Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Mister Charming
Mister Charming
Mister Charming
eBook216 halaman2 jam

Mister Charming

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Rofu, Sang Pangeran Sosiologi,tidak pernah tetarik sebelumnya pada cewek. Menurutnya, semua cewek itu sama, sampai dia bertemu Luna, si cewek bernilai empat.
Siapa yang menyangka bahwa Lomba Karya Tulis Ilmiah berhadiah sepuluh juta rupiah mampu membuat Rofu bertekuk-lutut pada cewek udik yang nggak cantik, mandiri dan paling berani karena tinggal di depan kuburan.
Dunia mereka bertolak belakang, tapi Rofu sama sekali tidak keberatan.
Lagi pula, dia penasaran bagaimana membuat Luna bertekuk lutut padanya.
Namun, apakah umpan akan terpancing?

BahasaBahasa indonesia
PenerbitSaiRein
Tanggal rilis29 Okt 2019
ISBN9786027119840
Mister Charming
Penulis

YA Tondang

Penulis dari:===============[Ocepa Kingdom - The Prince of Commoner]https://www.dreame.com/novel/Z%2BefQBNXak4E7dvAGnQm6w%3D%3D.html[Hello Again, Mr Ex]https://www.dreame.com/novel/r6jX34KU4gtg0qlzKzY3og%3D%3D.html[The Beloved Mr Bad]https://www.wattpad.com/story/7384271-the-beloved-mr-bad[The Sexy Dad]https://www.wattpad.com/story/7111110-the-sexy-dadFamily Love[https://www.wattpad.com/story/41330188-family-love][Amour Cafe (in Trouble)]https://www.wattpad.com/story/4808296-amour-cafe-in-trouble[The Flower Boy Next Door]https://www.wattpad.com/story/4037891-the-flower-boy-next-door[I Love You Mr Gay]https://www.wattpad.com/story/5794898-i-love-you-mr-gay[Amour Cafe]https://www.wattpad.com/story/3891124-amour-cafe[Darren & Rai]https://www.wattpad.com/story/3782543-derren-dan-rai

Terkait dengan Mister Charming

E-book terkait

Romansa untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Mister Charming

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Mister Charming - YA Tondang

    Mr Charming

    YA Tondang

    Logo copy

    Mister Charming

    Karya YA Tondang @2016

    Edisi I 

    Cetakan Pertama: Oktober 2016

    Terbitan Pertama: Oktober 2016

    Jumlah Halaman: 270 hlm

    Dimensi:  13 x 20 cm

    Rating: G (Semua Umur)

    Perancang Sampul : SaiRein’s Team Designer

    Diterbitkan oleh Penerbit SaiRein

    (CV SaiRein)

    Jln. Selamat Gg Sadar No 17 A 

    Medan Binjai, Sumatera Utara – 20228

    Email: penerbit.sairein@gmail.com

    ISBN: 978 – 602 - 71198 – 4 - 0

    Ebook Version

    Hak cipta dilindungi undang-undang.

    Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

    atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit.

    Isi di luar tanggung jawab percetakan

    Untuk kita

    Satu

    Rofu melipat tangan. Dahi mengerut penuh per-timbangan saat melihat salah satu poster yang tertempel di mading kampus. Sambil menggosok-gosok dagu, Rofu mem-baca poster itu dengan penuh minat. Bibirnya tersenyum kecil tidak lama. Poster itu berisi perlombaan karya tulis ilmiah. Entah mengapa, terlihat cukup menjanjikan.

    Ngapain lo, Sob? Rofu menoleh ketika mendengar suara Septo—sahabatnya—yang juga ikut-ikutan melirik poster yang sedang dipandangi Rofu. Alis Septo naik kehe-ranan. Lo minat sama yang beginian?

    Rofu diam sejenak. Perlahan-lahan bibirnya tersenyum jahil. Gue kan harus mendedikasikan diri ke masyarakat sebelum gue tamat.

    "Ha? Eat my shit. Orang kayak elo ikutan karya tulis ilmiah? Gue rasa matahari pasti berubah haluan terbit dari barat, lalu Septo tertawa terbahak dengan leluconnya sendiri. Udahlah. Biarin aja anak nerd yang ikut begituan. Ngapain sih cowok keren kayak elo ikutan lomba nggak gaul kayak gitu¬? Harusnya elo ikutan modelling atau band dari pada karya tulis ilmiah."

    Pernyataan Septo memang benar. Rofu tahu kalau dirinya keren dengan wajah yang begitu pribumi, mata hitam jernih yang tajam sekali, hidung mancung lurus, kulit sawo matang, tubuh tinggi langsing dan gaya yang selalu mode on. Setiap mahasiswa kampus mengenalnya dan sudah berpuluh gadis yang mendapatkan gelar mantan. 

    Namun, masih ada segudang cewek yang rela antri menjadi pacarnya. 

    Tidak seperti mahasiswa lain, Rofu tidak cuma jual tampang yang suka pamer layaknya setrikaan di sekitar cewek. Dia juga punya otak. Otak cemerlang yang sangat dibanggakan sehingga membuat dosen juga tidak meragukan kemampuannya.

    Tidak seperti Septo yang hanya punya tampang cakep tapi gobloknya minta ampun.

    Rofu bersandar membelakangi dinding dan bersedekap, "Orang-orang kayak elo tuh yang otaknya perlu dicuci. Kerjaan elo cuma main sama ngabisin duit orang tua. Kalo nggak ada anak-anak nerd, mau jadi apa negeri ini?"

    Septo terbahak-bahak lagi. Ampun dah. Sumpah, susah kalo ngelawan elo. Lalu Septo tiba-tiba menjadi serius. Tapi elo beneran mau ikutan lomba? Serius?

    Rofu menatap Septo selama kurang lebih sepuluh detik sampai kemudian tersenyum penuh arti dan berkata, "Why not?"

    Septo menganga dan merasa kalau Rofu mungkin sudah tidak waras. "Gue nggak mau ikut campur. Tapi elo nggak pernah ikut kegiatan apapun sejak elo masuk kampus. Bahkan elo nggak pernah ikut lomba basket yang elo cintai."

    Rofu memutar bola mata. "Terus kenapa? Kalo gue bilang ikut, gue pasti ikut."

    Tapi— 

    Udah ah. Gue mau ke dekan bagian kemahasiswaan. Mau ngambil formulir pendaftaran. Elo tunggu di sini. Nggak usah ikut.

    Tapi—

    "Jangan ikut," Rofu memberikan tekanan pada nada suaranya ketika Septo hendak melangkah. Pada akhirnya Septo berhenti, berwajah masam, sementara Rofu menuju parkiran, mengambil mobil kesayangannya.

    ***

    Luna sedang gundah. Sambil membasahi bibir, matanya yang bulat berwarna hitam menelusuri daftar nilai yang terpampang di papan pengumuman. 

    Hari ini, seperti biasa, hasil tes minggu lalu diumumkan dengan tidak berperikemanusiaan. Teman-temannya berke-rumun di belakang, berceloteh sambil memaki-maki dosen karena nilai yang anjlok.

    A plus, kata Luna begitu menemukan namanya tidak lama kemudian. Wajahnya berubah ceria dalam sekejap dan sebuah senyuman tersungging di bibirnya yang mungil.

    Rasanya nggak masuk akal. Masa cuma elo satu-satunya orang yang dapat nilai A plus? Bahkan Hassan yang paling cerdas di kelas kita dapat C plus. Sissy, sahabatnya, berkomentar sambil memonyongkan bibirnya dengan seksi.

    Luna terbahak-bahak. Mungkin aku cuma beruntung.

    Elo udah beruntung lima kali sejak tahun lalu.

    Luna memilih untuk tidak berkomentar. Lagi pula, buat apa dia berkomentar segala? Sejak awal, para mahasiswa sepertinya punya prinsip—yang bunyinya: Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang melebihi batas kekuatan manusia, tapi Dosen selalu memberikan ujian melebihi kemampuan mahasiswanya—yang berulang kali dikoar-koarkan mereka tiap kali ada ujian. 

    Tapi Luna sendiri tidak beranggapan begitu. Salah mereka sendiri cuma belajar di kelas doang dan memilih mengendap ke clubbing dari pada ke perpustakaan.

    Lo pakai santet apa sih ke Prof. Dova? Kok tiap kali ujian sama dia nilai lo selalu bagus, Sissy tampaknya masih ingin membahas topik tidak menyenangkan ini.

    Gampang. Pergi ke perpus, masuk ke bagian Psikologi, terus baca buku. Pasti nilaimu sama bagusnya sepertiku, jawab Luna sambil nyengir.

    Sissy mendesis lalu mencubit temannya itu dengan gemas. Lo tahun ini ikutan karya tulis kagak? Gue liat ada pengumumannya di mading rektor tadi. Lumayan hadiahnya, sepuluh juta.

    Serius? Mata Luna membulat kaget.

    Sissy mengangguk lagi. Yep. Tapi sebelum itu lo harus lolos seleksi antar fakultas dulu, baru bisa ikutan.

    Tema tahun ini apaan?

    "Social Enviroment."

    Luna menggosok dagu. Selama ini, Luna tidak pernah ikut karya tulis ilmiah, tapi hadiah kali ini cukup meng-giurkan. Sepuluh juta? Buat anak kos, nilai uang segitu udah bisa membayar uang kuliah, beli peralatan sekolah, traktir teman makan di café dan bisa hidup mewah beberapa saat lengkap dengan fasilitas eksklusif.

    Dengan cepat, Luna membasahi bibir dan menggosok-gosok tangan dengan semangat. Aku pasti ikut.

    Sissy tidak tampak terkejut sedikit pun. Lo bisa daftar langsung ke dekan kemahasiswaan, kalo elo niat.

    Tanpa banyak bicara lagi, Luna melesat pergi, melang-kah panjang-panjang menuju kantor dekan. Sissy hanya bisa geleng-geleng kepala saja. 

    ***

    Rofu mengambil formulir pendaftaran dan memandangi kertas itu dengan penuh minat. Setelah mengambil formulir, dia masih ada kelas dan masuk selama tiga SKS. Septo yang ada di sisinya mengikuti dari belakang, masih terkejut dengan keputusan Rofu. 

    Lo serius mau ikutan? tanya Septo entah untuk kesekian kalinya hari ini.

    Rofu hanya memutar bola mata menanggapi pertanyaan sahabatnya. Septo melangkah cepat-cepat karena Rofu tidak menanggapi. 

    Lo beneran mau ikut? tanya Septo lagi.

    Kali ini, Rofu berhenti, lalu dia memelototi Septo. 

    Ya iyalah gue mau ikut. Kalo nggak mana mungkin gue mau repot-repot ngambil formulir pendaftaran.

    Emang lo mau bikin karya tulis apaan? Pertanyaan bodoh. Udah pastilah tentang kemasyarakatan. Tapi sebelum Rofu bisa menjawab, Septo menyambung lagi. Lo pikir bikin karya tulis ilmiah itu gampang? Lo kan harus membuktikan kalo penelitian lo itu benar.

    Rofu berusaha untuk tidak memutar bola mata, lagi. Kalo itu gue juga tahu. Minggir lo, gue mau pulang. Gue mau mikirin judul karya tulis ilmiah gue. Dia mendorong minggir Septo melewati parkiran menuju mobil berwarna hijau yang terparkir dekat kerumunan motor.

    Untuk sejenak Rofu bingung harus ke mana. Kemudian, dia ingat bahwa perpustakaan bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan ide mengenai judul karya tulis ilmiahnya. Dia bisa mencari beberapa buku yang bisa digunakan untuk mencari ide.

    Ketika sampai di depan perpustakaan. Bangunan putih dengan bentuk kotak-kotak itu membuatnya terpaku sejenak. 

    Sudah lama sekali Rofu tidak datang ke perpustakaan. Sudah nyaris tiga tahun. Salah satu dosen pernah memberikan tugas yang berhubungan dengan perpustakaan. Jika tidak ada tugas tersebut, mungkin selama Rofu menjadi mahasiswa di kampus, dia tidak akan pernah menginjakan kaki ke sana.

    Perpustakaan, bagaimana mengatakannya ya, merupakan rumah bagi buku-buku tua dan tebal. Gudangnya para ilmu. Tapi jelas kurang terkenal di kalangan para pemuda. 

    Jika pada zaman dahulu kala menjadi orang pintar menjadi trendsetter, maka pada zaman sekarang, orang pintar dijuluki cupu sehingga perpustakaan justru dijadikan tempatnya anak-anak norak kurang gaul, di mana kacamata setebal pantat botol lebih banyak menjadi model di tempat ini.

    Rofu menaiki anak tangga, melewati dua orang mahasiswa super norak—tipe yang lebih sering dikira dosen ketimbang jadi mahasiswa—lalu berhenti di depan kom-puter. Dia butuh bantuan untuk mencari buku-buku yang dibutuhkan.

    Social, jarinya mengetikan keyword di mesin pencari. Tidak lama, muncul beberapa pilihan yang membawanya menuju lemari-lemari yang menyimpan buku-buku itu. Diambilnya ponselnya dan mencatat, lalu berbalik dan tiba-tiba menabrak cewek yang menghalangi jalannya.

    Aduh! kata cewek itu.

    Ups, sori, kata Rofu.

    Cewek itu menengadah dan—eww—tampangnya tidak enak dilihat. Kalian ingin tahu dia seperti apa? Dia gadis mungil, berambut panjang lurus yang diikat ke belakang dengan asal, menggunakan kacamata petak hitam super besar dan pakaiannya—apa-apaan pakaian itu?—hanya berupa kemeja super besar kotak-kotak merah dengan celana ripped skinny.

    Empat, pikir Rofu cepat. Bahkan nilai itu saja udah terlalu bagus buat cewek begini.

    Dengan ganas, cewek itu menaikan kacamatanya yang melorot karena ditabrak Rofu. 

    "Sori," kata Rofu lagi, siapa tahu cewek itu bukan hanya buta tapi juga tuli.

    Nggak apa-apa. Sekarang minggir, kata cewek itu sambil mendorongnya. 

    Rofu terbengong-bengong. Ini pertama kalinya ada cewek yang tidak terhipnotis dengan wajahnya yang ganteng. 

    Ada bagusnya juga. Mungkin hanya cewek-cewek nerd yang tidak naksir padanya. Mereka pasti tahu diri karena tidak mungkin bisa mendapatkan cowok secakep dirinya.

    Luna, cewek lain mendatangi gadis itu. Diluar dugaan, yang satu ini cukup enak dipandang, jika bibirnya tidak terlalu kebanyakan lipstik. Sampe kapan sih lo di sini? Gue capek tahu nungguin elo.

    Kamu pulang duluan aja, Sissy. Jangan nungguin aku, kata cewek itu cepat, masih berkonsentasi dengan komputer.

    Ya nggak bisalah. Gue kan nebeng motor elo, kata Sissy keras kepala. Cewek itu melirik arloji. Gue tunggu lima belas menit lagi, kalo elo nggak keluar, gue yang bakal narik elo.

    Ehm, Rofu berdeham. Kedua cewek itu menoleh ke arahnya. Ini perpustakaan. Bisa kecilin suaranya?

    Sissy menganga begitu melihatnya. Tapi Luna tampak seperti habis menelan batu super besar sebelum mengatakan Sori dengan suara tercekat dan pelototan penuh dendam.

    Entah kenapa, reaksi Luna membuat Rofu semakin gatal untuk melawan cewek itu. Ada sesuatu yang membuat darahnya begitu mendidih melihat Luna. Cewek itu terlihat tidak begitu menyukainya dan Rofu sendiri juga tidak menyukai Luna. 

    Tapi karena ini perpustakaan dan juga karena Luna sudah bilang Sori, Rofu memilih untuk angkat kaki dan menuju lemari buku yang dia cari. 

    Buku-buku yang berderet di lemari, Rofu menyadari, cukup menarik perhatiannya dan memberi inspirasi. Beberapa diantaranya sudah terlalu tua dan tidak terlalu terawat, sehingga ketika dia menarik salah satu buku keluar, isi buku itu malah jatuh dengan bunyi yang memekakan telinga.

    Dengan cepat Rofu mengambil kembali buku itu dan buru-buru menyelipkannya ke lemari. Dia bersumpah kalau hari ini adalah hari terakhir baginya ke perpustakaan. Tidak akan ada hari lain lagi.

    ***

    Luna menengadah ketika mendengar suara berisik di dekatnya. 

    Cowok tadi rupanya. Entah apa yang dilakukan cowok itu sehingga membuat suara gaduh yang bergaung di sekitar perpustakaan yang sunyi sampai membuat orang-orang di sekitar mereka melihat ke arahnya. 

    Luna ingin memaki-maki cowok itu dan membalas perkataannya tadi, tapi orangnya keburu kabur duluan.

    Cowok itu ganteng banget, desah Sissy dengan mata berbinar.

    Luna kembali menaikan kacamata dan beralih lagi ke komputer, sama sekali tidak menggubris perkataan Sissy. 

    Oke, dia sudah menemukan buku-buku yang bakal digunakan untuk karya ilmiah. Ada beberapa judul yang muncul di otaknya, tapi alangkah lebih baik jika judul itu cukup memberi inspirasi dan sedikit manusiawi. Jadi, sambil membawa catatan, Luna berputar-putar di antara celah-celah lemari, memerhatikan judul-judul yang sama dengan catatan yang dia pegang.

    Luna berhasil menemukan satu buku, dua—dan ketika menyadari bahwa tangannya sudah penuh, Sissy berko-mentar pedas, Cuma lima buku yang bisa dipinjam dari perpustakaan.

    Oh, kata Luna. Tapi aku butuh semuanya.

    "Elo kan bisa pinjam dua minggu lagi."

    Luna memasang tampang memelas, sedikit merengutkan bibir, meminta dikasihani, jurus yang biasa dia lakukan kalau membutuhkan bantuan. 

    Sissy memutar bola. Iya deh, sebagian buku elo itu boleh pake nama gue, kata Sissy lagi. Tapi elo harus nganterin gue tiap hari ya. Awas kalo nggak.

    Gampang, kata Luna nyaris melonjak. Sissy mengikuti dengan ogah-ogahan. Elo ngapain sih pinjam buku banyak gini? Emang lo bisa baca buku sebanyak ini selama dua minggu? 

    Luna mengangguk mantap dan Sissy kembali bicara, Kalo elo cuma bergaul dengan buku, kapan elo bergaul dengan cowok? Padahal kan elo cukup cakep.

    Luna tertawa kecil. Tidak perlu repot-repot, Sissy. Aku tahu diri kok. Mana ada cowok yang melirik aku kalau aku dandannya begini.

    Tepat, kata Sissy setuju. Lain kali, elo harus ikut gue belanja. Elo harus beli baju. Gue aja yang cewek serem ngeliat elo apalagi cowok.

    Dengan suara tawa dibuat-buat Luna kembali berkomentar, Tidak. Makasih. Aku puas dengan hidupku sekarang.

    Mereka meminjam buku-buku tersebut dan segera ke parkiran. Langit sudah sore begitu Luna mengantar Sissy pulang. Selesai mandi, Luna berhadapan dengan laptopnya. Untuk sejenak tangannya terkatung-katung di udara, menentukan awal yang akan dimulai untuk pembukaan bab. Kemudian, secara tiba-tiba dan ajaib, dia mendapat judul yang sesuai dan mulai mengetik.

    ***

    DUA

    Rofu menggigit lidah sambil memandangi formulir pendaftaran yang masih kosong. Dengan tangan yang bebas, dia memutar-mutar buku di atas meja belajar sementara tangan yang satu lagi memegang alat tulis.

    Nama Rofu Stevans Pujonugroho, gumamnya per-lahan, menuliskan huruf-huruf panjang ke atas formulir pendaftaran. Bogor 15 Juni—jurusan Sosiologi, FISIP. Um… judul karya tulis ilmiah…

    Dia berhenti, mengetuk-ngetuk pena ke formulir pen-daftaran dan bingung dengan jawaban

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1