemuridan yang intensional merupakan tugas dan tanggung jawab gereja dalam menunaikan Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 29:19-20). Penulis berharap, melalui tulisan dalam buku ini, dapat membantu gereja-gereja di Indonesia merenungkan kembali pemuridan yang selama ini dikerjakan. Dengan demikian, terjadi perubahan yang radikal, yaitu gereja yang berorientasi pada program menjadi gereja yang berorientasi pada people, yaitu pertumbuhan iman, kasih dan pengharapan ke arah Kristus.

    Pemuridan bagi Kerajaan Allah adalah inti seluruh proses pemuridan. Pemuridan dilakukan untuk menghasilkan murid Kristus. Tentu saja murid Kristus yang dihasilkan bukan hanya yang rajin merenungkan firman Allah dan aktif melayani Tuhan di dalam gereja, melainkan bersaksi bagi Kristus melalui berbagai bidang keahlian sebagai sarana untuk memuliakan Kristus; Murid yang menundukkan diri sepenuhnya dengan menyerahkan pikiran kepada Kristus dan mengakui Kristus sebagai Tuhan di seluruh bidang kehidupan. Dengan demikian, murid Kristus menjalankan tanggung jawab di gereja dan masyarakat.

    Ketika kita amati gereja-gereja di Indonesia, kita akan dapat melihat berbagai fenomena kerohanian gereja masa kini: Kasih yang mulai sirna antar saudara seiman, dosa yang menjadi kebiasaan dalam hidup sehari-hari, kehidupan doa yang suam-suam kuku, cinta dunia yang menguasai hati, kehidupan yang tidak ada kuasa rohani, dan pertikaian di dalam gereja yang berkepanjangan. Inilah kondisi gereja masa kini di Indonesia: Kekristenan tanpa pemuridan. 

    Kondisi kerohanian ini adalah sama dengan jemaat penerima surat Yakobus di mana gereja mengaku bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus, tetapi mereka tidak memiliki buah keselamatan (Yak. 2:14-23). Seringkali hidup beriman hanya sebatas pernyataan saja, bukan hidup bersama dengan Kristus dan menjadi murid yang berani dalam hal menyangkal diri dan memikul salib. Indikator yang paling jelas dari kekristenan tanpa pemuridan terlihat dalam kehidupan ganda, yang mendua hati (double minded; lih. Yak. 4:8). Orang Kristen yang mendua hati seperti orang yang memakai topeng, di mana terdapat perbedaan yang signifikan antara kehidupan internal dan eksternal, antara yang terlihat dan yang tersembunyi, antara apa yang dikatakan dan dihidupi, dan antara apa yang dipercaya dan tindakan nyata. Topeng itu semakin tebal dan berlapis-lapis, tatkala kehidupan dari luar ada jurang yang luas.

    Berbeda dengan murid yang otentik. Murid yang otentik, berani membuka diri bagi sesama dan diri sendiri. Murid yang seperti demikian dihasilkan melalui proses pemuridan yang melibatkan dua atau lebih pribadi yang saling berinteraksi dalam kebenaran Allah dan kuasa Roh Kudus.

    Selain persoalan di atas, kekristenan tanpa pemuridan juga menimbulkan tidak adanya gairah dalam kehidupan bergereja. Bill Hull menyatakan:

    Alasan mengapa jemaat keluar dari gereja beberapa tahun terakhir karena sekali Anda mendapatkan stempel untuk bergabung dalam keluarga gereja, maka tidak ada lagi yang bisa dilakukan, kecuali pekerjaan rutin gerejawi. Saya tahu ini sulit disetujui, tetapi bagi kebanyakan orang, pekerjaan rutin gerejawi memang tidak menggairahkan. Justru mengerdilkan apa yang pada mulanya Tuhan maksudkan untuk menjadi besar.[3]

    Kita melihat banyak jemaat setiap minggu rutin beribadah kepada Tuhan di gereja, namun hanya sedikit dari mereka yang sungguh-sungguh mengalami pertumbuhan iman dan perubahan hidup. Pertumbuhan iman dan perubahan hidup yang dimaksud adalah memiliki iman yang hidup, mengalami kuasa Allah untuk hidup kudus, berani menjadi pemimpin rohani, dan bersaksi bagi Tuhan.

    Sebenarnya, tidak sedikit dari pemimpin gereja di Indonesia yang  menyadari bahwa gereja sedang mengalami krisis kemunduran rohani, tidak ada gairah injil, dan jemaat menjalani cara hidup duniawi yang mementingkan diri sendiri. Namun para pemimpin gereja tidak tahu secara pasti apa yang perlu diubahkan dalam gereja. Dalam keadaan gereja yang memprihatinkan ini, apakah masih ada harapan untuk pemulihan gereja Tuhan?

    Ketika raja Salomo telah menyelesaikan pembangunan Bait Suci, Tuhan menampakkan diri kepadanya dengan janji pemulihan bangsa Israel, jika mereka dengan segala kerendahan hati memohon belas kasihan pada-Nya untuk pengampunan dosa. Firman Tuhan berbunyi demikian: Dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka (2Taw. 7:14).

    Janji pemulihan dari Tuhan juga disampaikan melalui Yeremia kepada bangsa Israel yang mengalami pembuangan di Babel: Apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman Tuhan, dan Aku akan memulihkan keadaanmu (Yer. 29:12-14).

    Firman Tuhan di atas memberikan pengharapan untuk pemulihan gereja-gereja di Indonesia. Ketika gereja merendahkan diri, berdoa, sungguh-sungguh mencari Tuhan dengan segenap hati, dan memohon pengampunan dan belas kasihan Tuhan, maka Tuhan akan memulihkan umat-Nya. Tuhan yang berfirman kepada Salomo dan Yeremia adalah Tuhan yang sama yang sedang bekerja dalam gereja-Nya untuk menyatakan kerajaan-Nya. Gereja yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dan menjalankan Amanat Agung Tuhan, akan memuridkan jemaatnya. Tujuan pemuridan adalah murid Kristus yang semakin serupa dengan Kristus dalam hal karakter, cara pikir, kehendak, dan ketaatan.

    Penulisan buku ini bertujuan membantu para pemimpin gereja menjalankan pemuridan bagi Kerajaan Allah (Kingdom discipleship) yaitu kehidupan murid Kristus yang berpusatkan pada Kerajaan Allah, yakni kedaulatan Allah atas segala sesuatu. Dalam buku ini juga akan akan dibahas persoalan struktur dan cara kehidupan gereja tradisional yang kemungkinan besar menjadi salah satu tantangan dan halangan pemuridan sejati.

    Ketika mengamati cara hidup gereja dalam kaitannya dengan pemuridan di berbagai gereja tradisional di Indonesia, penulis menyimpulkan bahwa setidaknya ada dua jenis gereja: Pertama, gereja yang kurang peduli dan tidak tahu apa-apa mengenai pemuridan. Jenis gereja seperti ini biasanya merancang program-program gereja dalam berbagai komisi, namun hal-hal yang dikerjakan tidak sampai menyentuh pertumbuhan iman ke arah Kristus. Gereja-gereja ini seperti jemaat Korintus yang menerima teguran Paulus: Karena kamu masih manusiawi duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? (1Kor. 3:3). Gereja seperti ini juga tidak menghasilkan dan meregenerasi pemimpin rohani.

    Kedua, gereja tradisional mengadakan pemuridan pada tahap murid yang dangkal, di mana program gereja menjadi dasar kehidupan gereja dan murid Kristus diukur dari segi mengikuti program gereja. Program gereja lebih mementingkan kegiatan daripada manusia yang utuh yang bertumbuh dalam kerohanian. Moto gereja seperti ini adalah manusia bagi program, bukan program bagi manusia. Program gereja mendahului manusia, bukan manusia mendahului program. Tidaklah heran kita melihat bahwa gereja jenis ini sulit menghasilkan jemaat yang bertumbuh dalam iman dan perbuatan di dalam Kristus, meskipun mereka seringkali membicarakan program pemuridan.

    Untuk mengadakan pemuridan yang bertujuan menumbuhkan umat percaya yang semakin serupa Kristus, maka struktur organisasi gereja yang berbasis komisi dalam pola kehidupan gereja, perlu dipikirkan ulang dan diubah agar pemuridan yang intensional tidak dihalangi oleh struktur gereja. Struktur gereja bisa menghantar pada pertumbuhan gereja yang lebih luas dan mendalam, namun juga bisa menghambat, bahkan mematikan, kehidupan gereja. 

    Gereja perlu membedakan antara wadah dan esensi pemuridan yang ideal. Esensi pemuridan, bukan program gereja, adalah hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Wadah pemuridan berupa pertemuan kelompok kecil, pertemuan antar pribadi, dan pelatihan pemuridan, sedangkan esensi pemuridan yang ideal adalah serupa dengan Kristus. 

    Gereja seringkali menganggap bahwa murid Kristus yang ideal adalah jemaat secara rutin mengadakan devosi rohani dan menghidupi kehidupan pribadi yang benar. Apakah hal itu keliru? Tentu tidak, namun pemuridan yang sejati tidak hanya sebatas pada kesetiaan devosi kehidupan pribadi, namun mencakup totalitas hidup yang berpatokan pada kedaulatan Allah. Pemuridan bagi Kerajaan Allah menekankan pada kedaulatan Allah dan otoritas Tuhan atas segenap bidang kehidupan orang percaya. Ideal pemuridan yang demikian bukan hanya menekankan perubahan karakter, devosi pribadi, dan giat dalam pelayanan, melainkan menaklukkan segala pikiran dan hati di bawah otoritas Kristus dalam segenap bidang kehidupan. Dengan demikian, kita percaya bahwa keselamatan di dalam Kristus mencakup aspek hati dan pikiran. Penulis menekankan kemuliaan Allah adalah seluruh agenda pemuridan yang intensional. 

    Mengapa pemuridan yang intensional perlu secara serius dikerjakan oleh gereja? Kita harus mengakui bahwa organisasi Kristen atau pendamping gereja (parachurch) di Indonesia telah lebih dahulu mengerjakan pemuridan di berbagai kalangan kaum muda. Contohnya, yang dilakukan oleh Perkantas di berbagai kampus di Indonesia, untuk memenangkan dan menumbuhkan iman orang percaya ke arah Kristus. Hal-hal yang dilakukan oleh pendamping gereja (parachurch) ini sangat berdampak positif bagi kaum muda dalam kehidupan kampus di Indonesia.

    Tidak bisa dipungkiri, banyak dari kaum muda ini tidak atau belum pernah dimuridkan oleh gereja di mana mereka beribadah. Ketika mereka sudah dimuridkan dan mengalami perubahan hidup, lalu kembali ke gereja lokal, mereka bisa melayani dengan memuridkan orang lain. Namun sering juga terjadi, ketika mereka ingin melayani di gereja,  mereka kurang mendapat sambutan yang baik, kurang dimengerti, dan bahkan berbenturan dengan ide dan praktik hidup gereja tradisional.

    Hal ini sangat disayangkan, karena bukan saja antusiasme untuk pelayanan dari kaum muda ini tidak terfasilitasi, tetapi terkadang mereka menjadi apatis dan skeptik terhadap gereja, dan bahkan ada yang keluar dari gereja lokal untuk mencari gereja yang memperhatikan pemuridan yang sungguh-sungguh. Fakta ini seharusnya mendorong gereja untuk secara serius memikirkan, mengkaji ulang ide dan praktek pemuridan sebagai respons atas Amanat Agung Tuhan Yesus, dan bila perlu mengadakan perubahan sehingga gereja sebagai institusi yang formal dan organik dapat membawa dampak yang besar bagi kehidupan orang percaya dan masyarakat luas,.

    Gereja sebagai institusi formal dan organik memiliki keunikan yang terdiri dari  dua sifat yakni sifat ilahi dan manusiawi. Sifat ilahi gereja dilihat dari sudut organisme, yang tergantung pada karya Allah Tritunggal. Sedangkan sifat kemanusiaan gereja dilihat dari sisi sudut organisasi, yang terdiri dari kehidupan bersama dengan berbagai aturan yang ada. Perubahan organisasi gereja untuk mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus dalam pemuridan akan berdampak besar bagi kehidupan bergereja    .

    Pemuridan yang intensional adalah keharusan bagi gereja lokal, bukan dianggap sebagai program tambahan atau pilihan dari berbagai program atau kegiatan rohani yang lain. Kita bisa melihat gereja Efesus yang memuridkan orang percaya. Paulus menasihati Timotius dan para penatua mengenai apa yang harus dikerjakan oleh gereja lokal, yakni mempersiapkan umat Allah untuk melakukan pelayanan, mencapai kesatuan iman dan pengenalan akan Kristus, bertumbuh dalam kasih dan kebenaran, serta mencapai kedewasaan dalam Kristus Yesus (Ef. 4:12-16; 5:1). Kedaulatan Allah atas segala sesuatu meliputi seluruh proses pemuridan yang sesuai dengan pengajaran Paulus: Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rm. 11:36). 

    Buku ini disusun sebagai berikut: Bagian Pendahuluan membahas latar belakang, persoalan, alasan, tujuan dan batasan pembahasan tulisan dari buku ini. Bab 1 memperkenalkan karakteristik gereja tradisional. Lalu Bab 2 membahas relasi natur dan tujuan gereja sebagai dasar untuk memahami pemuridan yang intensional dalam gereja tradisional. Melalui bagian ini, penulis berusaha membangun pemahaman eklesiologi sebagai dasar kehidupan gereja. Pada Bab 3, penulis memberikan gambaran pemuridan yang ideal yaitu pemuridan bagi Kerajaan Allah di mana seorang murid menaklukkan hati dan pikiran di bawah otoritas Kristus.

    Pada bab 4 penulis membahas tentang pentingnya pemimpin gereja untuk memikirkan dan mengkaji ulang visi misi dan  implementasi sebagai landasan kehidupan gereja. Pada bab 5, penulis membahas tentang relasi yang benar antara fungsi dan struktur gereja. Bagi penulis, esensi harus selalu mendahului fungsi gereja, dan fungsi menentukan struktur dari gereja, bukan sebaliknya.  Gereja tradisional masa kini

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1