Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah
Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah
Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah
eBook431 halaman5 jam

Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Hidup pemuridan tidak boleh berhenti pada praktek kerohanian seperti membaca Alkitab, berdoa, beribadah, bersaksi, dan bersekutu, walaupun semua praktek kerohian ini memang penting dipraktekkan gereja sebagai sarana untuk proses pertumbuhan rohani jemaat. Hidup pemuridan yang sejati haruslah berfokus pada penguasaan Allah dan kehadiran kerajaan Allah dalam jiwa dan kehidupan seorang murid Kristus. Seperti doa yang diajarkan Tuhan Yesus, "datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga", maka kerajaan Allah dan kehendak Allah adalah satu kesatuan. Hidup pemuridan yang ideal berfokus pada penguasaan Allah atas segenap kehidupan, perkataan, perbuatan, ketrampilan, pekerjaan, dan pelayanan seorang murid Kristus bagi kemuliaan Kristus. Inilah yang menjadi semangat dan fokus dari buku ini. 

 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis26 Mar 2024
ISBN9798224326242
Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah
Penulis

Jonathan W. Lo

Jonathan Wijaya Lo, S.Th., M.Th., D.Min., D. A. R., melayani sebagai dosen, hamba Tuhan dan pembicara di berbagai seminari, universitas Kristen, dan gereja, baik di Indonesia maupun Amerika sejak tahun 1990. Selama 10 tahun terakhir, beliau terpanggil untuk menulis buku dan renungan dalam topik pemuridan dan teologi.  Jonathan Wijaya Lo meraih gelar Doctor of Ministry dalam bidang pertumbuhan gereja dari Reformed Theological Seminary, Jackson, Mississippi, USA; gelar Doctor of Arts in Religion dalam bidang Christian Philosophy dari Whitefield Theological Seminary, Florida, USA; gelar Master of Theology dalam bidang Systematic Theology dari International Theological Seminary, Los Angeles, USA; dan gelar Sarjana Teologi dari Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, Indonesia.  Beliau melayani sebagai hamba Tuhan di Gereja Methodist Immanuel, Jakarta Barat (10 tahun);  New Life Baptist Church, Baldwin Park, Amerika (3 tahun),  Gereja Kristus Yesus, Puri Indah, Indonesia (1 tahun); Gereja Injili Indonesia, San Diego, Amerika (3 tahun). Beliau juga berkhotbah di berbagai gereja baik di Indonesia maupun Amerika selama 3 dekade terakhir. Beliau melayani sebagai dosen di Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung, Jakarta, Indonesia (14  tahun); Sekolah Tinggi Teologia Reformed Injili Indonesia (Dosen Paruh Waktu, 2 tahun); Universitas Pelita Harapan (Dosen Paruh Waktu, 4 tahun). Jonathan Wijaya Lo beserta istri, Gunawaty Tjioe, Ph.D, dan keluarga tinggal di California, Amerika.

Baca buku lainnya dari Jonathan W. Lo

Terkait dengan Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah

E-book terkait

Kristen untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Hidup Pemuridan Bagi Kerajaan Allah - Jonathan W. Lo

    Hidup Pemuridan

    Bagi

    Kerajaan Allah

    Jonathan Wijaya Lo

    Editor: Ferdinan Suawa

    Setting/Layout: Ferdinan Suawa

    Cover Page Design: Gunawaty Tjioe

    Daftar Isi

    Daftar Isi

    Pendahuluan

    Bab 1

    Makna Murid Kristus

    Menjadi Orang Percaya Dan Menjadi Murid Kristus

    Kekristenan Tanpa Kristus

    Iman Tanpa Perbuatan

    Kekristenan Sebagai Jubah Agama

    Pohon Dan Buah

    Anugerah Yang Murah

    Dogma Kristen Tanpa Roh

    Tanpa Pengenalan Akan Allah

    Penyebab Kemerosotan Rohani

    Kekristenan Tanpa Pemuridan

    Makna Murid Kristus

    Ciri Khas Murid Kristus

    Proses Ketaatan

    Belajar Dari Kristus

    Rintangan Hidup Pemuridan

    Bab 2

    Menyangkal Diri

    Pengikut Kristus Dan Menyangkal Diri

    Natur Menyangkal Diri

    Menyangkal Diri Dan Segala Isi Dunia

    Menyangkal Diri Dan Kepenuhan Spiritualitas

    Keunikan Menyangkal Diri

    Bab 3

    Memikul Salib

    Natur Memikul Salib

    Respon Kasih Karunia Allah

    Teladan Kristus Yesus

    Jalan Menuju Kesempurnaan

    Kepenuhan Roh Kudus Dan Memikul Salib

    Beban Itu Ringan

    Bab 4

    Nilai Kerajaan Allah

    Nilai Kerajaan Allah

    Dua Macam Nilai

    Harta Sorgawi Dan Sikap Hati

    Keteraturan Nilai

    Norma Hidup Baru

    Prioritas

    Bab 5

    Sukacita

    Sukacita Dari Allah

    Faktor Sukacita

    Ciri Khas

    Bab 6

    Pikiran Roh

    Dua Macam Pola Pikir

    Dua Macam Kelahiran

    Natur Pikiran Rohani

    Teologi Kristen Dan Pikiran Roh

    Ciri Khas Dari Pikiran Roh

    Pikiran Roh Dan Kesalehan

    Bab 7

    Keinginan Roh

    Karunia Alamiah

    Natur Keinginan Roh

    Peran Roh Kudus Dalam Keinginan

    Bab 8

    Di Bumi Seperti Di Sorga

    Kekinian Dan Masa Depan

    Damai Di Bumi

    Pemisahan Rohani

    Datanglah Kerajaan-Mu

    Jadilah Kehendak-Mu

    Hidup Bersama Dengan Allah

    Bab 9

    Pemilik Tanpa Milik

    Konsekwensi Logis

    Kedewasan Rohani

    Pengabdian Pada Allah

    Penatalayan

    Bab 10

    Hidup Oleh Iman

    Dibenarkan Oleh Iman Dan Hidup Oleh Iman

    Natur

    Firman Dan Hidup Oleh Iman

    Ciri Hidup Oleh Iman

    Bab 11

    Hidup Oleh Anugerah Allah

    Apakah Anugerah Itu?

    Buah Anugerah

    Kesalehan

    Karunia Rohani

    Penderitaan

    Kesusahan

    Pengampunan

    Kehidupan Sehari-hari

    Bab 12

    Terang dan Garam Dunia

    Dari Gelap Kepada Terang

    Menjadi Terang dan Garam Dunia

    Kesaksian Dan Pemuridan

    Bab 13

    Kekuatan Dalam Kelemahan

    Kelebihan Dan Kelemahan

    Kelemahan: Spiritualitas Dan Moralitas

    Kelemahan Dalam Penderitaan Oleh Nama-Nya

    Bab 14

    Sahabat Allah

    Keterasingan

    Sahabat Dunia

    Sabahat Allah

    Bab 15

    Sebagai Pendatang Dan Orang Asing

    Pengertian Tentang Dunia

    Dunia Adalah Kepunyaan Allah

    Pendatang Dan Orang Asing

    Bab 16

    Gaya Hidup

    Interaksi Antara Gaya Hidup Individual dan Komunitas

    Dari Dalam Keluar

    Sikap Hati

    Kesalehan

    Kesederhanaan

    Bab 17

    Kebenaran Dalam Kasih

    Kebenaran Dan Kasih

    Perkataan

    Perbuatan

    Bab 18

    Pengharapan

    Iman, Kasih Dan Pengharapan

    Pengenalan Akan Kristus

    Hidup Dalam Pengharapan

    Penutup

    Pendahuluan

    Mengapa saya menulis buku tentang hidup pemuridan? Bukankah banyak tokoh Kristen telah membahas mengenai hidup pemuridan yang telah beredar di mana-mana? [1] Saya tidak berani mengklaim bahwa buku ini melengkapi apa yang masih kurang dari pendahulu. Penulisan buku ini berawal dari keinginan tahu tentang pengajaran Kitab Suci mengenai murid Kristus yang dikehendaki oleh Bapa; gereja dewasa ini menekankan pemuridan yang fokus pada aktivisme (do), yaitu: mutu murid Kristus diukur dari persembahan, pelayanan, misi, baca Alkitab, doa, saksi iman dan pelayanan sosial. Memang semua hal itu adalah baik sekali dan gereja perlu memperhatikan pelayanan tersebut, tapi apakah memang murid Kristus hanya ditinjau dan diukur oleh apa yang diperbuat saja? Gereja tidak boleh mengabaikan perbuatan baik sebagai cetusan dari iman, kasih dan pengharapan.

    Penulis menekankan hidup pemuridan yang berpatokan pada wawasan kerajaan Allah, di mana Allah berdaulat atas segala kehidupan orang percaya. Allah adalah Raja atas segala raja; Ia berdaulat dalam seluruh kehidupan umat-Nya. Karena, seluruh bidang kehidupan adalah milik Allah. Abraham Kuyper berkata demikian: Tidak ada satu inci persegi pun di seluruh wilayah keberadaan manusiawi kita, di mana Kristus yang berdaulat atas semuanya, tidak berseru: 'milikku!’[2] Kuyper percaya bahwa seluruh tatanan ciptaan Tuhan harus tunduk di bawah kekuasaan Allah melalui otoritas firman Allah dalam seluruh kehidupan. Ini adalah visi hidup pemuridan.

    Penulis tidak mengupas tentang bagaimanakah menjadi murid Kristus dan bagaimanakah gereja memuridkan orang lain; dengan kata lain, buku ini tidak membahas tentang metode pemuridan, melainkan hidup pemuridan bagi kerajaan Allah. Penulis menggumulkan dua hal yang saling berhubungan: pertama, apakah hidup pemuridan itu? kedua, bagaimanakah seorang murid Kristus mengenal dirinya untuk hidup pemuridan bagi kerajaan Allah? Pertama menekankan hidup pemuridan yang berorientasi pada kerajaan Allah. Dalam hal ini, penulis fokus pada identitas seorang murid yang dipenuhi oleh kekayaan Kristus dari dalam jiwa, dan kekayaan itu mengalir dari dalam keluar untuk memberkati gereja dan masyarakat sekitarnya; hidup pemuridan bagi kerajaan Allah berasal dari dalam keluar. Memang, seorang murid Kristus juga harus terlibat aktif dalam melakukan berbagai hal bagi sesama, masyarakat, dan negara, tapi tanpa wawasan kerajaan Allah bagi segala perbuatan, hidup pemuridan akan terjebak pada aktivisme tanpa tujuan yang jelas dan segala perbuatan akan jatuh pada keprihatinan kemunusiaan yang juga dilakukan oleh berbagai tokoh agama untuk menyatakan sesama manusia saja.

    Kedua, bagaimanakah seorang murid Kristus mengenal dirinya sendiri untuk hidup pemuridan bagi kerajaan Allah? Poin ini menekankan introspeksi diri, supaya melalui ciri-ciri tertentu seorang murid Kristus tahu di mana posisi kehidupannya. Kehidupan praktis yang menerapkan visi hidup bagi kerajaan Allah.

    Buku ini menekankan pada transformasi hidup pemuridan yang berasal dari dalam keluar; sebab di tengah dunia yang sekuler dan pragmatis ini gereja secara sadar atau tidak sadar mengadopsi semangat dunia ini, sehingga gereja menawarkan hidup pemuridan yang instan dan pragmatis tanpa pemahaman teologi Kristen yang benar dan tepat sebagai dasar bagi hidup pemuridan. Transformasi yang berasal dari dalam keluar; perubahan pikiran dan hati terlebih dahulu dan berlanjut pada perbuatan sehari-hari. Dallas Willard percaya bahwa pembaharuan selalu berawal dari hati dan berlanjut pada kehidupan sehari-hari; dalam hal ini, ia berkata demikian:

    We live from our heart ... the human spirit is an inescapable, fundamental aspect of every human being; and it takes on whichever character it has from the experiences and the choices that we have lived through or made in our past ... The greatest need you and I have – The greatest need of collective humanity - is renovation of our heart.[3]

    Kerajaan Allah artinya penguasaan Allah melalui firman Allah dan Roh Kudus di mana Allah adalah Raja atas segala sesuatu dan segala sesuatu berasal dari Dia, oleh Dia, dan bagi kemuliaan Dia (Rm. 11:36). Dengan demikian, hidup pemuridan bagi kerajaan Allah menaruh perhatian pada dua mandat: pertama, mandat budaya; kedua, mandat Injil. Kedua mandat ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Memang, mandat budaya terlebih dahulu diamanatkan oleh Allah kepada Adam, ketika ia masih berada di taman Eden; ketika ia masih hidup bersama dengan Allah (Kej. 1:28, 2:15, 20); tapi ketika Adam jatuh dalam dosa, baik dia dan keturunannya tidak lagi mengembangkan atau menjalankan mandat budaya untuk memuliakan Allah, melainkan memperalat perkembangan budaya untuk keangkuhan diri; sebab itu, pengembangan budaya (Kej. 4:17, 21-22; 11:3-4) tidak pernah terlepas dari keangkuhan diri; cinta pada dunia adalah keangkuhan diri (1 Yoh. 2:15-16) di mana ketika kasih pada dunia berdiam dalam hati, kasih pada Allah menjadi sirna dan sebaliknya.

    Hidup pemuridan mengklaim kembali mandat budaya dalam kehidupan sehari-hari untuk kemuliaan Allah. Mandat Injil telah diamanatkan oleh Allah kepada murid Kristus (Mat. 28:28-29) untuk mengabarkan kabar sukacita dari Kristus kepada seluruh dunia dan memuridkan bangsa-bangsa menjadi murid Kristus. Gereja adalah duta besar Allah dalam dunia (2 Kor. 5:20); gereja memikul tanggung jawab kedua mandat itu, meskipun tanggung jawab Injil terlebih dahulu diterima oleh gereja, tanggung jawab budaya juga harus dikembangkan oleh gereja.

    Kerajaan Allah adalah penguasaan Allah atas kedua mandat, yaitu mandat Injil dan budaya untuk mengembalikan segala sesuatu kepada Allah dan bagi kemuliaan Allah; dari titik tolak pemahaman teologis ini, hidup pemuridan tidak hanya fokus pada kerohanian yang baik, seperti relasi dengan Tuhan melalui doa dan baca Alkitab saja, melainkan juga pengembangan segala karunia Allah untuk menaklukkan bumi dan segala isinya dengan menaklukkan segala pikiran di bawah kedaulatan Kristus (2 Kor. 10:5). Visi ini besar dan agung bagi murid Kristus; hidup pemuridan harus memiliki visi ini, jika gereja mau Allah berkenan. Abraham Kuyper mengerti kedua mandat itu dalam kehidupan gereja, seperti yang dikatakan oleh James E. McGoldrick:

    Kuyper stressed the role of Christ as mediator of creation as well as mediator of redemption, and he emphasized the cultural mandate and the doctrine of general revelation more previous Reformed thinkers had done, and some Calvinists were concerned that this would lead to giving priority to social action which might diminish zeal for personal spirituality.[4]

    Penulis juga menggumulkan sifat dasar keberdosaan dan pemikiran zaman; untuk menjawab kedua masalah ini, setiap topik pembahasan selalu bergumul dan berinteraksi antara pengertian Kitab Suci, kondisi natur manusia, dan semangat zaman pada saat bersamaan; di mana gereja seringkali gagal menjaga keseimbangan ini. Ada gereja tahu kondisi natur manusia dan kondisi zaman dengan baik, tapi mereka tidak tahu isi Kitab Suci; ada gereja lain tahu isi Kitab Suci dengan baik, tapi mereka tidak tahu kondisi natur manusia dan zaman. Kedua ekstrim ini harus dihindari oleh gereja; sebab gereja masih berada dalam dunia dan perlu mengerti kondisi zamannya tanpa mengabaikan pengajaran Kitab Suci. Sebagai contoh, apa artinya menyangkal diri? Dalam hal apakah seorang murid Kristus menyangkal diri? Pertanyaan ini fokus pada pembelajaran Kitab Suci untuk mengerti keunikan menyangkal diri. Kemudian, kita terus mengajukan pertanyaan, mengapa orang percaya sulit sekali menyangkal diri? Di manakah letak persoalannya? Kedua pertanyaan ini fokus pada pengenalan natur manusia. Selanjutnya, kita mengajukan pertanyaan lagi, apakah ajaran tentang menyangkal diri masih relevan bagi kondisi zaman ini? Dan apakah keunikan ajaran menyangkal diri dari kekristenan dengan ajaran agama yang lain, seperti ajaran Buddha. Kedua pertanyaan ini fokus pada pengenalan kondisi zaman.  

    Penulis berusaha untuk menghindari semangat dogmatis dengan menyajikan gambaran hidup pemuridan yang idealistik tanpa memperdulikan kesulitan dan persoalan dari setiap individu atau gereja yang sedang bertumbuh dalam Kristus. Sebab itu, pergumulan rohani juga menjadi perhatian utama dalam menerapkan firman Allah. Dengan demikian, interaksi antara kebenaran Allah yang tidak berubah dengan perubahan kondisi zaman berjalan dengan baik.

    Setiap topik pembahasan diakhiri dengan beberapa pertanyaan refleksi untuk mengulang atau memperdalam ajaran tersebut dan mendiskusikan bersama dalam kelompok kecil. Dengan harapan, setiap bahan ajaran dapat dicerna dengan baik oleh setiap pembaca. Semua jawaban sebenarnya sudah tersirat atau tersurat dalam setiap topik bacaan asalkan pembaca dengan cermat menyimak isinya. 

    Harapan dari penulisan ini adalah: Gereja semakin diperkaya oleh kasih karunia Allah dan pengetahuan yang benar untuk menjalani hidup pemuridan dalam Kristus bagi kerajaan Allah. Dengan demikian, gereja dengan berpegang pada kebenaran bertumbuh dalam kasih di dalam segala arah kepada Kristus, yang adalah Kepala (Ef. 4:15-16), sehingga dunia tahu bahwa mereka adalah murid Kristus dan berbeda dengan dunia untuk bersaksi bagi kemuliaan Tuhan. Meskipun murid Kristus hidup dalam dunia, tapi mereka tidak hidup sama seperti orang dunia, melainkan anak-anak kekasih Allah atau anak-anak terang yang tahu tentang apa dan siapa yang dipercayainya serta tahu siapa yang dikasihi dan mengerti harapan yang terkandung dalam panggilannya (Ef. 1:17-18).

    Kristus sendiri akan menyempurnakan para murid-Nya; sebab Ia yang telah menyelamatkan orang berdosa akan memelihara mereka sampai pada kesudahan zaman, sehingga tidak ada seorang pun akan binasa. Sebagaimana rasul Paulus berkata: Aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memelihara apa yang dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan (2 Tim. 1:12).

    Bab 1

    Makna Murid Kristus

    Ada orang berpendapat bahwa menjadi murid Kristus adalah penerimaan baptisan dari gereja; apakah benar demikian? Bukankah banyak orang menerima baptisan kudus tapi mereka tidak ada hidup pemuridan? Ada yang lain berpendapat bahwa menjadi murid Kristus adalah pengakuan ketuhanan Kristus; apakah memang benar demikian? Bukankah banyak orang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, tapi mereka tetap berbuat jahat (Mat. 7:21-23). Ada yang lain lagi berpendapat bahwa menjadi murid Kristus adalah menjadi anggota gereja; apakah benar demikian? Apakah menjadi anggota gereja adalah sama dengan menjadi anggota kerajaan Allah? Bukankah banyak orang pergi ke gereja dan terlibat dalam pelayanan, tapi akhirnya mereka juga ditolak oleh Dia (Mat. 7:21-23), seperti perumpamaan tentang lima gadis bodoh yang tidak diizinkan untuk masuk ke dalam pesta perjamuan Mesias? (Mat. 25:10-13).

    Apakah menjadi orang percaya adalah sama dengan menjadi murid Kristus? Apakah mungkin seseorang menjadi murid Kristus tanpa menjadi orang percaya? Ataukah menjadi orang percaya tanpa menjadi murid Kristus? Sebenarnya, apakah artinya menjadi murid Kristus? 

    Menjadi Orang Percaya Dan Menjadi Murid Kristus

    Ketika seseorang menerima Kristus sebagai Juruselamat dan mengakui dosanya di hadapan Allah, mereka menjadi orang percaya dan diselamatkan oleh kasih karunia Allah dalam Kristus Yesus. Rasul Paulus berkata: Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. (Rm. 10:9); sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan (Rm. 10:13). Kalau anda memperhatikan kontek sosial dan politik dalam surat Roma, maka anda akan memperoleh kesan yang mendalam bahwa orang percaya pada waktu itu harus berani membayar harga, yaitu nyawanya sendiri, ketika mereka percaya bahwa Yesus adalah Tuhan; sebab ketika seseorang menundukkan diri pada Kristus, itu berarti mereka tidak menyembah kepada kaisar. Ketika seseorang menolak penyembahan kepada kaisar, nyawa mereka akan dipertaruhkan.

    Sebagai murid Kristus, kematian Kristus terus membayangi kehidupan sehari-hari, tatkala mereka mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Dalam hal ini, orang percaya dan murid Kristus adalah sama bagi gereja awal, karena mereka percaya pada Allah dan menjadi murid Kristus sejati sekaligus.

    Menjadi murid Kristus adalah suatu proses kedewasaan iman dalam Kristus di mana seseorang terus menerus belajar cara hidup, pikir, kehendak, dan teladan Kristus, sehingga mereka semakin serupa dengan Kristus, bukan serupa dengan dunia. Dengan kata lain, menjadi murid Kristus mengalami proses transformasi rohani oleh kekuasaan Roh Kudus. Semua murid Kristus adalah orang percaya pada Tuhan, tapi tidak semua orang percaya telah menjadi murid Kristus; sebab banyak orang percaya masih hidup secara duniawi dan belum dewasa dalam Kristus (1 Kor. 3:1-2); mereka seharusnya dipenuhi oleh Roh Kudus untuk mengubahkan pikiran dan kehendak, supaya mengenal kehendak Allah dan tahu apa yang baik dan yang jahat (Rm. 12:2-3).

    Keselamatan adalah kasih karunia Allah dalam Kristus; itu bukanlah hasil perbuatan baik (Ef. 2:8). Tapi apakah orang Kristen pada zaman ini telah hidup oleh kasih karunia Allah? Hidup oleh kasih karunia Allah mengerti dan mengalami kuasa kebangkitan Kristus untuk tetap tunduk pada kehendak-Nya; taat pada Dia adalah proses hidup pemuridan yang menanggalkan keangkuhan diri dan mengenakan Kristus untuk hidup baru dalam Dia. Tapi pada zaman ini, banyak orang percaya belum tentu belajar menjadi murid Kristus; menjadi murid Kristus rela menyerahkan dirinya demi Tuhan. Kenyataannya, banyak orang hanya mau menerima keselamatan dari Tuhan dan tidak mau berkorban untuk kehidupan yang saleh. Pada zaman Tuhan Yesus, berbondong-bondong orang mengikuti-Nya sambil menyaksikan pengajaran dan perbuatan mujizat-Nya, tapi seberapa banyakkah dari antara mereka sungguh-sungguh mengikuti-Nya sampai di atas kayu salib?; sebenarnya, banyak orang percaya hanya mau menerima berkat-Nya, tapi mereka tidak mau menyangkal dirinya dan memikul salibnya; banyak orang percaya hanya mau mengikut Tuhan Yesus ketika Ia memberi makan dan minum, tapi mereka tidak mau menerima cawan penderitaan-Nya; banyak orang percaya hanya mau terkenal karena mengikuti Tuhan, tapi mereka tidak mau menerima penghinaan dari dunia; banyak orang percaya hanya mau hidup bersama Tuhan di padang rumput hijau (Maz. 23:1), tapi mereka tidak mau disertai oleh Dia di lembah kekelaman (Maz. 23:4). 

    Memang gampang sekali menjadi orang percaya, tapi begitu sulit menjadi murid Kristus yang mengikuti jejak-Nya sambil menyangkal diri dan memikul salib. Banyak orang Kristen masih memiliki cara hidup yang serupa dengan dunia dan belum dewasa dalam Kristus. Jika seseorang semakin serupa dengan dunia, maka mereka semakin jauh serupa dengan Kristus. Hidup pemuridan mengabaikan dunia dan segala kenikmatannya serta keangkuhan diri untuk hidup bagi Allah, supaya mereka semakin serupa dengan Anak-Nya.

    Jemaat Korintus sudah menjadi orang percaya, tapi mereka belum belajar menjadi murid Kristus padahal mereka telah dikuduskan dan dipanggil oleh Allah dalam Kristus (1 Kor. 1:2) dan mereka telah menjadi kaya dalam segala hal; dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan (1 Kor. 1:4-5). Tapi kenyataannya, mereka belum dewasa dalam Kristus dan serupa dengan manusia duniawi yang dikuasai oleh keinginan daging; seperti iri hati dan perselishan (1 Kor. 3:1-2). 

    Menjadi orang Kristen adalah peristiwa yang terjadi sekali untuk selama-lamanya; menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan mengakui dosa di hadapan-Nya, tapi menjadi murid Kristus merupakan proses ketaatan seumur hidup untuk semakin serupa dengan Kristus. Menjadi orang Kristen hanya menerima kasih karunia Allah di dalam Kristus, dan menjadi murid Kristus menuntut hidup dalam kasih karunia Allah. Menjadi orang Kristen tidak memerlukan pengorbanan apa pun juga karena Kristus mati dan bangkit baginya, tapi menjadi murid Kristus perlu menyangkal diri dan memikul salib karena hati dipenuhi dan dikuasai oleh kekayaan sorgawi. Menjadi orang Kristen hanya memerlukan anugerah Allah yang menyelamatkan jiwa, tapi menjadi murid Kristus harus merespon anugerah Allah dengan taat pada Kristus. Menjadi orang Kristen merupakan awal perjalanan hidup baru di dalam Kristus, tapi menjadi murid Kristus adalah proses perjalanan seumur hidup bersama Kristus untuk hidup dalam kebenaran dan kasih-Nya.

    Kekristenan Tanpa Kristus

    Apakah kondisi kekristenan dewasa ini? Tidak ada kata yang lebih tepat adalah: Kekristenan tanpa Kristus. Apa maksudnya? Dan mengapa demikian? Sebenarnya, kekristenan tidaklah mungkin tanpa Kristus; sebab Kristus adalah inti kekristenan. Kalau Kristus tidak ada dalam kekristenan, maka kekristenan menjadi nihil atau tidak berarti; sebab itu, kekristenan tidak mungkin tanpa Kristus. Sebab Kristus adalah Tuhan dan kamu adalah umat-Nya: Ia adalah Kepala gereja dan kamu adalah tubuh Kristus; Kristus adalah Gembala dan kamu adalah domba-Nya; Ia adalah Pemimpin dan kamu adalah pengikut-Nya atau peniru Kristus. Orang Kristen telah diselamatkan dan dikuduskan oleh Roh Kudus, supaya taat kepada Kristus (1 Pet. 1:2). Kekristenan selalu berbarengan dengan Kristus, tapi orang Kristen dewasa ini memisahkan Kristus dalam kehidupannya sehari-hari; karena, hidup semakin sekuler dan serupa dengan dunia, sehingga kerohanian yang rohani menjadi semakin langka dalam gereja. 

    Yang dimaksudkan dengan kekristenan tanpa Kristus adalah pengakuan Kristen tanpa penyerahan diri sepenuhnya kepada Kristus: dari luar mereka mengaku sebagai orang Kristen, tapi dari dalam hati sebenarnya mereka menolak ketuhanan Kristus; dari luar mereka melakukan aktivitas kerohanian, tapi dari dalam hatinya tidak ada kekuatan rohani untuk menolak segala macam godaan dari keinginan dunia, tipu muslihat Iblis dan pengaruh dosa; dari luar mereka memuji Tuhan dalam pertemuan ibadah, tapi dari dalam mereka secara diam-diam mengutuk Tuhan; dari luar mereka hidup rukun dalam gereja dan keluarga, tapi dari dalam mereka saling iri hati dan memfitnah satu dengan yang lain. Kekristenan tanpa Kristus ada ketidak-konsistenan antara dari dalam dan dari luar; dengan kata lain, kekristenan tanpa Kristus hanya mengenakan nama orang Kristen, tapi sebenarnya tidak memiliki Kristus atau Kristus berada di luar hatinya atau tidak ada persekutuan dengan Kristus karena tipu daya dunia. Kekristenan tanpa Kristus hanya menggunakan jubah Kristen, tapi tidak memiliki jiwa yang dihidupi oleh Kristus. 

    Dengan demikian, kekristenan tanpa Kristus memiliki jurang antara pengakuan dan realitas kehidupan: hidup sekuler, tapi pengakuan adalah rohani; hidup tidak selaras dengan perkataan Kristus. Dari perkataannya seolah-olah mereka adalah milik Kristus, tapi dari hidupnya serupa dengan dunia. Pengakuan Kristen adalah hal eksternal, tapi dari internal tidak takut akan Tuhan. Dalam hati, Kristus tidak lagi berkuasa dalam hati tapi secara eksternal tetap menyembah kepada Tuhan. Kristus berdiri di depan pintu hati dan mengetuknya, tapi kehidupan sehari-hari bersahabat dengan dunia. Orang percaya telah dikuasai oleh daya tarik dunia dan kemewahannya, tapi mereka tetap adalah anggota gereja (lihat, Wahyu 3:20). 

    Apakah orang yang seperti ini masih pantas disebut orang Kristen? Kekristenan tanpa Kristus adalah orang Kristen duniawi yang memiliki cara hidup sama seperti orang dunia; mereka belum dewasa dalam Kristus. Orang Kristen duniawi tidak mengerti hal-hal rohani; sebab hal itu tidak ada dalam pikirannya. Orang Kristen rohani mengerti dan menilai segala sesuatu, dan dia sendiri tidak dapat dinilai (1 Kor. 2:15), sedangkan orang Kristen duniawi menganggapnya (hal rohani) sebagai suatu kebodohan (1 Kor. 2:14). 

    Hidup secara alamiah dan menuruti kebiasaan dosa adalah cara hidup orang Kristen duniawi; hidup yang demikian sejalan atau seturut dengan sifat manusia lama tanpa menyangkal diri dan memikul salib. Hal itu disebabkan oleh cinta pada dunia. Ketika kasih pada dunia telah menguasai hati, cara hidup semakin serupa dunia juga. Sebaliknya, ketika kasih pada kebenaran menguasai hati, cara hidup semakin serupa Kristus. Jika hati memiliki kasih, maka cara hidup juga dikuasai oleh kasih. Ketika hati mencintai dunia, cara hidup menyerupai duniawi. Demikian juga, ketika pikiran hanya tertuju pada perkara duniawi, maka cara hidup menjadi serupa dengan dunia.

    Cara hidup menentukan tingkah laku. Cara hidup menghasilkan tingkah laku, seperti relasi buah dan pohon. pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, dan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik juga; dari buah dapat diketahui pohonnya (Mat. 7:17-18). Pohon adalah cara hidup, dan buah adalah tingkah laku. Cara hidup dilihat dari tingkah laku. Ketika cara hidup sama dengan dunia, maka tingkah laku juga dikuasai oleh hal-hal duniawi. Apa yang dari dalam tidak jauh berbeda dengan apa yang di luar. Sebab apa yang di luar adalah luapan dari apa yang dari dalam. Jika apa yang dari dalam dikuasai oleh duniawi, maka apa yang dari luar juga bersifat duniawi.

    Meskipun secara lahiriah, orang Kristen duniawi menyembah kepada Tuhan secara rutin, namun mereka tidak memiliki relasi dengan Tuhan. Penyembahan hanya bersifat formalitas saja dan kewajiban agama bersifat legalitas; segala sesuatu dilakukan hanya memenuhi aturan agama saja tanpa disertai dengan takut akan Tuhan dan kasih pada Tuhan. Puji-pujian hanya berada dalam mulut saja, tapi hati jauh dari Tuhan. Apa yang dikatakan oleh Markus kepada orang Yahudi adalah: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripadaKu. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia (Mrk. 7:6b-7). Apa yang ada dalam hati adalah tidak takut akan Tuhan, dan apa yang di luar adalah pujian pada Dia; ini adalah jurang antara luar dan dalam. Ketidakkonsistenan ini adalah tanda kemunafikan di mana hati adalah sekuler dan di luar terlihat rohani.

    Iman Tanpa Perbuatan

    Kekristenan tanpa Kristus adalah sama seperti iman tanpa perbuatan seperti Yakobus berkata: Iman tanpa perbuatan, iman itu pada hakikatnya adalah mati (Yak. 2:17). Iman berasal dari dalam hati dan iman itu tidak terlihat, perbuatan adalah buah dari iman. Karena perbuatan, iman menjadi nyata. Iman adalah sebab, dan perbuatan adalah akibat. Iman tanpa perbuatan itu sama dengan tidak ada iman. Ada iman pasti ada perbuatan, dan tidak ada perbuatan adalah tidak ada iman. Ini adalah prinsip rohani yang sangat lugas dan tegas sekali. Sebab ketiadaan perbuatan hanya membuktikan ketiadaan iman. Iman yang sejati tidak hanya terdiri dari perkataan yang indah saja, melainkan perbuatan juga. Iman yang sejati menyatakan dirinya melalui perbuatan, dan perbuatan berasal dari iman yang sejati. Perbuatan adalah buah dari iman. Penyataan iman selalu disertai dengan perbuatan. Iman yang nihil berhenti pada ucapan saja, tapi iman yang sejati diteruskan oleh perbuatan. Sebab iman yang sejati selalu berkaitan erat dengan perbuatan. Namun demikian, perbuatan tanpa iman juga tidak diperkenan oleh Tuhan. Sebab orang benar hidup oleh iman (Hab. 4:4), bukan perbuatannya. Iman tanpa perbuatan sebenarnya adalah kosong atau nihil. Iman menghasilkan perbuatan, bukan perbuatan menentukan atau menghasilkan iman. Sebab iman adalah kasih karunia Allah, bukan hasil perbuatan. Yakobus mau membuktikan bahwa perbuatan dan iman itu berjalan selaras di mana perbuatan adalah akibat dari iman. Sebab iman berasal dari dalam, dan perbuatan berasal dari luar; jika iman berada dalam hati maka perbuatan pasti mengikutinya, tapi jika perkataan iman hanya berada dalam mulut saja, maka perbuatan bertentangan dengan perkataan iman; sebab apa yang di luar seharusnya menyatakan apa yang dari dalam dan apa yang dari dalam seharusnya keluar dengan berlimpah ruah.

    Kekristenan Sebagai Jubah Agama

    Pengakuan iman hanya berfungsi sebagai jubah kekristenan. Lalu, apakah perbedaan antara orang Kristen dan orang yang belum percaya kepada Tuhan? Secara luar, kedua macam orang itu memang ada perbedaan, tapi pada dasarnya mereka adalah sama, yaitu tidak mengakui ketuhanan Yesus Kristus dalam kehidupannya sehari-hari. Secara lahiriah, orang Kristen melakukan penyembahan, persembahan dan pelayanan dalam gereja, tapi secara batiniah, hati tidak ditempati oleh Tuhan sebagai Tuan atas segala kehidupannya. 

    Jika kita mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya bahwa Allah membangkitkan Dia dari kematian, maka kita akan diselamatkan oleh Dia, seperti rasul Paulus berkata sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan (Rm. 10:13). Apakah hanya berseru pada nama-Nya saja diselamatkan oleh Allah? Kata berseru adalah suatu tindakan mulut yang mengakui ketuhanan Yesus Kristus. Ini adalah pernyataan iman. Pernyataan ini adalah aktivitas jiwa karena kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus. Orang Kristen tanpa Kristus hanya mengakui Kristus sebagai Juruselamat saja, bukan Tuhan atas setiap sendi kehidupannya.  Dengan kata lain, pernyataan hanya berhenti di mulut saja tanpa disertai oleh transformasi jiwa, sehingga hidup keagamaan tidak menyentuh jiwanya.

    Apa yang dipercaya tidak dihidupi dan apa yang dihidupi tidak sesuai dengan apa yang dipercayainya. Apa yang dijalani hanyalah sekedar formalitas religius atau upacara agama saja tanpa penghayatan makna yang sebenarnya. Apa yang dihidupi tidaklah sesuai dengan buah kebenaran, melainkan ketidak-adilan dan kelaliman. Dengan demikian, anugerah Allah tidak menghasilkan efek atau menjadi sia-sia (2 Kor. 6:1). Sebab segala hal yang duniawi masih mengontrol jiwa, sehingga anugerah Allah tidak berdampak atau berpengaruh bagi jiwanya. Dengan demikian, anugerah keselamatan diterima, tapi tidak ada efek keselamatan; dan pengampunan dosa dalam Kristus diterima, tapi tidak ada buah pertobatan; kasih Kristus diterima, tapi tidak hidup dalam kasih-Nya.

    Pohon Dan Buah

    Ada jurang yang terjadi antara internal dan eksternal. Apa yang dari dalam berbeda dengan apa yang dari dalam. Sebenarnya, apa yang dari luar harus selaras dengan apa yang dari dalam. Karena, apa yang dari luar mengukur apa yang dari dalam, seperti buah menyatakan kualitas pohon; pohon yang baik menghasilkan buah yang baik dan buah yang buruk membuktikan pohon yang buruk. Kualitas pohon tidak akan diketahui atau tersembunyi, kecuali pohon tersebut menghasilkan buah. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa dari buah mengenal pohonnya: pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, dan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik pula (Mat. 6:17-18). 

    Pertobatan yang sejati selalu menghasilkan buah pertobatan. Yohanes pembaptis menegur dan sekaligus menantang pemimpin agama Yahudi seperti orang Farisi dan Saduki untuk menghasilkan buah pertobatan: Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan (Mat. 3:8). Orang Kristen duniawi hanya mengakui pertobatan tanpa disertai buah pertobatan. Buah pertobatan mengukur pertobatan dari dalam. Kalau tidak ada buah pertobatan, maka tidak ada juga pertobatan dari dalam. Ritual-ritual keagamaan saja tidak menyentuh sampai kedalaman jiwa. Sebagai akibatnya, pertobatan yang sejati tidak pernah terjadi dalam jiwa. Pengakuan dosa hanya berhenti pada mulut saja tanpa penyesalan dosa dari dalam.

    Perjamuan kudus hanya bersifat upacara agama tanpa iman dan dedikasi diri kepada Tuhan. Baptisan air hanya memenuhi tuntutan gereja sebagai syarat keanggotaan gereja tanpa kesungguhan hati untuk meninggalkan dosa dan menjalani hidup baru dalam Kristus. Persembahan hanya memenuhi kewajiban agama untuk mendapatkan perkenanan dari Allah atau memenuhi tuntutan sebagai anggota gereja tanpa kasih dan tanpa iman kepada Tuhan. Pelayanan rohani hanya bersifat formalitas rohani saja tanpa adanya pengalaman kasih Allah dan panggilan kasih karunia-Nya.   

    Anugerah Yang Murah

    Bonhoeffer membedakan dua macam anugerah: anugerah yang murah dan anugerah yang mahal. Anugerah yang murah bukanlah anugerah murahan atau tidak berarti, melainkan anugerah tanpa konsekuensi. Anugerah yang murah adalah pengakuan anugerah Allah tanpa ada efek anugerah dalam kehidupannya sehari-hari. Anugerah yang murah hanya mengakui Kristus sebagai Juru Selamat, tapi tidak mau hidup bersama Kristus. Penerimaan anugerah yang murah tidak disertai menyangkal diri dan memikul salib. Dengan kata lain, anugerah yang murah menjadikan orang Kristen tanpa disertai dengan tuntutan serupa Kristus. Bonhoeffer mengajarkan anugerah yang murah

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1