Temukan jutaan ebook, buku audio, dan banyak lagi dengan uji coba gratis

Hanya $11.99/bulan setelah uji coba. Batalkan kapan saja.

Perawan Desa Belajar Bercinta
Perawan Desa Belajar Bercinta
Perawan Desa Belajar Bercinta
eBook87 halaman1 jam

Perawan Desa Belajar Bercinta

Penilaian: 5 dari 5 bintang

5/5

()

Baca pratinjau

Tentang eBuku ini

Aku seorang mahasiswa semester akhir yang tinggal di Jakarta, berliburan di rumah kakek dan nenek di desa. Aku ingin mencari inspirasi dengan kehidupan pedesaan dalam rangka menyusun skripsi. Aku lalu bertemu dengan Sinta, gadis desa yang masih duduk di kelas tiga SMA. Sinta kemudian meminta aku mengajarkan  PR dari sekolahnya. Setelah itu, dia meminta aku mengajarkan cara berpacaran. 

Penasaran? Ikuti kisahnya di buku ini.

BahasaBahasa indonesia
Tanggal rilis11 Apr 2024
ISBN9798224621743
Perawan Desa Belajar Bercinta

Baca buku lainnya dari Denus Enli

Terkait dengan Perawan Desa Belajar Bercinta

E-book terkait

Romansa Kontemporer untuk Anda

Lihat Selengkapnya

Ulasan untuk Perawan Desa Belajar Bercinta

Penilaian: 5 dari 5 bintang
5/5

2 rating2 ulasan

Apa pendapat Anda?

Ketuk untuk memberi peringkat

Ulasan minimal harus 10 kata

  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    Ceritanya cukup natural, lumayan menghibur sekali. Lanjut episode yang lainnya
  • Penilaian: 5 dari 5 bintang
    5/5
    Wah, ceritanya asyik banget. Berdebar dan menegangkan. Ditunggu karya selanjutnya...

Pratinjau buku

Perawan Desa Belajar Bercinta - Denus Enli

DITERBITKAN OLEH

DENUSDIGITALS

HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

_____________

Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seluruhnya isi buku ini, tanpa izin dari Penerbit

BERDASARKAN KISAH NYATA

____________

Sebagaimana Diceritakan Bima Santhoso

1

HIRUK pikuk kehidupan Kota Jakarta membuat aku bosan, jika liburan perkuliahan tetap  di kota kelahiranku Jakarta. Aku berkeinginan  liburan kali ini  menikmati suasana alam yang adem, sejuk dan bebas dari polusi. Suasana alam tersebut biasanya  hanya ada di pedesaan. 

Aku akhirnya teringat kampung halaman dari ayahku, yang masih di daerah Pulau Jawa. Di sana tinggal kakek dan nenek, ayah dan ibu dari ayahku. Aku sudah hampir tiga tahun tak pernah lagi ke sana. Tapi, kalau berjumpa dengan kakek dan nenek sering. Karena mereka yang datang berkunjung ke rumah kami yang ada di Jakarta, seperti pada saat lebaran tiba.

Aku memutuskan untuk berlibur ke rumah kakek dan nenek di desa. Ayah dan ibu bukan hanya mengijinkan aku berlibur ke sana, tapi  sangat mendukungnya. Mereka menginginkan agar aku sering-sering berkunjung ke rumah kakek dan nenek di desa.

Sebagai bentuk dukungannya, ayah mengijinkan aku menggunakan mobilnya. Sementara ayah menggunakan mobil kantornya untuk beraktivitas sehari-hari. Tapi aku menolaknya. Aku lebih suka menggunakan sepeda motor, agar lebih leluasa  menikmati keindahan alam  yang akan aku lalui. Selain itu, menggunakan sepeda motor gampang mencari lokasi parkiran.

Bim, papa udah nelpon  kakek dan nenek. Mereka udah  menunggu kamu. Kamu hari ini kan pergi ke sana? Papa berujar datar.

Iya pa, nih lagi siap-siap.

Aku lalu berkemas, membawa perlengkapan, seperti baju, sepatu dan  sandal. Tak lupa  HP dan charger-nya. Semuanya itu aku kemas di tas keril. 

Setelah semua perlengkapan siap, aku pamitan ke papa dan mama yang sedang duduk santai di teras rumah. Hari ini, bertepatan hari Minggu, papa dan mama bebas dari aktivitas mereka di kantor.

Pa, ma, aku pergi ya...

Iya, hati-hati di jalan Bim, ujar mama menasehatiku.

Bim jangan ngebut, santai aja, sekalian nikmati perjalanannya, sambung papa.

Aku keluar rumah sekira pukul satu siang. Setelah kurang lebih empat jam menempuh perjalanan, aku tiba di rumah kakek dan nenek di desa (nama desa sengaja tak disebut demi menjaga privasi). Halaman rumahnya tidak memakai pintu. Aku pun  bergegas masuk.

Tampak  rumah kakek dan nenek masih seperti dulu saat aku berkunjung tiga tahun lalu.  Hanya warna catnya yang berubah. Dulu berwarna krem kombinasi coklat muda, sekarang sudah berwarna biru muda.

Halaman  depannya sangat luas, terdapat tanaman buah-buahan. Seperti rambutan, mangga dan alpukat.

Saat mengamati halaman rumah kakek dan nenek, nenek muncul  dari dalam rumah.

Eh cucuku Bima udah datang. Tambah cakep aja kamu Bim. Gimana perjalanannya sampai ke sini? Nenek berucap  menyambutku di depan teras rumah.

Asyik nek. Aku melewati sawah dan kawasan  perkebunan yang indah banget, ujarku.

Iya Bim,  beda dengan Jakarta yang dipenuhi gedung-gedung tinggi. Yuk masuk Bim Nenek mengajakku.

Aku melangkah masuk ke rumah kakek dan nenek.

Nenek bikinin kopi ya. Pasti kamu capek kan...

Oh iya, kamar kamu di sana Bim, nenek udah siapin, sahut nenek,  sambil tangannya menunjuk sebuah kamar yang berada di posisi depan.

Iya nek, makasih, balasku.

Aku lalu  duduk di sofa tunggal, di ruangan tamu. Udara sejuk  langsung terasa, yang masuk melalui pintu depan dan jendela.  Itu bertepatan juga karena hari mulai senja.

Sambil duduk, aku memperhatikan isi rumah kakek dan nenek. Tampak tak berubah, terdapat satu set sofa berwarna coklat yang aku duduki sekarang. Disebelahnya,  satu set kursi kayu ukir dan lemari yang isinya dipenuhi guci cantik milik nenek. Serta masih tergantung foto keluarga di dinding. Terdiri dari  kakek, nenek, papaku dan paman Hermanto adik papa.

Di ruangan belakang, terlihat televisi yang diletakkan di atas lemari bufet kayu,  serta satu set meja makan dan kursinya.

Ini kopinya Bim, silakan diminum nanti keburu dingin, ujar nenek sembari duduk di sampingku.

Aku langsung meneguk kopi buatan nenek. Rasanya  manis dan  ada pahitnya.

Nek,  kakek dimana? Kok nggak kelihatan? Aku bertanya santai.

"Kakek cuma di belakang, lagi urus ayam dan

Menikmati pratinjau?
Halaman 1 dari 1