Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Bencana Konsili Vatikan II
Bencana Konsili Vatikan II
Bencana Konsili Vatikan II
eBook366 halaman5 jam

Bencana Konsili Vatikan II

Penilaian: 1 dari 5 bintang

1/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Mainstream Katolik umumnya memandang Konsili Vatikan II sebagai babak baru Gereja Katolik yang lebih terbuka pada dunia dan bersedia mengikuti perkembangan jaman yang selalu berubah. Namun sayang sekali keterbukaan pada perubahan jaman itu justru menjadi bumerang. Perubahan demi perubahan yang dilakukan atas nama semangat konsili terbukti membuat Gereja Katolik semakin jauh dari ajaran iman para Rasul.

Tanpa disadari oleh banyak orang Katolik, perubahan atas nama semangat konsili itu telah mengubah Gereja Katolik menjadi Gereja "baru" yang berbeda dari Gereja Katolik yang diwariskan oleh para rasul. Fakta kelam inilah yang diangkat dalam materi ebook ini dengan tujuan untuk menyadarkan banyak orang Katolik dampak buruk dari Konsili Vatikan II dan segera sadar untuk memulihkan kembali Gereja Katolik pada iman para Rasul sebagaimana yang dikehendaki Tuhan kita Yesus Kristus.

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis19 Okt 2022
ISBN9781005493141
Bencana Konsili Vatikan II
Penulis

Agustinus Daniel

Agustinus Daniel adalah nama pena dari pemilik channel youtube bernama: Crusader Network. Tujuan channel ini adalah untuk meneguhkan kembali iman Kristen di tengah dunia yang semakin tidak mengenal TUHAN yang benar.

Baca buku lainnya dari Agustinus Daniel

Terkait dengan Bencana Konsili Vatikan II

E-book terkait

Kristen untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Bencana Konsili Vatikan II

Penilaian: 1 dari 5 bintang
1/5

2 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Bencana Konsili Vatikan II - Agustinus Daniel

    Kata Pengantar

    Tanggal 11 oktober 1962, Paus Yohanes XXIII membuka Konsili Vatikan II. Bagi sebagian besar orang Katolik, konsili tersebut menandai sebuah era baru Gereja Katolik yang terbuka pada dunia dan segala perkembangannya. Gambaran Gereja yang memposisikan dirinya sebagai menara gading kebenaran dan memandang negatif dunia sudah dikubur dalam-dalam sebagai warisan buruk masa lalu. Sebagai gantinya, Gereja Katolik setelah konsili tampil sebagai komunitas umat Tuhan yang dinamis, berwajah ramah, dan menyediakan dirinya untuk berjalan bersama dengan dunia.

    Setidaknya opini seperti itulah yang disampaikan para Uskup, imam, dan banyak orang Katolik di Indonesia yang berlomba-lomba tampil di media membawakan puja-puji bagi Konsili Vatikan II dalam rangka peringtan 60 tahun pembukaan konsili. Tapi benarkan Konsili Vatikan II membawa perubahan yang baik bagi Gereja Katolik?

    Fakta di lapangan tidak seperti itu.

    Sekalipun jumlah populasi umat Katolik meningkat karena populasi, secara umum panggilan religious justru berkurang. Di Amerika serikat, dalam kurun waktu tahun 1965 – 1998, jumlah seminaris merosot dari 45 ribu orang menjadi hanya sekitar 10% saja, sekitar 4500 orang. Sementara dalam kurun waktu yang sama dari 600 seminari menjadi hanya tinggal 200 seminari saja. Jumlah biarawati dari 180 ribu orang menjadi tinggal setengahnya saja.

    Itu baru dari segi jumlah. Yang lebih menyedihkan adalah dari segi penghayatan iman. Data tahun 90-an menunjukkan bahwa 70% imam di Amerika Serikat tidak percaya lagi pada transubstantiasi. Dan hasil survey pew research beberapa tahun lalu menunjukkan hal yang hampir sama juga terjadi di kalangan umat.

    Juga belum pernah terjadi sepanjang sejarah Gereja Katolik hingga sebelum konsili, seorang Paus mengadakan kegiatan doa bersama semua agamaseperti yang terjadi di Asisi tahun 1986, mencium Kitab Suci agama lain yang jelas-jelas menyangkal ketuhanan Yesus, membiarkan berhala masuk dan dihormati di dalam Basilika St. Petrus, Paus ikut serta secara aktif dalam ritual pagan, dan sebagainya.

    Ini menunjukkan bahwa Konsili Vatikan II telah membawa perubahan yang buruk, bahkan menghancurkan Gereja Katolik! Mereka yang mengatakan sebaliknya telah berkata tidak jujur atau memiliki agenda untuk mempropagandakan Konsili Vatikan II dengan tujuan membuat Gereja Katolik semakin terpuruk dalam dunia, atau memang sama sekali sudah kehilangan iman Katolik.

    Sayang sekali di Indonesia nyaris tidak ada orang yang menyuarakan kenyataan sisi gelap dari Konsili Vatikan II yang telah terbukti menghasilkan buah-buah buruk.

    Seperti yang dikatakan Uskup Agung Vigano, Konsili Vatikan II adalah kanker ganas yang menyerang Gereja dari dalam dan menimbulkan metastasis dalam bentuk berbagai buah buruk yang sekarang bermunculan dalam kehidupan menggereja. Maka siapapun yang mencintai Gereja Katolik harus berupaya memulihkan Gereja dari sakit yang dideritanya. Bukan malah memuji-muji keadaan sakit yang dideritanya dengan menyatakan itu semua baik bagi Gereja!

    Dan kita hanya dapat memulihkan keadaan Gereja kalau kita mau menyadari penyakitnya, yaitu kanker Konsili Vatikan II, dan setelah itu kita berupaya keras untuk memusnahkannya. Dengan alasan itu maka dalam beberapa tahun terakhir channel Crusader Network sering mangunggah video yang bersikap kritis terhadap Konsili Vatikan II dan semua perubahan yang diakibatkannya. Kami percaya bahwa melalui video-video tersebut umat Katolik di Indonesia akan mulai terbuka matanya terhadap sisi gelap Konsili Vatikan II yang selama puluhan tahun selalu ditutupi dengan baik. Dan dengan demikian juga mulai memahami masalah utama yang menjadi akar dari krisis yang sekarang sedang mendera Gereja Katolik.

    Ebook ini merupakan kumpulan dari transkrip video-video channel Crusader Network tentang Konsili Vatikan II yang telah di-publikasikan selama ini. Isinya tentu saja akan terus diupdate secara berkala dengan video-video terbaru. Melalui ebook ini diharapkan umat Katolik yang ingin mengetahui sisi gelap Konsili Vatikan II dengan tujuan demi ikut serta memulihkan kembali Gereja Kristus, dapat dengan mudah mempelajarinya.

    Dengan pertolongan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus dan bimbingan Bunda-Nya yang terberkati, kiranya ebook ini dapat menjadi berkat bagi kita semua dan turut berkontribusi dalam upaya kita semua untuk memulihkan segala sesuatu di dalam Kristus.

    Viva Christo Rey!

    Bencana Konsili Vatikan II: Apa Yang Hilang Setelah Konsili?

    Video:

    https://videobencanakv2.blogspot.com/p/bencana-konsili-vatikan-ii-apa-yang.html

    Film dokumenter yang akan anda lihat bukan fiksi, tidak ada yang dibuat-buat, dan nyata. Video ini berjudul, What We Have Lost, dan mengisahkan perubahan besar dan kehancuran yang terjadi dalam 2000 tahun sejarah Gereja Katolik, setelah berakhirnya Konsili Vatikan II pada tahun 1965.

    Narasi David Alanwhite:

    Halo, saya David Alanwhite, profesor Bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut AS. Tapi bukan dalam kapasitas itu saya berbicara kepada anda sekarang ini. Saya ingin memperkenalkan sebuah video, sebagai orang Katolik. Saya menyebut diri sebagai Katolik tradisionalis, sesuatu yang akan menjadi jelas setelah anda melihat video ini.

    Video yang akan anda lihat adalah sebuah dokumenter, bukan fiksi, semuanya nyata, sayangnya banyak yang akan anda lihat mungkin mengganggu anda..tapi semuanya diambil dari kejadian nyata di berbagai belahan dunia.

    Video ini berjudul, What We Have Lost, dan mengisahkan perubahan besar dan kehancuran yang terjadi dalam 2000 tahun sejarah Gereja Katolik, setelah berakhirnya Konsili Vatikan II pada tahun 1965.

    Seperti yang saya katakan tadi, banyak diantaranya mungkin mengejutkan anda, dan sebagian mengguncang anda, dan sebagian lagi saya berharap akan membuat anda sedih. Tapi ini untuk memberitahu anda tentang perubahan-perubahan itu! Untuk membantu anda memahami mengapa perubahan itu dibuat, bagaimana itu dilakukan, dan siapa yang melakukannya. Untuk memberikan informasi itulah mengapa video ini dibuat.

    Gereja Katolik selama 2000 tahun sejarahnya selalu mengajarkan bahwa Tradisi Suci adalah salah satu cara Tuhan menyatakan Diri-Nya kepada manusia, bersama-sama dengan Kitab Suci. Sementara Protestan meyakini hanya Kitab Suci sajalah sumber pewahyuan. Pewahyuan Tuhan kepada manusia selama 400 tahun sejarah Gereja berasal dari Tradisi Suci. Karena Kitab Suci sebagai kesatuan belum dikumpulkan sebagai satu kesatuan sampai dengan Konsili di Karthage pada akhir abad ke empat.

    Selama 400 tahun pertama, ajaran Gereja disampaikan Kristus kepada para Rasul, dan dari para Rasul-Nya ke seluruh dunia melalui pengajaran mereka! Dan Tradisi ini terus berlanjut selama berabad-abad. Ketujuh Sakramen telah menjadi sarana Tuhan untuk menyalurkan Rahmat-Nya kepada manusia. Dan upacara kurban Ekaristi selalu menjadi pusat dari seluruh Sakramen, yang menjadi alat bagi Tuhan untuk meminta kita menyembah-Nya.

    Setelah Konsili Vatikan II ada perubahan yang signifikan dalam Misa! Bagi banyak orang perubahannya hanyalah sesederhana perubahan dari bahasa latin ke bahasa sehari-hari. Padahal perubahannya jauh lebih dalam dari itu dan dilakukan dengan sengaja serta licik.

    Sebagian lagi mengira perubahannya hanya masalah estetika. Mereka menyukai keindahan dari Misa yang lama ketimbang musik populer dan tari-tarian dalam ritus Novus Ordo. Tetapi sekali lagi, video ini akan menunjukkan bahwa perubahannya jauh lebih besar dan serius.

    Lalu ada lagi yang mengklaim bahwa kaum Katolik tradisionalis hanya suka bernostalgia dengan ritus lama yang hilang, dan kini merindukannya. Saya sama sekali tidak suka bernostalgia. Saya tidak dibesarkan sebagai Katolik, saya dibesarkan sebagai Protestan. Lalu selama di universitas saya menjadi atheis... siapa sih yang enggak? Hanya di akhir 70-an saya menjadi Katolik. Sebagian besar karena pergumulan intelektual, dan tentu saja bersama dengan Rahmat Tuhan.

    Seorang penulis besar Inggris, Evelyn Waugh mengatakan, Gereja Katolik memberikan umat manusia sistem filosofi yang koheren dan digabungkan dengan klaim sejarah yang solid. Sistem filosofi yang koheren bersama dengan 2000 tahun sejarah yang luar biasa itulah yang membawa banyak orang ke dalam Gereja Katolik.

    Jadi kita tidak bernostalgia dengan apa yang tidak pernah kita kenal!

    Tetapi setelah menjadi Protestan, atau atheis, atau apapun lainnya, kita tahu apa itu Katolik, kita tahu apa yang membawa kita ke dalam Gereja, dan kita tahu apa yang kita harapkan dari Sakaramen-sakramen Gereja.

    Sebagai Katolik kita punya kewajiban, yaitu memastikan iman yang diberikan kepada kita akan terus berlanjut pada generasi yang akan datang. Pendahulu kita berjuang, menderita, bahkan seringkali sampai mati agar iman Katolik dapat diteruskan dari generasi ke generasi. Kita juga punya kewajiban sama, hanya saja kepada kita diberikan masalah khusus...

    Video ini akan memunculkan pertanyaan... Apakah Gereja masih Katolik? Apakah dia sudah kehilangan imannya? Atau para gembalanya telah berubah menjadi serigala yang bukannya menjaga domba-domba tetapi malah menyerangnya?

    Kita harus ingat bahwa selama masa kepausannya, Paus Paulus VI telah berkata bahwa asap setan telah masuk ke dalam Gereja Katolik. Celakanya ketika Konsili Vatikan II membuka Gereja terhadap dunia, asap setan itu masuk. Artinya, sekarang perjuangan kita adalah di dalam Bunda Gereja. Meski demikian sebagai Katolik kita memiliki harapan. Tuhan Yesus telah berjanji bahwa gerbang neraka tidak akan menang melawan Gereja. Bunda Maria juga telah berjanji di Fatima tahun 1917, bahwa Hatinya yang Tak Bernoda pada akhirnya akan menang. Kita bisa menggunakannya untuk menatap ke depan. Kita tahu bagaimana akhirnya, kita sudah membaca bagian akhir buku!

    Tetapi kita tidak bisa menipu diri kita tentang dimana posisi kita sekarang. Untuk memahami pertempuran yang terjadi saat ini, dimana posisi kita sekarang, dan apa yang telah hilang... inilah dokumentasinya.

    [teks pada video]

    Saya bersumpah untuk tidak mengubah apapun dari tradisi yang diterima dan tidak ada apapun yang telah dijaga oleh pendahulu saya yang terberkati, akan diganggu, atau diberikan ijin untuk melakukan pembaharuan terhadapnya.

    - dikutip dari Sumpah Pemahkotaan Paus.

    [klip video yang menggambarkan perubahan radikal pada ritus Misa Novus Ordo]

    Gereja Katolik selama 2000 tahun dikenal sebagai Gereja yang SATU, KUDUS, KATOLIK, dan APOSTOLIK. Gereja yang mendunia dan terikat tidak hanya oleh ritus Misa yang sama dengan bahasa yang sama, tapi juga pada iman dan tradisi yang sama, dan pernyataan dogma yang infallible (tidak dapat sesat). Kini, gereja tersebut bagaikan rumah yang terbagi dalam dirinya. Terbelah antara tradisionalis dan modernis, antara kesakralan/kesucian yang lama dengan liberalisme yang baru.

    Dulu, menara-menara Gereja Katolik di seluruh dunia menjulang tinggi bagaikan tangan-tangan yang menggapai ke surga, yang dengan bangga memproklamirkan keagungan Kristus Raja. Lukisan-lukisan dan patung-patung kudus yang abadi tegak berdiri penuh rasa hormat yang khidmat kepada Kristus yang sama, dan Bundanya yang penuh kemuliaan. Sementara nyanyian agung melambungkan doa dan pujian pada Allah Tritunggal.

    Tetapi abad 20 telah menyaksikan sebuah terobosan hebat reformasi kaum liberal. Paus Yohanes XXIII, seorang modernis terkenal, mengungkapkan keinginannya untuk membawa masuk angin segar ke dalam Gereja. Maka pada tahun 1962 dia membukanya secara simbolik dengan mengadakan Konsili Vatikan II.

    Bagaikan pengulangan yang terinspirasi iblis dari reformasi Protestan abad 16, konsili tidak menunggu lama untuk 'bermain mata' dengan berbagai kekeliruan yang sama seperti yang dilakukan oleh bidat Martin Luther, Cranmer, Zwingli, Calvin, dan sebagainya, yang pengaruhnya pernah menyapu Eropa dan bahkan lebih lagi.

    Para modernis di konsili bahkan termasuk mereka yang sebelumnya menyerang ajaran-ajaran fundamental Gereja! Mereka yang telah mempertanyakan ketuhanan Yesus, dan juga keperawanan abadi Bunda-Nya yang Terberkati. Ditambah lagi mereka yang mempertanyakan ajaran tentang dosa asal, neraka, dan transubstantiasi! Dan pengaruh mereka termanifestasi di dalam pernyataan Konsili Vatikan II yang membuka jalan bagi perubahan SEMUA ritus sakraman-sakramen!

    Tuntutan bagi perubahan Gereja menggema di Basilika St. Petrus menyuarakan kembali tuntutan Martin Luther 4 abad sebelumnya! Bahkan sebelum sesi terakhir, perubahan tersebut sudah masuk ke dalam Misa!

    Konsili Vatikan II ditutup bulan Desember 1965. Kini kekuatan liberal yang sudah diperingatkan oleh Paus-paus sebelumnya, dibebaskan bersama seluruh kekeliruannya! Jin modernisme akhirnya keluar dari botol!

    Dan semangat konsili mengawali lahirnya Misa Novus Ordo, ritus Misa yang baru. Dan sebagai konsekuensinya, awal dari sebuah "Gereja Baru'! Bahkan Paus Paulus VI, seorang tokoh Konsili Vatikan II, akhirnya mengakui bahwa awan, badai, dan kegelapan telah membuntuti konsili dan asap setan telah masuk ke dalam Gereja! Tapi dia pun tidak memperkirakan perusakan dan penodaan kekudusan yang bakal terjadi.

    Salah satu aspek perubahan yang nyata terlihat setelah Konsili Vatikan II adalah perubahan dalam arsitektur gereja! Selama 30 tahun lebih bangunan-bangunan gereja tua yang megah dimodifikasi atau dihancurkan! Dan sejalan semangat Konsili Vatikan II hirarki memberi pengarahan bahwa gereja-gereja besar dengan segala karya seninya tidak akan dibangun lagi karena 'melukai' perasaan orang miskin!

    Maka dengan sedikit pengecualian, pembangunan gereja-gereja besar untuk memuliakan Nama Tuhan tidak lagi dilakukan. Larangan Yudas kepada Maria Magdalena agar tidak menghamburkan uang untuk melayani Tuhan seolah terulang dalam semangat 'kepekaan sosial' yang tercermin dalam pembangunan gereja Katolik modern.

    Bangunan-bangunan gereja yang baru tidak hanya secara estetika buruk tapi juga seolah mengundang umat untuk masuk ke dalam tempat pemujaan pagan. Sebagian bahkan tidak lagi menyebutnya sebagai gereja tapi komunitas. Selain eksterior gereja menjadi semakin sederhana, interiornya lebih terlihat sebagai auduitorium atau teater, atau bahkan ruang doa new age ketimbang tempat ibadah Katolik!

    Pada saat yang sama, interior gereja tua yang sebelumnya sakral diubah sehingga tersisa hanya kerangkanya saja dari keagungannya semula. Perabotan tradisional dan sakral yang selama banyak generasi menjadi ciri kekatolikan, dihancurkan! Bagaikan penghancuran dan penodaan gereja yang mengikuti teror Revolusi Perancis, tahun-tahun sesudah Konsili Vatikan II ditandai dengan pembongkaran gereja dimana-mana di seluruh dunia.

    Michael J. Matt, editor The Remnant mengungkapkan kenangan masa kecilnya yaang mengerikan tentang itu,

    ..ini gereja dimana altar marmernya dipotong-potong.. dan kalau anda mengunjungi The Remnant akan saya tunjukkan sisa-sisa batu altar tempat saya dibaptis, dijadikan batu trotoar parkiran...

    Meniru kebiasaan bidat abad 16, altar marmer digantikan meja! Termasuk di tempat yang sebelumnya adalah tempat paling Katolik dari seluruh gereja Katolik di seluruh dunia (Basilika St. Petrus). Sekarang, meja itu dapat terbuat dari bahan apapun, mulai dari kayu hingga plastik. Jangankan dibanding altar batu, meja-meja itu tidak memiliki rasa kekudusan seperti yang dimiliki altar-altar sementara dalam medan Perang Dunia kedua!

    Tapi meja itu tampaknya cocok untuk perayaan perjamuan komunitas di Misa Novus Ordo, yang berbeda dengan upacara kurban tanpa darah sebagaimana yang diperintahkan Kristus. Mungkin Martin Luther akhirnya memperoleh kemenangan di Gereja (Katolik) modern!

    Bahkan posisi Tuhan kita diturunkan menjadi tidak jelas. Tidak hanya 'corpus' mulai dihilangkan di beberapa gereja, itupun kalau gereja itu masih menggunakan salib, tapi tabernakel dan lampu Sakramen Maha Kudus ikut dipindahkan dari pusat penyembahan di altar ke tempat lain. Atau bahkan dipindahkan ke ruangan lain. Ini semua terlepas dari keputusan Kongregasi Ibadah Suci tahun 1957, yang secara kategoris melarang penempatan tabernakel di luar altar!

    Dalam Injil Yoh.20:2, Maria Magdalena meratap, Mereka telah mengambil Tubuh Tuhan dan kita tidak tahu dimana mereka meletakkan-Nya.. Tragisnya kata-katanya hidup kembali hari ini!

    Lebih dari itu, lukisan dan patung Bunda Maria yang sebelumnya begitu dominan di setiap Gereja Katolik di seluruh dunia, dalam banyak kasus mulai menghilang bersama patung santo-santa dan para malaikat.

    Bagaimanapun karya seni masih ada, namun dalam bentuk yang buruk dan tidak jarang malah terkesan menghujat! Misalnya penggambaran feminis dari Perjamuan Terakhir, Monstrans yang terbuat dari botol anggur, atau penggambaran Bunda Maria yang terkesan terinspirasi kekuatan jahat ketimbang terinspirasi yang kudus! Salib Tuhan dibuat makin abstrak, atau bahkan digantikan dengan penggambaran Tuhan yang bangkit. Bahkan salib polos mirip Protestan seringkali digantikan dengan tanda plus.

    Daftar perlengkapan gereja tradisional yang menjadi korban semangat modernisme juga panjang. Tempat berlutut dan 'rel altar' (tempat untuk menerima komuni) tidak lagi dibuat di gereja-gereja yang baru, dan dicopot dari banyak gereja-gereja lama. Altar sisi sudah disingkirkan. Dan jendela 'stained-glass' yang sebelumnya menggambarkan sejarah Gereja dan kehidupan para kudus, telah diganti dengan mosaik yang miskin makna. Itulah semangat Konsili Vatikan II!

    Dulu, gereja Katolik adalah tempat ibadah yang agung dimana keheningan dan kekudusan sangat dijaga untuk menghormati kehadiran nyata Sang Kristus. Sekarang gereja menjadi tempat pertemuan sosial yang ramai dan lebih mirip teater film atau gedung olahraga. Dan dalam banyak kasus, keheningan kontemplasi dan doa digantikan dengan tari-tarian interpretatif.

    Bahkan kesopanan dalam berpakaian jatuh menjadi korban modernisme tahun 60-an. Sekarang mantila pada perempuan dan pakaian konservatif pria sudah berganti dengan pakaian yang lebih cocok untuk pesta barbeque di halaman belakang rumah. Lebih jauh lagi, hilangnya rasa hormat dalam berpakaian ini tidak hanya menjangkiti awam. Di Gereja pasca-konsili, para klerus berpakaian di depan publik seperti layaknya awam, dan tampil bagaikan selebriti di dalam Misa!

    Tidak hanya gagasan tentang surga, neraka, dan api penyician kini diperdebatkan lagi, bahkan konsep limbo di-interpretasikan ulang di atas altar! Dan peran imam sebagai pemimpin spiritual kini bergeser menjadi pekerja sosial dan aktivis yang lebih peduli pada masalah sosial ketimbang menyelamatkan jiwa-jiwa.

    Suster dan biarawati juga mulai menanggalkan jubah mereka. John Vennari, editor Catholic Family News melihat perubahan itu saat dia duduk di bangku sekolah Katolik,

    Sewaktu saya kelas satu, yang saya lihat dari suster adalah tangan dan wajahnya. Saat saya kelas 8 baru saya tahu kalau Sr. Catherine berrambut merah dan punya varises!

    Bahkan beberapa Pangeran Gereja (Kardinal) mengadopsi jubah yang menampilkan pesan-pesan sosial dan politik ketimbang menampilkan posisinya yang sakral. Sebagian lainnya menampilkan jubah yang terinspirasi pagan atas nama keragaman dan inkulturasi!

    Paus Paulus VI sendiri yang mengawali perubahan drastis itu! Ketika pada tahun 1964 ia menyerahkan Salib dan Cincin Kepausan kepada U Thant, seorang budhis yang menjadi Sekjen PBB saat itu. Dan ketika berpidato di depan PBB, Paus mengatakan, ...masyarakat dunia berpaling ke PBB sebagai harapan terakhir bagi kerukunan dan perdamaian.. Pernyataan yang mengundang tanda-tanya bagi seorang Wakil Kristus!

    Salib Kepausan yang baru, yang diadopsi oleh Paus Paulus VI dan diikuti oleh Paus-paus lainnya, menampilkan gambaran salib yang bengkok dan terdistorsi, dengan tubuh yang kurus dan kakinya terbuka. Suatu gambaran yang biasa diberikan pada satanis di abad 5!

    Dan Tiara Kepausan dengan tiga mahkota yang menggambarkan Tritunggal Maha Kudus.. diabaikan! Paus Paulus VI tidak pernah menggunakannya lagi setelah pentahbisannya, dan dia menggantikannya dengan Mitra Uskup. Dan ia memproklamirkan tidak ada Paus berikutnya yang akan menggunakan Tiara Kepausan! Maka penerusnya, Paus Yohanes Paulsu I, menolak menggunakan Tiara dan meniadakan upacara pemahkotaan Paus. Dia memilih untuk mengikuti upacara yang ikut disusunnya sendiri dan menjadi Paus pertama setelah berabad-abad yang tidak pernah mengenakan Tiara yang menjadi simbol kepemimpinan Gereja Katolik dunia. Paus Yohanes Paulus II mengikuti jejaknya.

    Parubahan busana gerejawi bukan satu-satunya yang mengejutkan.

    Selama berabad-abad kidung Gregorian yang agung dan indah dianggap sebagai musik resmi Gereja. Dan dengan berjalannya waktu, beberapa komposisi musik terbaik yang pernah dibuat, ditulis oleh para maestro dengan tujuan untuk dapat digunakan di Gereja. Dan pengaruhnya melampaui asal-mulanya yang religius.

    Dr. David Alanwhite, seorang profesor Bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laust AS dan pakar musik klasik mengatakan hal ini,

    Misa memberikan kita musik barat. Musik barat tertua yang pernah ditulis adalah kidung Gregorian. Jika anda mengambil kuliah sejarah musik, anda akan mulai dengan kidung (Gregorian) dan kemudian musik-musik Gereja yang tidak dibuat sekuler selama beberapa waktu lamanya. Ketika itu dibuat sekular, anda masih menemukan karya Mozart dan Haydn yang ditulis untuk Misa. Dan bahkan orang yang bermasalah karena tuli seperti Beethoven yang bergumul dengan Tuhan sepanjang hidupnya, masih menuliskan musik untuk Misa. Itulah musik tradisional..

    Adikarya musik klasik ini adalah contoh dari salah satu pencapaian karya manusia yang agung. Suatu warisan budaya yang sekaligus juga warisan religius. Lalu apakah warisan musik pasca Konsili Vatikan II?

    Tapi ada perubahan yang melampaui apa yang terlihat dan terdengar. Perubahan yang tidak terlihat tapi jauh lebih penting. Salah satu hasil dari kehadiran sejumlah besar pengamat non-Katolik di dalam Konsili Vatikan II. Pembaharuan yang dimandatkan oleh konstitusi liturgi Konsili Vatikan II telah mengakibatkan perubahan SELURUH ritus ketujuh sakramen! Di bawah Paus Paulus VI saja sudah banyak terjadi perubahan.

    Salah satu yang mencolok adalah SAKRAMEN BAPTIS. Ritus baru yang diterapkan dalam Novus Ordo dilakukan oleh diakon, sementara imam hanya mengamati. Sangat mirip dengan upacara pembaptisan yang diubah Luther sejak 1526. Ritus pembaptisan dalam Katolik tradisional mengikutsertakan 'eksorsisme' (pengusiran setan) dengan menghembusi calon baptis, pengucapan doa khusus, pemberian garam, dan pengurapan sebelum dan sesudah pembaptisan. Elemen-elemen tersebut semuanya sudah dihapuskan oleh Luther dan kini dihapuskan juga oleh Gereja Katolik modern. Sekarang upacara pembaptisan tidak lebih dari seremonial penerimaan anggota baru ke dalam komunitas, dan bukan lagi ritus penebusan dosa asal.

    Sakramen Pertobatan juga mengalami perubahan yang luar biasa. Pada tahun 1977 ritus baru Sakramen Pertobatan diberlakukan bagi seluruh Gereja Katolik. Istilah pengakuan tidak lagi digunakan dan tinggal sejarah. Padahal pengakuan adalah salah satu yang membedakan Katolik dengan Protestan atau agama-agama dan sekte-sekte lain. Itu kewajiban luhur dimana pendosa mengakui dosa-dosanya, menyatakan penyesalan yang tulus, berjanji mengubah hidupnya, dan memohon pengampunan, lalu mendapatkan absolusi/pengampunan dosa dari imam.

    Di banyak gereja Novus Ordo, pengakuan sudah dihilangkan atau diganti dengan ruang rekonsiliasi dimana imam dan umat yang berdosa melakukan diskusi. Inipun menggemakan pengaruh Luther yang memandang pertobatan sebagai pengakuan atas kesalahan masa lalu, kembali mendamaikan pikiran, tanpa sungguh-sungguh menyesal karena telah melawan Tuhan.

    Cara tradisional, satu imam dan satu umat yang mengaku dosa, dalam banyak kasus digantikan dengan ritus absolusi umum. Yang seringkali dilakukan dengan cara yang melanggar hukum kanonik maupun kehendak Bapa Suci. Sementara itu ruang pengakuan dosa yang masih tersisa, kosong melompong nyaris sepanjang waktu.

    Untuk Sakramen Penguatan, kutipan dari Paus Paulus VI meringkaskan seluruh perubahannya sesuai dengan semangat Konsili Vatikan II. Menurutnya, Hanya berkat awal pada penerima penguatan yang tetap dipertahankan.. Ini bertentangan dengan fakta bahwa sebagian besar teolog menyatakan materi esensial yang harus ada dalam Sakramen Penguatan terdiri dari penumpangan tangan dan pengurapan krisma.

    Lebih dari itu forma Sakramen Penguatan yang lama sebagaimana ditetapkan Konsili Trente menandakan Uskup telah memberikan sakramen, Aku menandai engkau dengan tanda salib dan menguatkan engkau dengan krisma keselamatan. Tapi forma yang baru, ...termateraikanlah dengan anugerah Roh Kudus menunjukkan tidak lebih dari pemberkatan biasa, seperti yang diberikan para fans baseball sambil bernyanyi dan makan hotdog! Suatu parodi dari Sakramen yang memanggil penerimanya untuk menjadi prajurit Kristus, sebagaimana yang diterima oleh St. Joan of Arc!

    Ritus Sakramen Perkawinan dalam hal seremonialnya hanya berubah sedikit saja setelah Konsili Vatikan II. Kecuali makin meningkatnya kawin campur dimana imam, bersama atau tanpa pemuka agama lain, menyelenggarakan upacara bagi keduanya, baik yang beriman maupun bidat. Yesus Kristus telah meningkatkan status perkawinan dari sekedar kontrak sipil menjadi Sakramen. Dengan demikian membatalkan hukum lama dan membuat perkawinan tak terceraikan, sebagaimana yang disangkal oleh Raja Henry VIII dan keenam istrinya!

    Problem dalam perkawinan Katolik sekarang ini adalah kelonggaran untuk tidak menaati janji sakral perkawinan, dengan restu Gereja! Dalam Injil Lukas 16:18 Yesus mengatakan siapapun yang menceraikan istrinya dan mengawini yang lain telah berzinah! Sebelum Konsili Vatikan II, bercerai dan kawin lagi merupakan dosa berat dengan hukuman ekskomunikasi. Tapi hukum itu diabaikan oleh Konferensi Uskup Amerika Serikat di tahun 1977. Sekarang malah mereka meminta maaf kepada mereka yang bercerai dan kawin lagi,

    ..kepada mereka yang tidak diperkenankan menerima sakramen-sakramen Gereja, termasuk mereka yang bercerai dan kawin lagi, dan kepada mereka yang tidak mendaoatkan keramahan kami... KAMI MEMOHON MAAF

    Dan anulasi (pembatalan perkawinan) menjadi jalan keluar... Dari tahun 1952 sampai tahun 1956 hanya ada 392 kasus pembatalan perkawinan yang disahkan Gereja di seluruh dunia. Tapi pada tahun 1968 (setelah Konsili Vatikan II) di Gereja Katolik AS saja ada 450 kasus pembatalan perkawinan. Dan tahin 1997 kasus pembatalan perkawinan di seluruh dunia membengkak menjadi hampir 73000 kasus!

    Anehnya, Gereja baru mendesak perlunya perceraian sebelum memberikan pembatalan perkawinan. Salah satu contoh, yang

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1