Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

The Chronicles of Raden: Lima Pusaka Tanah Jawa
The Chronicles of Raden: Lima Pusaka Tanah Jawa
The Chronicles of Raden: Lima Pusaka Tanah Jawa
eBook379 halaman4 jam

The Chronicles of Raden: Lima Pusaka Tanah Jawa

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Lima muda-mudi nan cerdas, dipertemukan di sebuah program beasiswa kampus yang aneh. Kampus ini tidak bisa dilacak lokasinya, mahasiswanya pun tidak boleh keluar dari kampus dan asrama sebelum benar-benar selesai menjalani program belajar. Lebih aneh lagi, seorang dosen Sejarah yang menyebalkan, memberikan tugas yang ganjil pada mahasiswa bersama Raden Putra dan Raden Ayu : mereka diminta mengumpulkan semua mahasiswa yang bernama depan Raden, dan kemudian menjalankan sebuah tugas berat dan hampir-hampir tidak masuk akal: menyelamatkan Jawa dari siklus kehancuran...

Sebuah petualangan yang samar antara masa kini dan masa lalu, antara nyata dan delusi....

BahasaBahasa indonesia
PenerbitGarudhawaca
Tanggal rilis24 Des 2023
ISBN9786234220469
The Chronicles of Raden: Lima Pusaka Tanah Jawa
Penulis

Panca Hexium

Panca Hexium, akrab disapa dengan panggilan Panca. Nama Panca berasal dari bahasa Sansakerta yang berarti 5, sedangkan Hexium berasal dari bahasa Yunani kuno yang digunakan untuk menyatakan satuan dalam ilmu kimia yaitu 6, maka secara tidak langsung Panca Hexium artinya 56. Angka itu memiliki filosofi tersendiri kenapa menjadi angka favorit bagi sang penulis.Panca Hexium Lahir pada tanggal 12 Mei 1999 di Pandeglang Banten. Panca mengawali pendidikan dasarnya di SDN Kadumerak I. Setelah itu, ia melanjutkan proses pembelajarannya di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo selama enam tahun dan pernah berkecimpung dalam dunia Jurnalistik dengan mengikuti ekskul wartawan selama kurang lebih empat tahun. Dari sanalah motivasi awal untuk menulis mulai muncul. Belum lama ini, ia baru saja menyelesaikan studinya dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan meraih gelar Sarjana Humaniora.Niat penulis untuk menuangkan idenya dalam bentuk karya tulis tidak lain, adalah untuk mengimplementasikan apa yang telah penulis pelajari selama beberapa tahun belakangan ini dalam dunia kepenulisan baik itu jurnalistik maupun sastra. Selama proses studinya, penulis banyak mengalami hambatan untuk menyelesaikan tulisannya, terkhusus karena fokus yang terbagi dalam beberapa organisasi dan komunitas yang penulis ikuti. Maka dari itu dengan selesainya jenjang studi penulis dalam bidang sastra, semoga bisa menjadi langkah awal untuk merealisasikan berbagai macam ide tulisan yang saat ini masih ada di alam ide penulis.

Terkait dengan The Chronicles of Raden

E-book terkait

Fiksi Aksi & Petualangan untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Kategori terkait

Ulasan untuk The Chronicles of Raden

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    The Chronicles of Raden - Panca Hexium

    Jika Anda sedang membaca buku ini dari hasil membeli sendiri, maka kemungkinan besar Anda mendapat buku ini di rak Fiksi di toko buku, atau jika Anda membeli di toko online maka buku ini berada di kategori fiksi. Ya, karena buku ini memang disajikan dan disebarluaskan sebagai sebuah fiksi petualangan.

    Tapi bagaimana jika seandainya kampus bernama UGI yang dirahasiakan keberadaan dan aktivitasnya itu benar-benar ada? Bagaimana jika dunia masa lalu dan masa kini benar-benar dialami oleh mahasiswa-mahasiswa ini? Atau singkatnya, bagaimana jika peristiwa yang didongengkan di buku ini adalah sebuah peristiwa nyata? Termasuk ancaman kehancuran Jawa karena perang kaum batara dan manusia? Sulit bagi Anda mengiyakan, tapi siapa yang tahu?

    Jagad, kehidupan, sejarah dan tempat-tempat tertentu, tak pernah habis menyajikan misteri.

    Selamat membaca....

    Redaksi

    Pengarang

    Panca Hexium, akrab disapa dengan panggilan Panca. Nama Panca berasal dari bahasa Sansakerta yang berarti 5, sedangkan Hexium berasal dari bahasa Yunani kuno yang digunakan untuk menyatakan satuan dalam ilmu kimia yaitu 6, maka secara tidak langsung Panca Hexium artinya 56. Angka itu memiliki filosofi tersendiri kenapa menjadi angka favorit bagi sang penulis.

    Panca Hexium Lahir pada tanggal 12 Mei 1999 di Pandeglang Banten. Panca mengawali pendidikan dasarnya di SDN Kadumerak I. Setelah itu, ia melanjutkan proses pembelajarannya di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo selama enam tahun dan pernah berkecimpung dalam dunia Jurnalistik dengan mengikuti ekskul wartawan selama kurang lebih empat tahun. Dari sanalah motivasi awal untuk menulis mulai muncul. Belum lama ini, ia baru saja menyelesaikan studinya dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan meraih gelar Sarjana Humaniora.

    Niat penulis untuk menuangkan idenya dalam bentuk karya tulis tidak lain, adalah untuk mengimplementasikan apa yang telah penulis pelajari selama beberapa tahun belakangan ini dalam dunia kepenulisan baik itu jurnalistik maupun sastra. Selama proses studinya, penulis banyak mengalami hambatan untuk menyelesaikan tulisannya, terkhusus karena fokus yang terbagi dalam beberapa organisasi dan komunitas yang penulis ikuti. Maka dari itu dengan selesainya jenjang studi penulis dalam bidang sastra, semoga bisa menjadi langkah awal untuk merealisasikan berbagai macam ide tulisan yang saat ini masih ada di alam ide penulis.

    The Chronicle of Raden (Lima Pusaka Tanah Jawa) adalah salah satu serpihan puzzle yang disajikan penulis kepada para pembaca, semoga para pembaca dapat dengan sabar menunggu potongan puzzle lainnya di hari yang akan datang.

    Kontak Penulis:

    E-Mail: pancahexium@gmail.com

    Instagram: panca_hexium

    Daftar Isi

    Pengantar

    Pengarang

    Prolog

    Pertemuan dengan Dosen Yang Tidak Menyenangkan

    Sosok Yang Muncul di Dalam Mimpi

    Undangan Tanpa Alamat yang Jelas

    Mencari Istana Kerajaan Yang Tersembunyi

    Kakek Tua Baik Hati yang Suka Berbohong

    Petunjuknya Lima Tempat yang Terpisah

    Mengunjungi Ratu yang Tidak Terkenal

    Melewati Hutan yang Penuh Misteri

    Munculnya Musuh yang Merepotkan

    Dendam Masa Lalu Yang Belum Terbalaskan

    Perjalanan ke Puncak Gunung yang Sedang Sibuk

    Ucapan Selamat Datang yang Tidak Terduga

    Hutan Yang Seharusnya Tidak Dikunjungi

    Selamat Tinggal Untuk Teman yang Sangat Berjasa

    Remuk Jagad Jawa Dwipa Yang Menjadi Legenda

    Epilog

    Prolog

    Pagi itu, sekitar jam tujuh pagi di hari Minggu aku membuka laptop dan mengecek email masuk. Alih-alih iseng, sepanjang semester empat kemarin aku memang banyak mencoba mendaftar berbagai macam program beasiswa dan student exchange yang ada di kampusku. Karena saking banyaknya aku mendaftar, aku jadi tidak ingat ke mana saja aku mendaftar, maka dari itu setiap pagi aku selalu mengecek email masuk.

    Ada dua email yang baru saja masuk tadi malam, pertama adalah email yang tertulis pengirimnya Sri Baduga Maharaja, namun isinya kosong. Email kedua tertulis pengirimnya adalah Andien Milverton, isinya adalah pemberitahuan bahwa aku diterima dalam program shadow degree―bahkan aku tidak ingat pernah mendaftar program ini―dan seperti inilah kira-kira isinya.

    1 Juni 2014

    Kepada : R. Balaputradewa K B

    Selamat Anda terpilih dari sekian juta mahasiswa yang ada di bumi pertiwi untuk bergabung dalam program Shadow Degree. Seperti namanya Shadow Degree adalah sebuah program kuliah seperti Double Degree, hanya saja gelar yang didapatkan selama program ini hanya bayangan, tapi Anda tetap akan mendapat dua gelar dari dua universitas, yaitu universitas Anda sekarang ini belajar dan universitas Anda mengikuti program ini.

    Pada program Shadow Degree ini, kami hanya mengundang paling banyak tiga mahasiswa dalam satu program studi di setiap Universitas yang ada di negeri ini, dan Anda adalah salah satunya. Perihal pembelajaran, Anda hanya akan menempuh program ini sepanjang tiga semester yaitu dari semester lima, enam, dan tujuh saja, dan pada semester delapan Anda akan kami kembalikan ke Universitas Anda berasal. Untuk nilai, jangan khawatir karena kami akan mentranskipkan nilai Anda selama program ini ke bagian akademik Universitas Anda.

    Ada pun untuk biaya, tidak perlu khawatir karena kami tidak memungut biaya sepeser pun. Justru Anda yang akan kami bayar sepanjang Anda mengikuti program ini. Kapan lagi Anda bisa kuliah tapi Anda tidak membayar, justru malah dibayar, kesempatan langka bukan? Jika Anda berminat pada program yang kami tawarkan, silahkan balas email ini dalam waktu paling lambat satu minggu setelah email ini sampai kepada Anda. Maka kami akan memberitahu apa yang harus saudara lakukan untuk bisa mengikuti program ini.

    Salam Hangat...

    Andien Milverton Ph.D

    Kubaca dengan seksama email yang mengatasnamakan program shadow degree ini. Jujur saja, selama aku menjadi mahasiswa baru kali ini kudengar ada program yang seperti ini. Yang tidak kalah menggiurkannya ada pada paragraf terakhirnya, mahasiswa mana yang tidak tergoda dengan hal yang berbau materi dan beasiswa seperti ini. Tanpa ragu maka kubalas email tersebut dengan singkat.

    Saya tertarik dengan program yang Anda tawarkan.

    Tidak lama setelah aku membalas email itu, muncul sebuah pemberitahuan pada Skype bahwa ada panggilan masuk untukku. Kuterima panggilan video itu, dan muncullah seorang wanita berambut pendek menyapaku.

    Halo, benar ini dengan Balaputradewa, mahasiwa jurusan sejarah Universitas Indonesia? tanya wanita itu.

    Benar mbak, bagaimana? Sahutku.

    Perkenalkan saya Soraya Lestari salah satu staf kemahasiswaan di UGI yang mengurus hal-hal yang berkaitan dengan shadow degree. Sebelum saya menjelaskan, apakah ada yang mau ditanyakan?

    UGI itu tempat apa dan di mana ya mbak?

    UGI adalah Universitas Gabungan Indonesia, jadi memang mahasiswa di dalamnya adalah mahasiswa gabungan yang terpilih dari seluruh universitas yang ada di Indonesia. Untuk di mananya maaf saya belum bisa mengatakannya sekarang.

    "Feedback buat saya kalau ikut program ini apa ya mbak?"

    "Banyak sekali ya mas Putra, di antaranya bisa bertemu teman seprodi dari berbagai macam universitas di Indonesia. Selanjutnya juga ada feedback secara materi yang bisa menghemat finansial. Lalu relasi dari para alumni program ini juga memungkinkan peluang Anda dalam bekerja menjadi lebih besar."

    Siapa saja alumni program ini yang mungkin saya tahu mbak?

    Yang terkenal dan sedang naik daun sekarang, Izabel Dealoca dan Jeniffer Dealoca yang keduanya berkiprah di dunia industri kreatif. Sonia Dewi, dokter terkenal itu juga lulusan dari program ini. Ada juga seniman tersohor Yosefa El Ezimy dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan semuanya.

    Aku mulai tertarik, saat wanita bernama Soraya ini memberitahuku bahwa dari sana terlahir banyak orang hebat, aku juga cukup familiar nama-nama yang tadi disebutkannya.

    Apa saja syarat untuk ikut program ini? tanyaku.

    "Semua perizinan ke biro akademik Universitas Anda, biar kami yang urus. Yang jelas jika sudah bersedia ikut program ini, ada beberapa maklumat yang harus Anda catat baik-baik. Pertama Anda tidak diperbolehkan pulang ke rumah sampai program selesai, karena sistem kami adalah boarding college, jadi Anda akan ditempatkan di asrama yang sudah kami siapkan."

    Kalau itu aku tidak keberatan.

    Selanjutnya, Anda juga tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi, jadi semua alat komunikasi akan dititipkan ke bagian logistik. Tapi sebagai gantinya, Anda akan diberikan alat komunikasi khusus dari kami yang hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi sesama mahasiswa di dalam kampus saja.

    Itu juga tidak masalah.

    Terakhir dan paling penting, letak kampus UGI adalah rahasia yang tidak boleh diketahui publik. Pada tanggal 10 Juni jam 10 pagi, Anda akan dijemput oleh pihak kami, langsung di alamat rumah Anda. Sedikit himbauan, memang saat pergi ke tempat ini Anda akan dibius, lalu akan dibangunkan lagi saat sudah sampai. Hal itu dilakukan agar Anda tidak dapat memprediksi di mana letak UGI. Karena hampir semua lulusan program ini tidak tahu di mana letak kampus ini, dan hampir semua orang yang tidak pernah mengikuti program ini tidak tahu akan adanya universitas seperti ini di Indonesia.

    Menarik juga ya program ini. Baiklah saya siap ikut program ini.

    Welcome to UGI and enjoy the shadow degree.

    *****

    1

    Pertemuan Dengan Dosen yang Tidak Menyenangkan

    Hari ini adalah hari sial bagiku dalam catatanku sebagai seorang mahasiswa.

    Ruang kelas menjadi hening saat pria tua berperawakan jangkung yang wajahnya penuh dengan keriput serta rambutnya yang dipenuhi dengan uban datang dan berjalan menuju kursi yang telah disediakan untuknya, ia adalah dosen mata kuliah sejarah kuno Indonesia, pak Otto Derajat yang ditugaskan untuk menggantikan dosen sebenarnya, Pak Herman Karso yang pergi menghadiri sebuah pertemuan di Australia.

    Awalnya kupikir kepergian Pak Herman akan memberikan kami waktu libur pada hari senin selama sebulan ke depan, mengingat dalam jadwalku hanya ada satu mata kuliah di hari senin yaitu sejarah kuno Indonesia pada jam pertama, namun mimpi buruk datang pada hari minggu malam di saat Pak Herman memberikan informasi kalau ada seseorang yang akan menggantikannya, dan pada akhirnya keesokan harinya kutahu ternyata ia adalah dosen yang sangat tidak menyenangkan.

    Ia sudah pernah masuk kelas ini minggu kemarin dan memberikan tugas yang membuat satu kelas kewalahan yaitu menghafalkan tahun lahirnya beberapa raja-raja kerajaan kuno di Indonesia, hal itu masih kumaklumi dalam pandanganku, tapi tugas yang lebih tidak rasional justru dibebankan kepada kelompokku yang beranggotakan aku dan Ayu untuk menerjemahkan prasasti Muara Cianten yang ditulis dengan aksara Ikal, bahkan menurut sepengetahuanku saja para ahli sejarah pun masih belum bisa memecahkan cara untuk membacanya.

    Baiklah anak-anak sekalian, sapanya dengan nada malas, saya menekankan sekali lagi jika ada yang tidak mau ikut mata kuliah ini silahkan keluar dengan sukarela.

    Kelas pun kembali hening seketika, Pak Otto pun terlihat sedang meneliti keadaan sekitar dengan mata melotot yang membuat kami semua parno dengan sosoknya.

    Tidak ada…? tanyanya dengan nada agak meninggi, Kuharap kalian tidak menyesal dengan pilihan yang kalian buat. Ia terdiam sejenak, terlihat sedang membuka halaman demi halaman dari buku yang tadi ia bawa.

    Minggu kemarin saya telah memberikan tugas umum dan tugas khusus, dimulai dari tugas umum jika tiga orang bisa menjawab dengan benar maka saya tidak akan membahas tugas khusus, tapi keadaan sebaliknya berlaku jika jawaban kalian salah.

    Aku melirik Ayu yang kebetulan duduk di sampingku dengan tatapan penuh harap. Kami semua tidak ada yang berani mengangkat suara dalam situasi seperti ini.

    Suryo Kuncoro… panggilnya seraya membaca absen lalu kemudian mengangkat kepalanya hendak mencari nama orang yang tadi dipanggilnya.

    Seorang pria berbaju kemeja biru yang duduk di kursi pojok kanan belakang mengangkat tangannya dengan ragu.

    Sri Kameswara? ia mengucapkan nama itu yang berarti sebuah pertanyaan tahun kelahiran raja itu.

    Orang bernama Suryo itu terdiam sejenak kemudian menggelengkan kepalanya, pertanda sebuah mimpi buruk bagiku.

    Yulianti Aini… ia memanggil lagi nama seseorang yang didapatkannya dari absen kelas yang baru saja dilihatnya.

    Seorang wanita berbaju garis-garis hitam lengan panjang dan celana jeans hitam yang berada jauh di sisi kiriku mengangkat tangannya.

    Girindrawardhana? Lagi-lagi ia memberikan nama yang asing di telinga kami.

    1433 Masehi, Ucapnya dengan nada yakin.

    Salah. ucap dosen itu dengan nada ketus, dengan sigap ia langsung menundukkan kepalanya hendak memilih lagi seorang korban yang namanya tercantum dalam absen. Raden Balaputradewa Kertaning Bumi.

    Aku mengangkat tanganku dengan mantap lalu menurunkannya kembali saat dosen itu telah menemukanku.

    Niskala Wastu Kancana?

    1348 Masehi. aku menjawab dengan penuh keyakinan.

    Dosen itu terdiam menatapku sejenak, Lumayan juga kau ini, bukankah kau yang minggu lalu kuberi tugas untuk menerjemahkan prasasti Muara Cianten, bagaimana?

    Siap… belum pak, sulit.

    Kamu meremehkan tugas dari saya... ucapnya dengan tatapan tajam ke arahku, Setelah pelajaran usai datang menghadap saya, kamu tunggu di gedung fakultas lantai satu. Baiklah sekarang kita masuk ke materi kita hari ini… hubungan antara raja Sriwijaya Majapahit dengan Pajajaran…

    Yu… aku memanggil Ayu yang dari tadi fokus menulis sesuatu di buku tulisnya.

    Apa Put… ia menyahut tanpa menoleh.

    Kenapa kita harus ketemu dosen ekstrem seperti dia sih? tanyaku dengan nada setengah berbisik.

    Nikmatin aja lah Put… Cuma sebulan kan Pak Otto masuk kelas kita.

    Tapi kalau sebulannya kayak gini siapa yang enggak stress coba.

    RADEN BALAPUTRA! Panggil Pak Otto dengan nada setengah berteriak, Kalau nggak niat di pelajaran ini lebih baik keluar!

    Ehmm… Tidak pak, saya masih mau belajar. ucapku dengan nada memelas.

    Perhatian untuk yang lain juga jangan membuat kesibukan sendiri. ia kemudian berdiri dari kursinya lalu mengambil spidol karena hendak menulis di papan tulis.

    Ayu tiba-tiba menyikut lengan kiriku, Semangat Put… ia mengucapkannya dengan nada pelan seraya mengepalkan tangannya seperti seseorang yang hendak memberikan semangat padahal aku tahu ia bermaksud mengejekku.

    Satu setengah jam waktu yang dihabiskan untuk pelajaran yang sangat tidak mengasyikkan bagiku ini. Padahal pelajaran sejarah adalah favoritku, namun karena faktor pengajarnya, pelajaran yang sangat kusukai ini malah menjadi daftar mata kuliah yang paling malas kuhadiri dalam sebulan ke depan. Cara mengajar Pak Otto kuakui berbeda dengan Pak Herman yang sangat bersahaja, bahkan aku sangat mengharapkan agar Pak Herman cepat kembali ke Indonesia.

    Aku juga bingung kenapa orang seperti Pak Otto ini bisa menggantikan Pak Herman di Universitas bergengsi seperti ini. Kuakui pengetahuan Pak Otto dalam sejarah kuno memang sangat luas, tapi caranya bersosialisasi dengan para mahasiswa sangatlah jauh dari yang kubayangkan. Bahkan selama aku menjalani masa kuliahku di UGI, tidak pernah aku menemukan sosok dosen sepertinya.

    Aku sendiri sebelumnya mengambil program studi Sejarah di Universitas Indonesia. Seperti namanya, UGI adalah universitas yang menggabungkan mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di negeri ini. Di dalam kelasku saja terdapat mahasiswa dari Universitas Airlangga, Universitas Gajah Mada, hingga Universitas Sumatera Utara dan masih banyak lagi.

    Bahkan saat ini, aku kembali bertemu dengan beberapa teman SMA-ku dulu. Salah satunya adalah Ayu, yang sebelumnya kukatakan duduk di sampingku.

    Ia sebelumnya juga mengambil program studi Sejarah di Universitas Padjajaran Bandung, dan pada akhirnya kami dipertemukan lagi dalam satu kelas walaupun hanya dalam kurun waktu tiga semester saja.

    Putra… panggil Ayu saat aku keluar dari ruang kelas. Kenapa lagi Yu… responku dengan nada malas. Pak Otto Put… Pak Otto. ia mengingatkanku.

    Sebenarnya males banget ketemu bapak-bapak tua itu, sumpah dia dosen paling menyebalkan sepanjang aku kuliah dari semester satu di UI sampai semester tujuh di UGI ini.

    Terus mau menghindar gitu, menambah masalah dengan masalah baru, yang ada kamu malah bakal kena sembur lagi minggu depan pas matkulnya.

    "Nggak usah masuk aja, simple kan?… gitu aja kok ribet, lagian jadwal dia masuk kelas kita tinggal dua kali lagi kan sebelum diambil lagi sama Pak Herman."

    Iya sih… tapi kan minimal kan ada etikat baik ke orang tua kayak dia begitu.

    Aku terdiam sejenak mencerna kata-kata Ayu. Oke... gara-gara kamu maksa, kita ngadep Pak Otto sekarang.

    Lah kok aku ikut sih, kan kamu yang salah? tanyanya heran.

    Temenin doang, lagian juga kita sekelompok kan itu tugas nerjemahin prasasti.

    Makan siang ya. Ucapnya seraya menggerakkan alis.

    Iya gampang. Ucapku mengalah.

    Dengan pasrah karena ajakan Ayu aku mengumpulkan keberanianku serta menguatkan mentalku untuk bertemu salah satu dosen yang menjadi momok bagi para mahasiswa sejarah khususnya kelas pak Herman dalam minggu-minggu ini. Sesuai perintahnya, aku harus menunggu kedatangannya di gedung fakultas lantai satu. Selang beberapa menit kemudian, orang yang kami tunggu akhirnya datang juga, ia masih menggunakan pakaian yang sama saat masuk kelas kami pada jam pertama. Baju biru kotak-kotak, jas hitam, serta celana bahan hitam, di tangannya ia menenteng buku yang lumayan tebal, sekilas aku dapat melihat judulnya, The Lost Kingdom. Dengan sigap kami langsung menyapanya, namun ia terdiam sejenak seraya memelototi kami.

    Apa urusan kalian dengan saya? Tanyanya dengan nada sinis.

    Saya Putra pak… Bapak bilang suruh ke sini Aku menjawab dengan gugup.

    Oh… kamu, masuk! Ucapnya seraya melanjutkan langkahnya.

    Aku pun menyikut lengan kiri Ayu sambil memelototinya mengisyaratkan bahwa aku sangat menyesali pertemuanku dengan Pak Otto barusan. Seakan ia tidak menganggap serius apa yang tadi ia katakan di kelas.

    Kami berdua mengikuti langkah kaki Pak Otto menuju sebuah ruangan yang kutahu adalah ruangan Pak Herman, merupakan hal wajar jika ruangan ini digunakan olehnya. Ia langsung duduk di atas kursi, sedangkan kami sekarang sedang berdiri di depan meja dan sedang menghadapnya bak dua orang yang murid SMP yang dipanggil guru BK karena telah berkelahi.

    Pak… memangnya apa salah saya, hanya tidak mengerjakan…

    Husshhh… potong Pak Otto sambil menaruh jari telunjuknya di bibirnya, saat aku berhenti berbicara, ia mengambil alih pembicaraan. Namamu? tanyanya.

    Raden Balaputradewa Kertaning Bumi.

    Lalu satunya lagi. Tanyanya sambil menunjuk Ayu dengan jari telunjuknya.

    Raden Ayu Tribhuwanatunggadewi

    Dua orang Raden, tapi masih kurang.

    Pak… bisa jelaskan…

    Husshh… perkataanku kembali dipotong. Ia kembali mengisyaratkan kepada kami untuk diam. Jadi memang benar adanya informasi yang kudengar.

    Kami berdua terdiam karena tidak diberikan kesempatan berbicara olehnya. Selama beberapa menit hening Pak Otto terlihat sedang memikirkan sesuatu, ia mempertemukan kedua tangannya di bawah hidungnya yang ditopang oleh sikut di atas meja, matanya terlihat sedang memerhatikan kami berdua dan sesekali melihat ke sekitar ruangan.

    Kenapa kalian diam saja? Tanyanya heran.

    Kan bapak tadi nyuruh jangan ngomong. Aku mengelak.

    Kapan saya bilang kalian nggak boleh ngomong hah? Tanyanya lagi.

    Aku kembali terdiam, dalam hati kuberkata Terserah bapak lah maunya apa.

    Tahu kenapa kalian ada di sini? Lanjut Pak Otto..

    Karena Putra ribut sendiri di kelas kan pak? Ayu memastikan.

    Terus kamu kenapa ikut ke sini? Ia bertanya lagi.

    Kalau begitu saya pamit pergi ya pak… Ayu langsung meminta izin.

    Bukan… Tetep di sini. ia menanggapi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

    Karena tugas prasasti Muara Cianten. Aku mencoba menjawab.

    Bukan juga, saya akui memang aksara Ikal sangat sulit untuk dibaca ketimbang huruf Pallawa. Walaupun saya sendiri mengerti cara membacanya, tapi bukan itu yang membuat kalian ada di sini.

    Pak… keluhku. Kami butuh kejelasan kenapa kami dipanggil ke sini. Kami juga punya urusan masing-masing yang harus dikerjakan.

    Itu benar, memang benar. Ia terdiam sejenak terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Ia lalu membuka lacinya dan mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya yang kemudian ditaruhnya di atas meja. Setelah itu ia juga langsung mengambil pena yang tergeletak di ujung meja kemudian ia berusaha menuliskan sesuatu.

    Tugas untuk kalian berdua, ucapnya setelah ia selesai menulis sambil menatap kami dengan tatapan tajam, cari semua orang di kampus ini yang diawali dengan nama Raden. Bawa mereka semua ke sini. Tiga hari cukup?

    Untuk apa pak? Aku mengelak.

    Tiga hari cukup? Ia mengulang pertanyaannya.

    Cukup pak… Aku terpaksa menjawabnya karena ia memelototiku lagi.

    Apa kataku Ayu? Ucap Pak Otto dengan tatapan mengintimidasi.

    Mencari orang di kampus ini yang namanya diawali dengan Raden.

    Berapa lama, Putra? Ia sekarang bertanya padaku.

    Tiga hari paling lambat… Ehmm… Pak berapa orang? Aku bertanya balik.

    Coba kau ulangi perintahku Putra!

    Mencari semua orang yang namanya diawali dengan Raden Ucapku dengan nada kesal namun masih bisa kutahan.

    Paham? ia menanyakannya seraya memelototiku untuk kesekian kalinya.

    Paham Pak. jawabku dengan nada pasrah.

    Bagus… Sekarang kalian boleh keluar, Ia langsung memberikan isyarat tangan kepada kami untuk keluar dari ruangan ini.

    Kami berdua keluar dari ruangan itu dengan bercucuran keringat dingin, layaknya seorang yang terbebas dari hukuman gantung di pengadilan. Hatiku sedikit lega tapi aku juga memikirkan perihal tugas aneh yang diberikan Pak Otto kepadaku, tugas itu kurasa tidak ada hubungannya dengan pelajaran maupun universitas. Seraya berjalan keluar dari gedung Fakultas Sejarah, aku berbincang-bincang dengan Ayu tentang segala kemungkinan dari maksud Pak Otto dan tugas yang diberikannya.

    Entahlah Put. Ayu menanggapi. Kalau kita ingin tahu, kita coba saja dulu lakukan apa yang diperintahkan olehnya.

    Tapi, mahasiswa yang semester enam di sini saja ada sekitar enam ribu orang. Kita harus mencari orang bernama Raden di antara enam ribu orang di kampus ini dalam tiga hari, bagaimana caranya?

    Ya… kita pikirin aja besok. Aku mau pulang dulu, ada urusan penting. Ucapnya seraya berjalan cepat mendahuluiku, dan dalam hitungan menit ia telah hilang dari pandanganku. Seperti katanya, maka aku akan memikirkan hal ini esok hari.

    *****

    Dua hari berselang sejak aku dan Ayu mendapat tugas aneh dari Pak Otto, dosen pengganti dalam mata kuliah sejarah kuno. Kami belum menemukan titik terang dari tugas aneh yang super menjengkelkan ini, mencari orang dengan nama depan Raden di kampus ini bukanlah hal yang mudah. Terlebih jika kau tidak mengenal seluk beluk UGI, sekilas akan kuceritakan bagaimana situasi dan kondisi perkuliahan di UGI.

    Mungkin jika diberi semacam tugas mencari orang di UGI siapapun akan kewalahan. Bahkan bagi seorang dosen sekalipun, jika ada opsi kenapa tidak datang saja ke bagian database mahasiswa atau bagian akademik kemahasiswaan, karena itu akan lebih mudah. Hanya tinggal mengetikkan nama Raden maka akan muncul beberapa kandidat nama beserta fakultas dan jurusannya, sekali lagi kuberitahu itu bukan ide yang bagus.

    Entah kenapa aku baru memahami sistem UGI pada semester enam kemarin atau lebih tepatnya setelah menghabiskan satu semester. Harus kuakui UGI adalah Universitas bayangan nomor satu di Indonesia, karena ia tidak pernah mengeluarkan lulusan, dan secara teknis Universitas ini hanya meminjam mahasiswa untuk dididik lebih daripada yang lain. Bahkan di luar sana, mereka yang pernah merasakan pendidikan di UGI tidak pernah sekali-kali mengakuinya. Data mahasiswa UGI juga sangat sakral, tidak sembarang orang bisa mengakses data itu dengan mudah. Bahkan absennya sekalipun tidak menggunakan kertas, melainkan dosen yang harus mengakses portal ASUGI (Academical System of UGI) dengan password yang telah diberikan oleh bagian akademik menggunakan laptop masing-masing. Intinya UGI sangat menjunjung tinggi kerahasiaan data dan latar belakang mahasiswanya.

    Selain itu, hal yang membuat tugas ini semakin sulit juga karena banyaknya fakultas dan program studi yang terdapat pada kampus yang luasnya sekitar 250 hektar ini. Untuk fakultasnya saja, setahuku ada sekitar 25 fakultas yang merupakan implementasi dari keseluruhan fakultas-fakultas yang ada di seluruh Universitas di Indonesia. Sedangkan untuk jurusannya sendiri, setahuku sudah mencapai 100 lebih. Jadi sekali lagi kukatakan, bukanlah hal yang mudah mencari seseorang yang tidak kau kenali wajahnya di Universitas seperti UGI ini.

    Kami berdua pagi itu, karena tidak ada jam kuliah memutuskan untuk mendiskusikan hal ini di kantin seraya menyantap nasi uduk langgananku. Seusai sarapan kami berdua kembali membahas masalah yang rumit ini.

    Tunggu, coba ulangi lagi kamu kemarin udah ke fakultas mana aja? tanyaku sambil mengeluarkan sebuah buku tulis dari ranselku.

    Makanya kalau aku ngomong tuh dicatet. Kalau tadi dicatet kan nggak perlu aku ngomong dua kali kaya gini

    Iya paham, udah ke mana aja kemarin?

    Nah, karena kemarin aku masuk jam pertama keempat dan kelima otomatis waktuku juga sedikit.

    Ya kan kita satu kelas, itu juga aku udah tahu.

    Oke santai... Kemarin aku ke fakultas yang paling dekat dulu, Usuluddin sudah semua. Lalu Fakultas Teknik, yang belum Elektro sama Sipil. Terus fakultas kita Ilmu Pengetahuan Budaya, sisanya tinggal Sastra Jepang dan Sastra Belanda, terus Fakultas Ilmu Komputer, apalagi ya… oh iya Fakultas Hukum dan Syari’ah kecuali Hukum Tata Negara dan Hukum Ekonomi, udah itu aja.

    "Jadi kamu udah meriksa lima fakultas, aku juga sama baru lima. Fakultas Dakwah dan Komunikasi sudah semua. Terus Fakultas Pertanian yang belum Agronomi dan Agrikultura. Kalau Fakultas Kehutanan sudah semua sama Fakultas Seni Rupa dan Desain juga. Satu lagi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik kecuali Kriminologi, berarti ada lima belas fakultas lagi beserta beberapa jurusan

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1