Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Digoyang Inara, Istri Legislator
Digoyang Inara, Istri Legislator
Digoyang Inara, Istri Legislator
eBook78 halaman41 menit

Digoyang Inara, Istri Legislator

Penilaian: 0 dari 5 bintang

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Ini kisahku yanag selama ini dirahasiakan. Kisahku dengan Inara Fauziah, perempuan jelita yang juga istri Madjid Alamsyah, legislator di daerah kami. Bagaimana kisah ini bermula? Dan apa yang terjadi kemudian?

 

Silakan simak kisahnya...
 

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis10 Apr 2024
ISBN9798224857289
Digoyang Inara, Istri Legislator

Baca buku lainnya dari Enny Arrow

Terkait dengan Digoyang Inara, Istri Legislator

E-book terkait

Romansa untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Digoyang Inara, Istri Legislator

Penilaian: 0 dari 5 bintang
0 penilaian

0 rating0 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

    Pratinjau buku

    Digoyang Inara, Istri Legislator - Enny Arrow

    Diterbitkan oleh

    EnnyArrow Digitals

    Versi Baru

    Sebagaimana Diceritakan

    Dhani Natakusumah

    Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

    1

    SIANG sudah berganti malam, namun suasana di lapangan masih semarak. Secara bergantian para orator yang didominasi calon anggota legislatif (caleg) berdiri di podium dan membawakan pidato. Seperti biasa, pidato selalu disisipi oleh teriakan slogan yang dibawakan dengan tangan mengacung terkepal.

    Massa yang mengerubuti podium menyambut slogan dengan teriakan bergemuruh penuh semangat.

    Madjid Alamsyah (bukan nama sebenarnya), termasuk dalam jajaran orator yang berpidato dengan penuh semangat. Madjid merupakan legislator yang ingin memperpanjang masa jabatannya untuk lima tahun ke depan. Pada pemilihan anggota legislatif beberapa tahun lalu, jumlah suara yang berhasil diraup Madjid pada akhirnya mengantarkan dia menjadi legislator.

    Wilayah tempat tinggal kami bisa dibilang merupakan basis massa dari partai yang diusung Madjid. Karena itu, bisa dipahami jika Madjid dengan penuh semangat membawakan orasi, dan berjanji akan melanjutkan program yang sudah berjalan dan memperbaiki yang masih kurang.

    Usai berorasi, Madjid Alamsyah mengundang istrinya, Inara Fauziah untuk tampil di podium. Dengan tenang dan melangkah elegan, Inara tampil di depan massa. Sesekali dia melambai atau menyatukan kedua telapak tangan di depan dada.

    Massa langsung bergemuruh ketika Inara tampil. Itu bisa dipahami karena Inara merupakan perempuan dengan paras yang sangat cantik. Dia memiliki sepasang mata yang bersinar tajam dengan hidung mancung dan bibir merah merekah yang selalu tersenyum.

    Inara dikaruniai tubuh yang langsing dan tinggi semampai. Sebagaimana yang kini menjadi mode perempuan Indonesia, Inara mengenakan pakaian sopan yang menutupi tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

    Saat itu dia mengenakan busana serba hijau. Dia terlihat semakin elegan dengan kaca mata hitam yang diletakkan di atas kepala.

    Begitu kampanye berakhir, Madjid Alamsyah mendekatiku.

    Hei Dhan, bisa minta tolong gak?

    Kenapa pak? Aku balas bertanya.

    Gini, bisa gak kamu tolong antar Inara ke rumah? Soalnya setelah ini kita dari tim akan melakukan rapat evaluasi. Rapat bisa berlangsung berjam-jam dan Inara gak suka ikut rapat semacam itu, Madjid berujar panjang lebar.

    Aku terdiam sambil melirik ke Inara yang sedang melayani sejumlah warga yang melakukan selfie dengannya. Aku diminta untuk mengantarkan Inara ke rumahnya.

    Pada kampanye ini aku sebenarnya hanya simpatisan. Aku bukan pendukung partai yang diusung Madjid. Aku hadir ke kampanye karena diminta secara khusus oleh Madjid yang masih tergolong tetanggaku.

    Rupanya, Madjid memintaku untuk hadir ada kaitannya dengan Inara. Aku rupanya akan diminta mengantarkan Inara untuk pulang ke rumahnya.

    Jika dengan Madjid aku relatif akrab, hal yang berbeda dengan Inara. Dengan Inara, aku sama sekali tidak akrab. Bahkan sejauh ini kami belum pernah berbincang secara langsung.

    Ibu Inara setuju pak? Aku bertanya ke Madjid.

    Iya dia setuju. Dia bahkan yang mengusulkan agar aku mengajak kamu ke sini, supaya sewaktu-waktu bisa dimintai tolong. Soalnya di tim kita yang bisa nyetir itu terbatas dan kayaknya hanya kamu yang lowong saat ini, kata Madjid.

    Baiklah pak, jika ibu Inara setuju tentu aku akan mengantar. Kapan kita perginya? Aku bertanya.

    Sebagai jawaban, Madjid memeberi isyarat agar kami mendekati Inara.

    Ma, ini Dhani, dia bersedia mengantar Mama ke rumah. Kapan rencananya Mama mau pulang? Madjid bertanya dengan lembut ke istrinya yang sedang asyik menyalami sejumlah perempuan.

    Ya kalau bisa sih sekarang aja, ... Inara berkata perlahan sambil melambai ke beberapa warga yang menyapanya.

    Karena jarak kami lumayan dekat, samar aku bisa menghirup aroma harum yang terpancar dari tubuh Inara. Aroma harum yang lembut yang entah kenapa membuat dadaku berdebar.

    2

    MOBIL yang kukemudikan melaju perlahan melewati gang. Di sampingku duduk

    Menikmati pratinjau?
    Halaman 1 dari 1